PEKANBARU - Orang-orang yang mengaku menjadi korban investasi bodong brand sosis dan yogurt ternama, dengan kerugian mencapai Rp 60 miliar, beramai-ramai lapor ke Polda Riau.

Pantauan GoRiau di Mapolda Riau, Kamis (2/12/2021), tampak sekitar 6 orang yang mengaku korban investasi bodong produk sosis dan yougurt ternama tersebut berada di Polda Riau.

“Kami yang melapor hari ini ada 6 orang korban. Ini dibawah saya aja ada 30 orang yang ikut melalui saya, belum yang lain, ini hanya sebagian. Satu orang itu ada yang mengeluarkan uang Rp 50 juta, hingga Rp 60 juta,” kata seorang korban bernama Ana yang melapor di Polda Riau.

Kemudian salah satu korban bernama Rahmi juga mengaku telah dirugikan hingga Rp 2,1 miliar. Ia tergiur karena ditawarkan untung yang sangat besar.

“Awalnya dari teman-teman juga, karena melihat teman ada yang berhasil, makanya saya tergiur. Kerugian saya pribadi itu mencapai Rp 2,1 miliar. Belum ada untung, karena saya masuk yang terakhir, mulai dari Agustus, jadi pas macet saya baru gabung. Katanya dengan modal saya Rp 1,3 miliar keuntungan Rp 800 juta. Siapa yang tidak tergiur dengan keuntungan sebesar itu,” ungkap Rahmi.

Terpisah, Mirwansyah pengacara 6 orang korban mengatakan, dugaan investasi bodong itu sudah resmi dilaporkan ke Polda Riau, dengan terlapor seorang wanita berinisial MA, warga Bukittinggi, Sumatra Barat.

“SPKT Polda Riau sudah menerima laporan kita terkait dugaan investasi bodong terbesar, termashur di akhir tahun 2021 di Provinsi Riau. Kita laporkan MA dengan kerugian yang dialami klien kita, kurang lebih Rp 60 miliar,” kata Mirwansyah usai melapor di Mapolda Riau.

Pengacara alumni Fakultas Hukum UIR itu menjelaskan, modus operandi yang dilakukan terlapor MA adalah dengan cara menawarkan bisnis sosis merek Kanzler dan Yougurt Cimori.

“MA mencari donatur atau pemodal. Dan klien kita ini kurang lebih ada 6 orang, dari 6 orang ini dibawahnya ada 200 orang yang juga menjadi korban investasi bodong ini. Modus dan polanya, ada pengiriman produk ini di dalam dan luar negeri, contoh ke Malaysia, itu modalnya Rp 1,3 juta per box selama 25 hari akan cair, keuntungannya hampir 45 persen,” terang Mirwansyah.

Lebih lanjut kata Mirwansyah, setelah para korban ikut bergabung, sekitar bulan Februari 2021, pembayaran yang dijanjikan mulai macet pada bulan Agustus 2021. Bahkan memasuki bulan September pembayaran kepada para korban tidak ada sama sekali.

“Hingga saat ini kerugian klien kita hampir Rp 60 miliar, dan ini korbannya hampir 200 orang, dan disinyalir banyak korban-korban lainnya yang akan melapor, Rp60 miliar itu dari 6 orang korban, korban lain banyak lagi, korban-korban lainnya juga akan melapor, kita tunggu saja,” tandas Mirwansyah.

Untuk itu, Mirwansyah berharap agar Polda Riau memperhatikan kasus-kasus seperti yang dialami oleh kliennya, karena sudah banyak masyarakat yang menjadi korban.

“Harapan kita ini menjadi atensi bagi Bapak Kapolda Riau, Kapolri agar praktek investasi bodong ditindak dan dihukum seberat-beratnya,” tutup Mirwansyah. ***