JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan sepuluh orang sebagai tersangka kasus dugaan suap dan pungutan liar terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Salah seorang di antaranya adalah hakim agung MA Sudrajad Dimyati.

Dikutip dari detik.com, hakim agung Sudrajad Dimyati mengaku kaget mendapat kabar dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Sudrajat Dimyati mengklaim dirinya tidak terlibat kasus tersebut.

''Saya clear pak. Saya tidak tahu apa-apa,'' kata Sudrajat Dimyati saat berbincang dengan detikcom, Jumat (23/9/2022) dini hari.

''Saya kok nggak tahu ya,'' kata Sudrajat Dimyati atas penetapan dirinya sebagai tersangka.

"Sekarang saya d irumah," sambung Sudrajat Dimyati.

Profil Sudrajat Dimyati

Dikutip dari kontan.co.id, Sudrajad Dimyati adalah hakim agung MA yang sebelumnya telah menjadi hakim di berbagai pengadilan. Berdasarkan, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Hakim Agung Sudrajad Dimyati pernah menjadi Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada tahun 2008.

Pada tahun 2012, Sudrajad Dimyati menjadi hakim di Pengadilan Tinggi Maluku. Sudrajad Dimyati juga menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Maluku.

Pada tahun 2013, Sudrajad Dimyati menjadi hakim di Pengadilan Tinggi Kalimantan Barat. Saat itu, Sudrajad Dimyati juga menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kalimantan Barat.

Pada tahun 2014, Sudrajad Dimyati terpilih menjadi salah satu hakim agung MA setelah lolos fit and proper test di DPR. Tahun sebelumnya, Sudrajad Dimyati pernah mencalonkan diri sebagai gakim agung MA namun gagal.

Merujuk website resmi Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi), Sudrajad Dimyati adalah salah satu anggota IKAHI. Sudrajad Dimyati lahir di Yogyakarta pada 27 Oktober 1957.

Sudrajad Dimyati adalah alumnus SMAN 3 Yogyakarta. Kemudian Sudrajad Dimyati menempuh pendidikan S1 Hukum Tata Negara di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Sudrajad Dimyati juga melanjutkan pendidikan S2 di universitas yang sama, dengan jurusan ilmu hukum.

Harta Kekayaan Sudrajad Dimyati

Sebagai hakim, Sudrajad Dimyati cukup rajin menyampaikan LHKPN. Sejak tahun 2008, Sudrajad Dimyati rutin menyampaikan LHKPN.

Tahun 2008, Sudrajad Dimyati melaporkan memiliki harta kekayaan Rp 1,06 miliar. Tahun 2012, harga kekayaan Sudrajad Dimyati meningkat menjadi Rp 2,3 miliar.

Tahun 2013, harta kekayaan Sudrajad Dimyati melonjak menjadi Rp7,8 miliar. Lalu, saat menjabat hakim agung, harta kekayaan Sudrajad Dimyati tahun 2016 dilaporkan susut menjadi Rp 7,5 miliar.

Sejak saat itu, Sudrajad Dimyati rutin menyampaikan LHKPN setiap tahun. Terakhir kali, Sudrajad Dimyati melaporkan LHKPN pada 31 Desember 2021 dengan jumlah harta kekayaan Rp10,78 miliar.

Harta kekayaan Sudrajad Dimyati tersebut antara lain berupa tanah dan bangunan senilai Rp 2,45 miliar. Tanah dan bangunan itu berada di 8 lokasi, di Jakarta dan Yogyakarta.

Lalu, harta kekayaan Sudrajad Dimyati berupa alat transportasi senilai Rp 209 juta dan harta bergerak lainnya Rp 40 juta. Harta kekayaan Sudrajad Dimyati lainnya adalah berupa kas dan setara kas senilai Rp 8,07 miliar.

Itulah informasi harta kekayaan Sudrajad Dimyati yang telah menjadi tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung.

