MENJELANG 40 tahun ASEAN tahun 2015 dan dimulainya ASEAN Economic Community (Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA) tahun depan, peran pers menjadi siginifikan. Potensi ekonomi ASEAN akan memberikan manfaat timbal balik bagi setiap negara jika pers bertindak objektif dan tidak menyalahgunakan kebebasan yang dimiliki.

Timbul satu pertanyaan dari penulis. Apakah kebijakan pers Indonesia menyambut MEA 2015 dan apakah kebijakan tersebut sudah dilakukan?

Pertanyaan ini sebenarnya menggelitik. Tapi ini sangatlah penting dipertanyakan, karena sejauh ini, penulis belum mengetahui adanya kebijakan yang dibuat pers dalam hal ini Serikat Perusahaan Pers (SPS) serta organisasi wartawan di Tanah Air.

Di lain pihak, beberapa pihak telah membuat kebijakan-kebijakan dalam menghadapi MEA 2015. Seperti yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Kementerian ini merintis pengonsolidasian satuan kerja hubungan masyarakat (Humas) di lingkungan kementerian dan lembaga pemerintah untuk menyambut era pasar tunggal MEA 2015.

“Kami akan melibatkan Bagian Humas semua kementerian dan lembaga pemerintah melalui Bakohumas dalam menyambut MEA 2015,” kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Kominfo Freddy H Tulung, Selasa (29/4/2014), seperti dikutip dari kominfo.go.id.

Menurut Freddy yang juga Ketua Umum Badan Koordinasi Kehumasan (Bakohumas), peran humas instansi pemerintah sangat signifikan di era MEA dalam hal sosialisasi dan edukasi kebijakan kepada masyarakat. Pihaknya menilai perlunya peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) pada satuan kerja Humas. “Peran kehumasan dalam menghadapi MEA 2015 memerlukan peningkatan kompetensi SDM di dalamnya”, ujarnya.

Dia menambahkan, Bakohumas menggelar sejumlah forum untuk mengonsolidasikan humas instansi pemerintah yang tergabung dalam Bakohumas. Salah satu yang dilakukan di antaranya pertemuan Bakohumas di Batu, Malang, Jawa Timur, pada 29-30 April 2013.

Forum ini mempertemukan 250 orang dari Bakohumas Regional Indonesia Tengah, nanti dua pekan lagi dilakukan untuk wilayah timur dan barat, imbuhnya.

Pertemuan itu mengagendakan di antaranya upaya peningkatan kompetensi SDM humas melalui bimbingan teknis, pelatihan dan tukar pengalaman profesi kehumasan antara peserta, kata Freddy.

Sertifikat Kompetensi

Menjelang implementasi MEA 2015, tenaga kerja lokal dan asing yang bekerja di Indonesia harus memiliki sertifikat kompetensi.

Kementerian Perindustrian tengah menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) di bidang industri sebagaimana amanat UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Ansari Bukhari mengatakan SKKNI merupakan salah satu unsur penting menjelang pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Dengan adanya SKKNI, jelasnya, tenaga kerja domestik maupun asing dapat berdaya saing dari sisi kualitas kerjanya.

"SKKNI ini akan ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan atas usul Menteri Perindustrian," ujar Ansari dalam workshop pendalaman kebijakan industri untuk wartawan di Bali, Kamis (13/3/2014).

Dengan adanya SKKNI tersebut, imbuhnya, bisa mengantisipasi membeludaknya tenaga asing yang bekerja di Indonesia. Ansari mengatakan tenaga kerja dari asing jika bekerja di Indonesia, maka harus mempunyai SKKNI sesuai amanat UU.

"Mereka tidak bisa bekerja begitu saja. Harus memenuhi sertifikat itu. Ini semacam barrier kita untuk tenaga kerja asing agar tidak mudah saja bekerja di sini. Padahal kompetensi itu ada di kita. Levelnya di mana, baik manajerial, teknik, operator akan kita kenakan ," kata Ansari.

Menurut Ansari, institusinya mendorong dibentuknya Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) oleh asosiasi maupun kelompok masyarakat dengan keahlian tertentu, yang juga dilengkapi dengan Tempat Uji Kompetensi (TUK).

Dia mengatakan sekolah tinggi maupun sekolah menengah kejuruan yang berada di bawah naungan Kementerian Perindustrian juga telah disiapkan, sehingga ada sinergi antara lembaga sertifikasi profesi yang dibentuk asosiasi atau kumpulan kelompok masyarakat dengan keahlian tertentu.

"Kita akan fasilitasi TUK. Kemudian yang terpenting adalah perumusan SKKNI yang jumlah item-nya bisa ratusan atau ribuan," kata Ansari.

Ansari berharap setiap tenaga kerja mempunyai SKKNI dan sertifikat itu dapat digunakan untuk bekerja di Indonesia dan luar negeri. Ke depannya, diharapkan ada perjanjian antarnegara untuk mengakui SKKNI yang dibuat oleh pemerintah.

Dirjen Kerjasama Industri Internasional Kemenperin Agus Tjahajana mengatakan persiapan SDM Indonesia dalam menghadapi MEA 2015 sangat penting dalam rangka pengembangan tenaga kerja berbasis kompetensi.

"Kesiapan tenaga kerja Indonesia harus memiliki sertifikat kompetensi agar bisa bersaing dengan tenaga asing. Jangan sampai tenaga lokal kalah dengan asing," ujarnya.

Lalu bagaimana dengan pers Indonesia. Dengan memiliki sertifikat Uji Kompetensi Wartawan (UKW) juga bagian dari tak terpisahkan bagi insan pers dalam menyambut MEA 2015.

Setahu penulis, UKW ditargetkan ke depan menjadi alat ukur kualitas wartawan di Indonesia. Bahkan uji kompetensi ini bisa dijadikan barometer untuk jenjang karier wartawan di perusahaan pers yang bersangkutan.

UKW sejalan dengan standarisasi perusahaan pers. Artinya, semakin banyak wartawan di perusahaan pers yang bersangkutan sudah lulus uji kompetensi, tentunya standar perusahaan pers itu juga akan semakin baik.

Kita berharap hendaknya semua insan pers dan stakeholder memikirkan bagaimana kedepan lebih siap bersaing dengan insan pers yang ada di ASEAN ini. Karena tidak bisa dipungkiri insan pers asing (ASEAN) juga akan gampang merambah di Tanah Air.

Jika saja pers Indonesia tidak siap, bisa menjadi bumerang bagi penyampaian informasi untuk masyarakat di negeri ini. Mari sama-sama kita memikirkan, jangan sampai kita tersingkir dalam memberikan informasi yang terbaik untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini. ***

Amril Jambak adalah peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)