JAKARTA, GORIAU.COM - PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN), menilai pajak ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah sebesar 10,5 persen pada Maret ini membuat harga komoditas menjadi tidak kompetitif di pasar.

"Memang tidak terlalu tinggi. Tapi 0,5 persen lebih tinggi atau di atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN)," kata Direktur Operasional PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN), Iman Bimantara, usai RDP dengan Panitia Kerja Kelapa Sawit dan Karet Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung DPR, Jakarta, Senin (18/3/2013).

Iman menuturkan, Malaysia tidak memberlakukan pajak ekspor untuk CPO, namun kontribusi dari pajak yang dinilai memberatkan, dapat dikembalikan untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur terutama di pelabuhan dan jalan raya menuju ke pelabuhan yang saat ini banyak kerusakan.

"Misalnya untuk mengantre di pelabuhan Dumai itu butuh delapan hari, itukan terlalu lama dan bisa menyebabkan kapal-kapal pengangkut CPO dari pembeli terlalu lama," katanya.

Sementara Indonesia, kapal-kapal harus membayar biaya lagi untuk menunggu di pelabuhan. Dan ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan harga CPO menjadi tidak kompetitif di pasar.

Sedangkan saat ini harga CPO yang berasal dari sejumlah SPT Perkebunan Nusantara (PTPN) yang dijual oleh PT KPB Nusantara sudah menjadi harga acuan petani. "Sekitar Rp7.500 per kilogramnya termasuk PPN," katanya.

Iman mengungkapkan, 100 persen suplai CPO yang diterima dari sejumlah PTPN, sebanyak 75 persen dijual ke pasar impor dan 25 persen dijual ke pasar lokal. Seperti diketahui, PT KPBN adalah anak usaha dari PTPN I-XIV dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (PT RNI). PT KPBN memasarkan komoditas agro industri produksi BUMN, yang meliputi CPO, karet, latex, teh, Kopi, coklat, gula tetes baik di pasar lokal maupun ekspor. (oz)