KETIKA tagline Riau The Homeland of Melayu untuk pertamanya kali di launching pada momen hari jadi ke-58 Provinsi Riau di tahun 2015, banyak tanggapan, silang pendapat dan perdebatan terhadap tag line tersebut. Ada yang menyatakan tag line dimaksud tidak konsisten menggunakan bahasa Melayu. Satu sisi ingin menyatakan jati diri Melayu, tetapi mengapa menggunakan bahasa Inggris, namun sebaliknya penyebutan Melayu tidak pula dalam istilah Inggris yakni "Malay". Penyebutan "Melayu" dalam artian "Suku Bangsa", karenanya tidak tepat  jika ditulis dengan terjemahan Inggris  “Malay”. Ada yang menyayangkan, mengapa tidak secara langsung memakai bahasa Melayu, yakni "Riau Tumpah Darah Melayu". Silang pendapat dan perdebatan terhadap tag line tersebut, bukan hanya di ranah Lembaga Adat Melayu Riau dan dikalangan masyarakat, namun juga penulis dengar jadi perbincangan teman-teman di Jakarta bahkan ada yang mempertanyakan langsung ke penulis. Hal yang sama juga diperdebatkan di Kementerian Pariwisata RI, sehingga Riau tidak jadi dinobatkan sebagai Peraih Penghargaan Pariwisata untuk Kategori Branding Pariwisata Populer, karena tag line tersebut dianggap inkonsisten.

Adapun dasar pertimbangan ketika tagline itu dibuat antara lain sebagai upaya penegasan Visi Riau 2020 sebagai Pusat Perekonomian dan Kebudayaan Melayu di Asia Tenggara. Riau the Homeland of Melayu, dimaksudkan sebagai harmonisasi dua sisi mata uang Visi Riau 2020 tersebut, sebagai ruh dan spirit yang harus saling mengisi antara satu dengan yang lain, sebagai Pusat Perekonomian dan sebagai Pusat Kebudayaan Melayu. Pertimbangan lainnya, bahwa perekonomian Riau tidak dapat lagi bergantung dengan Migas, tersebab itu harus segera beralih pada alternatif sumber perekonomian baru sebagai andalan pendapatan asli daerah, satu di antara sektor yg selama ini belum tergarap secara serius adalah Pariwisata. Alternatif pilihan pada sektor Pariwisata merupakan suatu keniscayaan bagi Riau sebagai perujudan dari azam menjadikan Riau sebagai Pusat Kebudayaan Melayu. Dasar pemikiran berikutnya, bahwa selama ini helat Hari Jadi Provinsi Riau terkesan biasa-biasa saja, tema yg dibuat pun sekedar tema normatif, tersebab itu perlu pembaharuan dan suasana yg baru untuk menjadikan momentum helat Hari Jadi Provinsi Riau sebagai sesuatu yg di nanti, momentum yg lebih bermakna dan memiliki kesan istimewa bagi semua elemen masyarakat, bukan sekedar rutinitas seremonial yang eksklusif.

Terhadap pilihan untuk menjadikan sektor pariwisata sebagai sumber andalan baru perekonomian Riau, yang sudah dinyatakan Gubenur Riau saat helat Hari Jadi Provinsi Riau ke 58 di tahun 2015 dan kembali ditegaskan oleh Gubernur Riau pada Pidato Hari Jadi Provinsi Riau ke 63 di tahun 2020 ini, akan sangat bergantung pada bagaimana rancangan “Konsepsi atau Format Pariwisata” yang akan diusung Riau dapat bersanding dan bertanding dengan daerah lain yang telah lebih dulu mengandalkan sektor pariwisata. Riau harus bisa menjual pariwisata yang berbeda dengan daerah tujuan wisata di Indonesia yg selama ini telah berhasil mengumpulkan devisa sebagai sumber pendanaan pembangunan andalan. Pariwisata yang ditawarkan hendaklah memiliki "Daya Tarik" (Keunggulan Komparatif) dan "Daya Saing" (Keunggulan Kompetitif) serta "Daya Ungkit' (Value Added). Apatah lagi jika untuk menjadikan Riau sebagai daerah tujuan wisata dunia.

Inilah antara lain maksud dan tujuan dari penetapan tag line "Riau The Homeland of Melayu" yakni sebagai branding dan strategi untuk mengkampanyekan dan mempromosikan pariwisata Riau dengan tujuan akhir meningkatkan daya saing pariwisata, meningkatkan kunjungan wisatawan, serta meningkatkan perekonomian masyarakat Riau.

Sebenarnya, dalam proses penetapan pilihan tagline tersebut, terdapat beberapa alternatif, antara 'Riau The Soul of Melayu", "Riau Truly Melayu", "Riau The Heart of Melayu", dan "Riau The Centre of Melayu", namun setelah melalui diskusi terbatas  dan pertimbangan yang sedemikian rupa, akhirnya dipilih dan ditetapkanlah Riau The Homeland of Melayu.

