JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai, kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang tengah melanda sebagian wilayah Indonesia dan dampak asapnya yang dirasakan hingga ke negara tetangga, merupakan ulah tangan manusia demi keuntungan finansialnya.

Dirjen Penegakkan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani mengemukakan, 99 lebih sekian persen Karhutla, disebabkan oleh manusia. Sehingga penegakkan hukum menjadi kunci penanganan masalah ini.

"Mana ada petir musim kemarau? Istilahnya begitu!" kata Rasio Sani dalam diskusi 'Tanggap Bencana Karhutla' yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Jakarta, Senin (23/09/2019).

Pihaknya, kata Rasio Sani, telah menyegel sebanyak 52 perusahaan terkait Karhutla yang tersebar di Riau, Jambi, Sumsel dan juga Kalbar.

Dalam menangani Karhutla, KLHK juga telah mengirimkan sebanyak 288 surat peringatan pada terduga pelanggar yang menyebabkan Karhutla. Memberikan 211 sanksi administratif, 77 paksaan pemerintah, 16 pembekuan izin, 17 gugatan perdata dan 9 diantaranya sudah inkrah dengan nilai inkrah sebesar Rp3,15 triliun.

Ke depan, kata Rasio Sani, perlu dilakukan perluasan skala penindakan dengan pelibatan Pemda dalam pemberian sanksi pada para pelanggar. Perlu juga diterapkan pidana tambahan untuk meningkatkan efek jera. Setidaknya, ada UU PPLH, UU Kehutanan, UU perkebunan, UU TPPU, yang bisa dijadikan instrumen penegakkan hukum.

Dalam hal perluasan penindakan dengan melibatkan Pemda, Rasio Sani mengungkapkan, hal tersebut karena sebetulnya Pemda juga punya kewenangan dan tanggungjawab untuk itu.

"Penegakkan hukum ini akan efektif kalau semua yang punya kewenangan itu melakukannnya," kata Rasio Sani.

"Jadi siapa yang memberikan izin, harusnya memberi pengawasan," tukasnya.***