LIMAPULUH KOTA - Jasad Sutan Ibrahim atau Tan Malaka dipulangkan untuk dimakamkan lagi dari Kediri, Jawa Timur, ke kampung halamannya di Limapuluh Kota, Sumatera Barat.

Sutan Ibrahim atau lebih dikenal Tan Malaka, adalah satu dari empat pendiri Republik Indonesia yang perjuangannya untuk nusantara diakui baik secara nasional maupun internasional. Bersama Soekarno, Hatta dan Syahrir, Tan Malaka adalah orang yang pertama kali meletakkan dasar-dasar konsep negara Indonesia berbentuk republik.

Pemakaman ulang itu sebenarnya hanya simbolik karena jasad yang dibawa hanya tanah liat yang diambil dari makam Tan Malak di Selopanggung, Kediri. Tan ibarat sudah menunaikan janji utang kepada orang kampung bahwa kelak ia akan pulang ke kampung halaman, tempat ia dilahirkan dan dibesarkan.

Berdasarkan hasil musyawarah Sepakat Alam yang dilakukan Majelis beradat, pelepasan delegasi penjemputan dan pemulangan jasad Tan Malaka dilaksanakan selama lima hari pada 13-16 April 2017. Ritual adat itu disebut Khaul Penutup.

Menurut Wakil Bupati Limapuluh Kota, Ferizal Ridwan, Khaul Penutup adalah puncak dari seluruh rangkaian proses penjemputan dan pemulangan jasad Tan Malaka dari perkuburan di Kediri hingga ke kampung halaman.

"Setelah prosesi khaul penutup ini selesai, maka usai sudah semua rangkaian kegiatan, mulai dari persiapan awal hingga pemulangan jasad Ibrahim Datuk Tan Malaka," kata Ferizal pada Rabu malam, 12 April 2017.

Dalam Khaul Penutup itu, sejumlah acara digelar, seperti maarak kabau, penampilan kesenian tradisional, pengukuhan Hengky Novanto sebagai generasi ketujuh yang menyandang gelar Datuk Tan Malaka oleh ninik mamak Kelarasan Bunga Setangkai Suliki Luak 50, peresmian patung Ibrahim Datuk Tan Malaka, dan pemberian penghargaan kepada sejumlah tokoh.

Saat prosesi Khaul Penutup ini selesai, relawan yang tergabung di Tan Malaka Institute dan YPP-PDRI tetap berupaya keras memperjuangkan hak kepahlawanan Tan Malaka.

“… serta berencana menjadikan kampung Tan Malaka sebagai tempat wisata ideologi agar semangat dan perjuangan Tan Malaka dapat diteruskan oleh generasi muda," ujar Ferizal.

Pada 12 September 2009, berkat petunjuk dari sejarahwan Belanda, Harry A. Poeze, sebuah makam yang diduga kuat kuburan Tan Malaka ditemukan di Selopanggung, Kediri. Makam itu kemudian dibongkar oleh tim forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Berdasarkan hasil uji kerangka jenazah, 99 persen jenazah yang ditemukan itu cocok dengan Tan Malaka.

Relawan yang tergabung dalam Tan Malaka Institute bersama dengan Yayasan Peduli Perjuangan (YPP) PDRI berupaya memindahkan makam Tan Malaka ke kampung halaman di Pandam Gadang, Nagari Suliki, Gunung Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat.

Suasana Haru

Sebelumnya, meski dibawa pulang tanpa bentuk jasad namun hanya berbentuk tanah liat dari Kediri, Sutan Ibrahim atau Tan Malaka saat ini sudah beristirahat di kampung halaman yakni di Pandam Gadang, Nagari Suliki, Gunung Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat atau Sumbar. Tan ibarat sudah menunaikan janji utang kepada orang kampung, bahwa kelak pada suatu masa ia akan berpulang ke kampung halaman, tempat ia dilahirkan dan dibesarkan.

Setelah melewati prosesi adat penjemputan jasad Tan Malaka yang juga diikuti oleh ratusan warga kampung dan sekitar 140 datuk atau tokoh adat dari Keselarasan Bunga Setangkai, segumpal tanah sebagai syarat diambil oleh tim relawan penjemputan dari perkuburan Tan Malaka di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kediri, Jawa Timur. Kemudian tepat pada 1 Maret 2017 lalu, prosesi pemakaman ulang secara agama dan adat jasad Tan Malaka telah dilaksanakan.

Dikatakan Ferizal Ridwan, Wakil Bupati Limapuluh Kota sekaligus motor gerakan perpindahan Makam Tan Malaka, jika prosesi pemakaman ulang jasad Tan Malaka awal Maret 2017 lalu sudah dilaksanakan dan sesuai dengan norma agama serta adat yang berlaku. Kuburan Tan Malaka terletak persis di halaman depan Rumah Gadang Tan Malaka. Sementara untuk prosesi akhir dari pemindahan makam Tan Malaka akan dilaksanakan pada tanggal 12 hingga 15 April 2017 mendatang. Prosesi akan diawali dengan doa serta zikir bersama.