Sebagaimana kita mafhum bahwa sebagai satu dari strategi pemasaran, tujuan suatu branding adalah untuk menghasilkan sesuatu yang unik dan menarik, persembahan yang memenuhi rasional dan kebutuhan emosional pelanggan dengan cara yang lebih baik daripada kompetisi, sesuatu yang familiar untuk selalu di ingat dan jadi pilihan utama terhadap produk dan jasa yang ditawarkan.

Peluang pengembangan pariwisata masih terbuka lebar. Riau memiliki posisi geografi yang strategis di jalur Selat Melaka, berhadapan langsung dengan Negara Serumpun Melayu, Singapura dan Malaysia. Selain itu  bertetangga dengan Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki keindahan alam dan kental dengan budaya Melayu akan semakin memudahkan bagi Riau untuk merangkai pariwisata.  Rangkaian ini bisa dirajut dan disambung hingga ke Thailand dan negara-negara semenanjung, dengan mengangkat Pariwisata Berbasis Budaya, misalnya Napak Tilas Kerajaan Melayu sebagai paket wisata sejarah dan religi ataupun pendidikan. Dengan posisi geografi yang strategis tersebut, Riau memiliki akses mudah menuju negara jiran seperti Malaysia dan Singapura. Bahkan beberapa maskapai penerbangan, menyediakan rute langsung dengan biaya murah. Ini jelas menguntungkan para wisatawan manca negara untuk bisa berkunjung ke Riau dan Indonesia.

Selain potensi pariwisata berbasis budaya, sebenarnya Riau memiliki potensi obyek wisata alam dan dapat pula mengembangkan potensi agrowisata yang juga cukup banyak dimiliki Riau. Sensasi wisata alam dan petualangan (adventure) bisa juga dirasakan dengan menikmati keindahan berbagai air terjun dan ekosistem hutan alami di Riau, seperti Cagar Biosfir Giam Siak Kecil dan Taman Nasional Zamrud, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Taman Nasional Tesso Nilo, serta Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Hasyim di Minas. Riau bahkan memiliki air terjun tertinggi di Sumatera dengan ketinggian 130 meter. Itulah Air terjun Lubuk Bigau terletak di Kabupaten Kampar Riau. Lokasi air terjun yang terletak di tengah hutan belantara, diapit oleh pepohonan hutan yang lebat, berada di antara desa Lubuk Bigau, Kobun Tinggi dan Pangkalan Kapas Kecamatan Kampar Kiri Hulu memberikan sensasi petualangan luar biasa untuk sampai kelokasinya. Demikian juga Obyek Wisata Air Terjun Guruh Gemurai, Air Terjun Tujuh Tingkat, Air Terjun Hulu Lombu dan Air Terjun Denalo di Kabupaten Kuantan Singingi. Serta Air Terjun Aek Martua yang berada di kawasan dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan tepatnya di Desa Bangun Purba Timur Jaya, Kabupaten Rokan Hulu.

Riau juga memiliki beberapa even wisata yang menarik untuk dikunjungi diantaranya Bekudo Bono (Surfing Bono), Bono adalah gelombang besar yang menghulu kedalam sungai Kampar adalah salah satu yang terbaik di dunia. Selain itu Riau juga memiliki destinasi wisata diantaranya, Situs Candi Muara Takus yang merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya sekitar abad ke 4 atau 9, terletak di Desa Muara Takus, Kabupaten Kampar. Ada juga Istana Siak yang merupakan peninggalan Kesultanan Siak Sri Inderapura kerajaan Melayu terbesar abad ke 18 - 19 dan pernah menguasai 11 Kerajaan di kawasan Sumatera serta Semenanjung Melayu. Selain itu terdapat beberapa even pariwisata tahunan yang digelar di Provinsi Riau, yaitu Bakar Tongkang, Pacu Jalur, Tour de Siak, Gema Muharram dan Pekanbaru 10K, Festival Pantai Rupat, Festival Sagu Meranti, dsb.

Untuk mendukung konsep pariwisata Riau yang memiliki daya tarik, daya saing, dan daya ungkit, misalnya Riau membangun destinasi wisata Museum Migas Paripurna dengan "Konsep Modern dan Desain Futuristik" sebagai pusat informasi dan sarana pembelajaran sejarah maupun perkembangan teknologi Migas, sekaligus dimaksudkan sebagai warisan bahwa Riau sebagai daerah penghasil Migas terbesar di Indonesia telah memberikan kontribusi yang signifikan pada perekonomian nasional sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sampai dengan saat ini. Disamping itu, patut juga dibangun Museum Kertas tersebab terdapat dua industri Pulp and Paper terbesar di Asia Tenggara dan Museum Sawit tersebab terdapat Industri Kelapa Sawit dan Perkebunan di Riau yang saat ini luasan kebunnya lebih dari empat juta hektar.

