PANGKALAN KERINCI, GORIAU.COM - Perusahaan dengan pemodal milik asing (PMA) asal Malaysia, PT Adei Plantation and Industry merupakan salah satu dari belasan perusahaan yang diindikasi Kementerian Lingkungan Hidup sebagai 'biang' kebakaran lahan di Riau. Namun managemen PMA ini membantahnya, meski titik kebakaran jelas terjadi di kawasan perkebunan milik perusahaan itu, namun diakui cuma kebakaran.

"Yang jelas kami tidak ada membakar lahan dan tidak mungkin pula kita melakukannya," kata Humas PT Adei Plantation and Industry RA Nasution di Pangkalan Kerinci, Pelalawan, Senin (24/6/2013).

Perusahaan milik pengusaha asal Malaysia ini bergera di bidang perkebunan kelapa sawit, mengelola beberapa kawasan di Kabupaten Pelalawan sejak belasna tahun silam.

Nasution mengatakan, alasan pihaknya membantah melakukan pembakaran lahan karena mengingat dari 12.860 lahan HGU yang dimiliki perusahaan hampir seluruhnya telah dilakukan penanaman sawit sejak 2006 lalu. Jadi tak mungkin karena kini sawit perusahaan sudah mencapai usia sampai 7 tahun masak dibakar.

"Apalagi sejak tahun 2006 lalu, kita mutlak menganut prinsip membuka lahan atau land clearing zero burning atau dikenal juga dengan istilah persiapan lahan tanpa bakar (PLTB)," katanya.

Diakui Nasution bahwa jika selama ini ditemukan titik panas (hot spot) dari areal perusahaan, hal itu memang merupakan insiden yang menjalar ke kebun perusahaan.

"Kami tidak membantah memang ada kebun sawit kita yang dalam HGU saja lebih kurang 8 hektar, lalu di luar HGU termasuk kebun sawit milik kelompok tani kemitraan kita yang terbakar sampai puluhan hektar. Tapi tunggu dulu, itu semua bukan dibakar tapi apinya berasal dari lahan konservasi yang menjalar ke kebun perusahaan. Bisa jadi, karena lahan konservasi itu ada dekat sungai lalu ada warga yang memancing ikan dan membuang rokok sembarang dipicu musim kemarau sehingga terjadilah kebakaran lahan. Atau memang ada lahan konservasi yang diusahakan oleh warga yang kita juga tidak tahu lalu membakarnya lalu menimbulkan hotspot dan ikut pula membakar kebun perusahaan," bebernya.

Menurut Nasution, akibat kebakaran yang menjalar ke kebun perusahaan membuat pihaknya mengalami kerugian cukup besar, karena harus melakukan pemulihan kebun sampai 6 bulan kedepan. Belum lagi kerugian yang menimpa kebun kelompok tani kemitraan dengan perusahaan yang sangat merugikan masyarakat.

Sementara terkait kebakaran yang terjadi di lahan konservasi yang menjalar hingga ke kebun perusahaan, Nasution menerangkan bahwa pihaknya telah melakukan upaya pembakaran. Semula pada 16-17 Juni terjadi kebakaran lahan konservasi di perbatasan Sungai Telayap dan itu sudah dipadamkan, lalu muncul lagi dan dipadamkan lagi menggunakan alat pemadam kebakaran yang dimiliki perusahaan melalui tim yang telah dibentuk tiap divisinya.

"Tak hanya itu, untuk masalah kebakaran ini juga kami telah melapor ke pihak BLH juga pihak kepolisian setempat, bahkan pihak kepolisian sudah turun langsung ke areal yang terbakar," katanya.

Beberapa areal yang terbakar yang menyebabkan terpantau hotspot di areal perusahaan lanjut Nasution berada di tiga lokasi berbeda di Kecamatan Pelalawan dan Kecamatan Bunut. Disebutkan, 1 titik api di Desa Telayap berada kebun Nilo Barat divisi 4 dan 5) seluas 2 hektar, Sungai Buluh Kecamatan Bunut yang berada di luar HGU lalu menjalar ke kebun sawit perusahaan lebih kurang 7 hektar berumur 6 dan 7 tahun.

"Keduanya telah kita padamkan tapi masih ada sedikit asap dan terus dilakukan pemadaman dan membuat isolasi. Namun ada kendala, karena api juga bisa melompat diterbangkan angin hingga meluas ke lahan lain," ujarnya.

Dikatakannya, selain lokasi tersebut, kebun terbakar juga terjadi di Sungai Jihad yang masuk izin areal Koperasi Petani Sejahtera di Desa Batang Nilo kecil seluas 15 hektar. Dan ini merupakan kebun masyarakat, dan posisi perusahaan pada kebun ini sebagai mitra karena kebun itu berada di lahan izin koperasi.

"Sumber api juga berasal dari areal konservasi. Dan sampai saat ini, kita terus berupaya memadamkan api dengan dua unit alat pemadam kebakaran portable yang telah dibeli perusahaan sejak tahun 2006 lalu seharga Rp 700 juta untuk 2 unit sibaura ditambah serta peralatan lain termasuk tim early warming yang segera bertindak jika terjadi kebakaran lahan.

Sementara itu, sumber dari satelit NOAA-18 yang dirilis BLH Kabupaten Pelalawan Senin (24/6) total jumlah hot spot yang terdeteksi sejak 1-23 Juni sebanyak 201 titik panas, khusus pada 23 Juni ada 36 titik.(ilm)