Sebelum tiba di kampung halaman jelas Ferizal, petilasan Tan Malaka diarak ke-39 daerah yang pernah ia singgahi dan dijadikan basis perjuangan semasa hidup. Tiba di kampung halaman pada 27 Februari 2017 lalu, petilasan berupa bongkahan tanah makam Tan Malaka yang diletakkan dalam sebuah peti yang juga diarak keliling kampung mulai dari Halaban Kecamatan Lareh Sago Halaban menuju tanah kelahiran Tan Malaka. Jarak yang ditempuh sekitar 50 Kilometer.

''Tiba di Nagari Pandam Gadang, petilasan Tan Malaka kembali diarak menuju rumah Gadang dan selanjutnya disandingkan dengan makam ibunya yang berjarak sekitar 50 meter dari Rumah Gadang serta disemayamkan terlebih dahulu sebelum kemudian dimakamkan,'' kata Ferizal Ridwan melalui telepon seluler, Rabu 22 Maret 2017.

Saat itu papar Ferizal, suasana terasa haru. Ratusan warga setempat menggelar salat gaib serta berzikir dan memanjatkan doa bersama. Ini merupakan bukti jika warga kampung memang merindukan sosok Tan Malaka, sosok pahlawan yang selama ini terlupakan.  

Terkait gagalnya tim relawan penjemputan jasad Tan Malaka dari Kediri, Ferizal menegaskan jika hal tersebut bukan merupakan persoalan. Pada intinya, gerakan pemindahan makam Tan tak lain agar pemerintah mampu memberikan perhatian lebih besar terhadap Tan Malaka. Sejak ditemukan dan dipastikan pertama kali makam Tan Malaka tersebut, pemerintah dianggap kurang peduli. Di Selopanggung, makam Tan Malaka disebut dalam kondisi yang memprihatinkan. Ketika pihak keluarga mulai merenovasi serta mewacanakan pemindahan makam tersebut, kemudian muncullah perhatian dari pemerintah.

''Tak mampu membawa pulang jasad atau kerangka, sebongkah tanah pun sudah mewakili dan mencukupi syarat,'' tegasnya.

Di Kampung halamannya, Tan Malaka bukan hanya sekadar sosok pemuda kampung, tak hanya sebagai tokoh pergerakan yang revolusioner bahkan tak hanya pahlawan bangsa ini. Tan Malaka merupakan seorang Raja Adat Kelarasan Bungo Satangkai, Suliki Luak 50. 

Gelar Datuk Tan Malaka yang disematkan pada dirinya sekitar bulan Oktober 1913 silam. Pada masa itu Tan Malaka membawahi tiga nagari yakni Nagari kurai, Pandam Gadang dan Suliki dan juga membawahi sebanyak 140 datuk yang terdiri dari Delapan Dubalang, Satu Tuanku Rajo, Delapan Datuk Pucuk, dan 135 Datuk Andiko.

Tercatat, hingga saat ini gelar Datuk Tan Malaka sudah disandang oleh tujuh generasi. Ibrahim sendiri merupakan generasi penerus ketiga yang menyandang gelar tersebut. Generasi pertama yakni Amat Datuk Tan Malaka, kedua, Ma'Ali Datuk Tan Malaka, ketiga Abu Tahir Datuk Tan Malaka, Keempat Ibrahim Datuk Tan Malaka, kelima Somat Datuk Tan Malaka, keenam Abdul Muis Datuk Tan Malaka dan terakhir Hengky Novaron Datuk Tan Malaka. 

''Hilangnya Ibrahim selama ini membuat pemindahan Sako atau Gelar Datuk Tan Malaka secara adat tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna. Dengan ditemukannya Makam Tan di Selopanggung maka secara adat pemindahan Sako dapat dilaksanakan. Beberapa waktu lalu, tepat di makam Tan di Selopanggung kita menggelar upacara adat pemindahan Sako kepada Hengky Novaro yang merupakan generasi Ketujuh,'' kata dia.

Sebelumnya, tepat pada 12 September 2009 lalu, berkat petunjuk dari Sejarawan Belanda Harry A. Poeze, sebuah makam di Selopanggung, Jatim diduga kuat merupakan makam Tan Malaka ditemukan. Makam misterius itu kemudian dibongkar oleh tim forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Dari hasil uji kerangka jenazah, 99 persen jenazah yang ditemukan tersebut cocok dengan Tan Malaka.

Relawan yang tergabung dalam Tan Malaka Institute bersama dengan Yayasan Peduli Perjuangan (YPP) PDRI, berupaya melakukan pemindahan Makam Tan Malaka ke kampung halaman dari pekuburan yang terletak di Selopanggung, Kediri. ***