Pengembangan pariwisata Riau, patutlah juga bersinergi dan diarahkan  bagi men-trigger tumbuh kembangnya industri kreatif  maupun UMKM atau ekonomi kerakyatan. Demikian juga harus dapat mengoptimasi fasilitas pariwisata seperti sarana perhotelan bertaraf internasional yang telah beroperasi di Riau, maupun infrastruktur Jalan Tol Permai (Pekanbaru-Dumai) dan Jalan Tol Pekanbaru-Padang. Tersebab pariwisata merupakan perekonomian lintas sektor dan lintas dimensi, pariwisata bukan semata tupoksi Dinas Pariwisata atau Dinas Kebudayaan, untuk itu program pengembangan pariwisata mesti dilakukan secara sinergi antar OPD (Dinas dan Institusi terkait). Sinergi program mutlak untuk dilakukan, Dinas Pariwisata dan Dinas Kebudayaan bisa saja sebagai leading sector, sedangkan OPD lain sebagai pendukung dan yang memperkuat, antara lain Dinas PU untuk mendukung infrastruktur, demikian juga Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Koperasi dan UKM untuk sektor ekonomi ril (kuliner, handycraft, industri kreatif, MICE, dsb.), Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Pendidikan berkaitan dengan SDM pendukung pariwisata, demikian juga OPD teknis lainnya (Perikanan, Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, dll) menyesuaikan dengan tupoksi masing-masing. Pun demikian untuk tetap di ingat, perlu disiasati menggerakkan pariwisata dalam situasi pandemi Covid 19 dan era new normal, jangan sampai menjadi kontraproduktif dari tujuan awal pariwisata sebagai trigger perekonomian menjadi sebaliknya sebagai bencana.

Dalam konteks "Riau The Homeland of Melayu", sejatinya konsepsi dan format pariwisata Riau patut tunak dengan ruh dan spirit Melayu Riau, artinya destinasi wisata maupun even pariwisata yang di rancang dan ditawarkan patutnya dengan warna dan nuansa Budaya Melayu Riau. Kebudayaan Melayu adalah identik dengan Islam, kebudayaan yang dibangun atas norma dan nilai-nilai yang bersumber dari nilai-nilai atau ajaran Islam. Bagi orang Melayu, nilai budaya dan norma-norma sosial masyarakat haruslah mengacu pada ajaran Islam, sangat pantang untuk bertelikai dan melanggarnya. Meskipun Melayu bersifat terbuka, berbagai nilai budaya dan norma sosial yang datang dari luar mesti lah diserasikan, disesuaikan, dan diluruskan terlebih dahulu agar sesuai dengan ajaran Islam. Yang tidak sesuai dan tidak dapat diluruskan maka akan segera dibuang. Tersebab itu, ketika sektor pariwisata akan dijadikan sebagai andalan baru sumber pendanaan pembangunan, sekali lagi harus mempertimbangkan dan konsisten menerapkan norma dan nilai Kebudayaan Melayu Riau. Apatah itu saat merancang pengembangan destinasi wisata seperti Situs Candi Muara Takus ataupun even-even pariwisata, termasuk meninjau kembali dan melakukan penyesuaian terhadap even pariwisata Bakar Tongkang ataupun Pacu Jalur, demikian juga harus berani dan tegas mempertimbangkan lagi tradisi Tepuk Tepung Tawar yang merupakan warisan tradisi Melayu Pra-Islam (animisme).

Untuk meujudkan hal tersebut, pemerintah Riau dapat duduk bersama Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Akademisi dan stake holder maupun share holder pariwisata, sehingga akan didapat dan disepakati  "Konsep/Format Pariwisata Khas Riau",  Pariwisata Melayu dengan warna, ruh dan napas Melayu. Yang tidak kalah penting dan jangan terlupakan, adalah mempersiapkan masyarakat (SDM) Riau untuk mengambil peran aktif memanfaatkan potensi ekonomi pariwisata dan memberikan pemahaman (edukasi) kepariwisataan kepada masyarakat, juga mengajak seluruh masyarakat dari berbagai etnis untuk bersatu menciptakan Riau yang kondusif, aman, nyaman, bebas dari ancaman terorisme yang dapat berdampak buruk pada pariwisata maupun perekonomian Riau. Pada tahap awal dan mendesak, ketika wisatawan/pengunjung datang ke Riau, idealnya suasana lingkungan dan keseharian Melayu Riau sudah terlihat dan dirasakan di pintu gerbang (perbatasan wilayah darat Riau) dan halaman muka (pelabuhan) maupun ruang-ruang publik. Setidaknya ditandai dengan penggunaan Bahasa Melayu Riau dalam aktivitas sosial maupun sikap dan prilaku masyarakat Riau. Apa tanda Melayu Jati, elok budi santun bahasa. Apa Tanda Melayu Beradat, Syara' di pegang Qur'an dan Sunnah di ingat. ***

Tentang Penulis: Muhammad Herwan, saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Sekjen Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR), Wakil Sekretaris Dewan Pendidikan Provinsi Riau dan juga Perumus Naskah Awal Visi Riau 2020. ***