10 Tersangka

Penetapan tersangka hakim agung Sudrajat Dimyati tersangka diumumkan Ketua KPK Firli Bahuri. Sudrajat salah satu dari sepuluh tersangka yang ditetapkan KPK dalam kasus yang sama.

Penyidik menetapkan 10 orang sebagai tersangka, termasuk SD hakim agung MA,'' kata Firli dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (23/9/2022).

Kesepuluh tersangka tersebut adalah:

Sebagai Penerima:

- Sudrajad Dimyati, Hakim Agung pada Mahkamah Agung

- Elly Tri Pangestu, Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung

- Desy Yustria, PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung

- Muhajir Habibie, PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung

- Redi, PNS Mahkamah Agung

- Albasri, PNS Mahkamah Agung

Sebagai Pemberi:

- Yosep Parera, Pengacara

- Eko Suparno, Pengacara

- Heryanto Tanaka, Swasta/Debitur Koperasi Simpan Pinjam ID (Intidana)

- Ivan Dwi Kusuma Sujanto, Swasta/Debitur Koperasi Simpan Pinjam ID (Intidana)

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, pihaknya telah mengantongi alat bukti yang cukup untuk menaikkan perkara ini ke tingkat penyidikan.

Diburu Bila Tak Kooperatif

Firli Bahuri menjelaskan, dari sepuluh tersangka, KPK baru menahan enam orang. Sementara, empat orang lainnya, termasuk Sudrajad belum ditahan.

''Sekarang ada enam tersangka yang sudah kita amankan dan langsung kita tahan. Empatnya kita perintahkan sebagaimana undang-undang, mereka bisa hadir,'' kata Firli dalam konferensi pers.

Firli meminta empat tersangka yang belum ditahan, termasuk Sudrajad, agar bersikap kooperatif memenuhi panggilan penyidik.

Firli menegaskan, pihaknya akan memburu hingga menangkap para tersangka yang mangkir.

''Pasti kalau tidak (kooperatif) kita akan melakukan pencarian dan kita akan melakukan penangkapan,'' ujarnya.

Amankan 205.000 Dolar Singapura

KPK melakukan OTT Jakarta dan Semarang pada Rabu malam. Selain mengamankan sejumlah orang, KPK juga mengamankan barang bukti berupa uang 205.000 Dolar Singapura.

''Jumlah uang yang berhasil diamankan sebesar SGD 205.000 dan Rp 50 juta,'' kata Ketua KPK Firli Bahuri, Jumat (23/9/2022).

Firli mengatakan, penangkapan itu bermula saat KPK mendapatkan informasi mengenai dugaan penyerahan sejumlah uang kepada hakim MA atau pihak yang mewakilinya.

Suap diberikan terkait penanganan perkara perdata koperasi simpan pinjam Intidana.

Menurut Firli, pada Rabu 21 September 2022, pihaknya menerima informasi bahwa pengacara bernama Eko Suparno selaku kuasa hukum Intidana akan menyerahkan uang uang kepada Desy Yustria, seorang PNS pada Kepaniteraan MA.

Desy diketahui merupakan tangan panjang dari Hakim Agung Sudrajad Dimyati.

Adapun penyerahan uang dilakukan di salah satu hotel di Bekasi, Jawa Barat, pukul 16.00 WIB.

Pada Kamis, (22/9/2022) pukul 01.00 WIB dini hari KPK kemudian bergerak dan menangkap Desy di rumahnya.

''Beserta uang tunai sejumlah sekitar 205.000 Dolar Singapura,'' kata Firli.

Di tempat lain, Tim KPK juga bergerak mencari dan menangkap Eko Suparno dan Yosep Parera selaku kuasa hukum Intidana di Semarang, Jawa Tengah.

Setelah itu, para terduga pelaku berikut barang bukti yang diamankan dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dimintai keterangan.

Kemudian, seorang PNS di MA bernama Albasri mendatangi gedung KPK guna menyerahkan uang sebesar Rp50 juta.***