JAKARTA - Menteri Koordinator bid Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) RI, Mahfud MD berpandangan, terlalu banyak atau tidaknya jumlah personel TNI -Polri di Papua adalah hal relatif.

Sebab, ada juga yang menilai, jumlah personel TNI dan Polri untuk mengamankan Papua masih kurang.

Hal ini disampaikan Mahfud dalam konferensi pers usai menghadiri acara rapat bersama Forkopimda Provinsi Papua terkait situasi politik terkini, pendisiplinan masyarakat untuk taat protokol kesehatan Covid-19, dan terlaksananya program objek vital nasional di Papua, Rabu (22/7/2020), kemarin.

Mahfud, hadir bersama Mendagri, Panglima TNI yang diwakili Kasum TNI dan Kapolri yang diwakili Wakapolri dalam rangka serap aspirasi. Otonomi Khusus akan dilanjutkan dengan skema pembangunan gotong-royong lintas kementerian.

Mendagri Tito Karnavian, sebagaimana dikutip dari siaran pers Puspen Kemendagri, Kamis (23/7/2020) menyatakan, negara terbuka bagi eks anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua yang ingin kembali ke pangkuan Indonesia, selama tidak mendeklarasikan diri keluar dari kewarganegaraan Indonesia.

"Daripada nanti bunuh orang sana bunuh orang sini, akhirnya kemudian ya penegakan hukum harus kita lakukan. Bunuh orang nembak orang pasti akan ditegakkan hukum karena kita negara hukum, dan negara tidak boleh kalah dengan siapapun juga pelanggar hukum, termasuk kelompok bersejata ini. Kalau bunuh orang ya kita tegakkan, kalau kurang pasukan di organik yang ada di daerah kurang ya kita tambah," tegas Mendagri Tito.

Sementara itu, Anggota Komisi Intelijen DPR RI Dapil Papua, Yan Mandenas pada Selasa (21/7/2020) mengatakan, "Bagaimana kita bicara untuk menyelesaikan pembangunan di Papua kalau konflik masih terus berlanjut?".

Yang mengungkapkan, arogansi dari oknum aparat baik TNI maupun Polri masih sangat signifikan dan tidak terekspos. Terbaru, 2 warga sipil di Kabupaten Nduga ditembak oleh oknum aparat, dan 2 warga di Timika menjadi korban salah tembak oknum aparat karena diduga OPM.

"Makanya sudah berulang kali rapat di Komisi I dengan Panglima TNI, saya minta pasukan harus ditarik, dan dibentuklah Kodim, Koramil, untuk melakukan pendekatan teritorial," kata Yan.

Ia berpandangan, masyarakat Papua sebenarnya 'tidak berkonflik'. Tapi, "Pasukan ini kan kalau penugasan seperti sekarang ini, kan sifatnya berarti penugasan perang,".

Mana ada (pengiriman, red) pasukan yang penugasannya teritori, kecuali Kodim dan Koramil yang penugasannya teritori. Pasukan (yang dikirim, red) ini sifatnya perang, sikat," kata Yan.

Kondisi keamanan yang demikian, Yan berpandangan, selain perlu mengganti model pendekatan dari perang ke teritorial, perlu juga memproses kesalahan oknum aparat di peradilan umum, bukan di peradilan militer. Ini penting guna meminimalisir isu-isu pelanggaran HAM di tanah Papua.***