JAKARTA -- Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, Muhammadiyah tidak akan mengomplain pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bahwa Kementerian Agama (Kemenag) merupakan hadiah negara untuk Nahdlatul Ulama (NU).

Namun, Abdul Mu'ti mengingatkan, seharusnya Menag berlaku adil terhadap semua agama dan seluruh organisasi keagamaan.

''Seharusnya menag berlaku bijak dan adil kepada semua agama dan organisasi keagamaan,'' ujar Abdul Mu'ti kepada wartawan, Ahad (24/10/2021), seperti dikutip dari detikcom.

Abdul Mu'ti mengaku tidak mengetahui maksud dan tujuan Menag membuat pernyataan tersebut. Abdul Mu'ti menyebut sejarah Kemenag yang diceritakan Yaqut berbeda dengan yang sebenarnya.

''Saya tidak tahu apa maksud dan tujuan Menteri Agama membuat pernyataan tersebut. Setahu saya sejarah Kementerian Agama berbeda dengan yang disampaikan oleh Menteri Agama,'' tegasnya.

Meski begitu, Abdul Mu'ti mengaku tidak akan komplain kepada Kemenag terkait pernyataan Yaqut. Banyak urusan yang lebih penting diurus Muhammadiyah ketimbang pernyataan Menag.

''Tidak (mengajukan keberatan). Banyak hal penting yang harus diurus oleh Muhammadiyah,'' lanjutnya.

Detikcom sudah mencoba menghubungi Menag Yaqut Cholil Qoumas soal pernyataannya yang menuai kritikan tersebut, namun belum mendapat jawaban.

Hadiah untuk NU

Sebelumnya diberitakan, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, Kementerian Agama (Kemenag) merupakan hadiah negara untuk Nahdlatul Ulama (NU), bukan untuk umat Islam Indonesia. Sehingga, wajar bila NU memanfaatkan banyak peluang di Kemenag untuk NU.

Dikutip dari Kompas.com, Yaqut menyampaikan pendapatnya itu saat memberikan sambutan di webinar bertajuk Santri Membangun Negeri dalam Sudut Pandang Politik, Ekonomi, Budaya, dan Revolusi Teknologi yang ditayangkan di kanal YouTube TVNU, Rabu (20/10/2021).

Yaqut awalnya menceritakan perbincangannya dengan sejumlah staf Kemenag tentang tagline Kemenag yang berbunyi ''Ikhlas Beramal''. Menurut Yaqut tagline tersebut kurang cocok.

Perbincangan tentang tagline tersebut dengan para stafnya lantas berujung pada perdebatan asal-usul Kemenag.

Yaqut mengatakan, salah satu stafnya berpendapat bahwa Kemenag merupakan hadiah dari negara untuk Umat Islam di Indonesia.

''Karena waktu itu kan perdebatannya bergeser ke kementerian ini adalah kementerian semua agama, melindungi semua umat beragama. Ada yang tidak setuju, kementerian ini harus kementerian Agama Islam, karena kementerian agama adalah hadiah negara untuk umat Islam,'' kata Yaqut.

''Saya bilang bukan. Kementerian Agama adalah hadiah negara untuk NU. bukan untuk umat Islam secara umum, spesifik NU. Jadi wajar kalo sekarang NU memanfaatkan banyak peluang di Kemenag untuk NU,'' lanjut politisi PKB itu.

Yaqut menuturkan, Kemenag muncul setelah KH Wahab Chasbullah menjembatani kelompok Islam dan nasionalis dalam perdebatan tujuh kata dalam Piagam Jakarta.

Kelompok Islam menginginkan tujuh kata yang berbunyi ''dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya'' dipertahankan. Sedangkan kelompok nasionalis meminta tujuh kata tersebut dihilangkan.

''Kemudian lahir Kemeterian Agama karena itu. Wajar sekarang kalau kita sekarang minta Dirjen Pesantren kemudian kita banyak mengafirmasi pesantren dan santri juga. Wajar saja. Tidak ada yang salah,'' kata Yaqut.

''Ada lagi yang mempermasalahkan kenapa mengafirmasi Kristen, Katolik, Hindu, Budha. Saya bilang NU itu banyak dan besar. Banyak umatnya dan besar secara fisik badannya. Orang yang besar itu cenderung selalu melindungi yang lemah, yang kecil dan itu sifat NU,'' tutur Yaqut.

Karena itu, Yaqut mengatakan sikap Kemenag yang mengayomi semua agama justru menegaskan semangat NU yang sesungguhnya.

''Kalau sekarang Kemenag menjadi kementerian semua agama, itu bukan menghilangkan NU-nya tapi justru menegaskan ke-NU-annya. NU itu terkenal paling toleran, moderat. Saya kira tidak ada yang salah. Saya kira itu menjadi landasan cara berpikir kami di Kemenag sekarang,'' lanjut dia.***