PERHELATAN akbar pesta demokrasi pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2024-2029 tinggal menghitung hari dan suhu perpolitikan di Indonesia semakin terasa menghangat.

Gesekan dan konflik di masyarakat sering kali terjadi akibat hoaks atau berita palsu yang menyesatkan. Kondisi ini diperparah dengan rendahnya kemampuan masyarakat dalam menyaring informasi untuk mencari kebenarannya.

Informasi-informasi yang menyesatkan akan semakin memperkeruh suasana di masyarakat dan pada akhirnya akan memperparah kondisi modal sosial yang saat ini sudah terbangun.

Kondisi ini akan membuat masyarakat akan semakin saling tidak percaya dan toleransi antar umat beragama semakin menurun. Padahal kita semua sepakat, pembangunan tidak akan terwujud tanpa didukung dengan kondisi modal sosial yang baik.

Modal sosial merupakan sumber daya yang melekat dalam hubungan sosial. Modal sosial terbentuk dari hubungan sosial antar individu sehingga besaran modal sosial sangat bergantung pada kemampuan dalam hubungan sosial atau kapabilitas sosial individu.

Pada umumnya, para ahli memandang modal sosial setara dengan modal pembangunan lainnya yaitu modal ekonomi dan modal manusia. Modal sosial bahkan tidak jarang dilihat sebagai katalisator atau perekat yang memungkinkan modal-modal pembangunan lainnya bekerja saling memperkuat untuk menghasilkan output yang lebih efektif dan efisien.

Kondisi Modal Sosial di Riau

Rasa percaya merupakan unsur utama pembentuk modal sosial. Tanpa adanya rasa percaya antar individu, maka akan sulit terjadi hubungan sosial yang baik di masyarakat. Rasa percaya merupakan perwujudan dari modal sosial kognitif yang dapat tercermin dari persepsi sikap percaya individu terhadap anggota dalam suatu komunitas. Pada lingkup masyarakat desa, sikap percaya tercermin dalam interaksi sosial sehari-hari antar anggota masyarakat. Selain itu juga akan tercermin dari sikap toleransi antar anggota masyarakat yang tergambar dalam kerukunan hidup dimasyarakat.

BPS mencatat, sikap percaya masyarakat di riau terhadap ketua lingkungan setempat, terhadap aparatur desa/kelurahan serta terhadap pemerintah kabupaten/kota sangat bervariasi. Sikap percaya terhadap ketua lingkungan setempat sebesar 76,29 persen, sikap percaya terhadap aparatur desa/kelurahan sebesar 74,48 persen, serta sikap percaya terhadap pemerintah kabupaten/kota sebesar 72,31 persen.

Hubungan antar tetangga merupakan salah satu bentuk hubungan sosial sehari-hari serta dilakukan antar anggota masyarakat yang mempunyai posisi setara dalam struktur sosial.

Sikap percaya antar tetangga sangat beragam dan mungkin dipengaruhi oleh faktor budaya atau sosial di daerahnya masing-masing.

BPS mencatat, bahwa 78,95 persen masyarakat di riau percaya menitipkan rumah mereka kepada tetangganya saat berpergian atau saat rumah dalam keadaan kosong.

Di samping itu, toleransi juga merupakan salah satu perwujudan modal sosial kognitif yang dipahami sebagai sikap mau menerima dan menghargai perbedaan diantara anggota masyarakat.

Toleransi dalam sehari-hari terlihat dari sikap toleran terhadap persahabatan antar suku bangsa dan agama yang dilakukan oleh masyarakat. BPS menggambarkan bahwa persepsi masyarakat riau terhadap pembatasan pelaksanaan ajaran agama orang lain yang minoritas hanya sebesar 59,08 persen. Sedangkan persepsi masyarakat riau yang cenderung hanya berteman baik dengan orang yang satu suku hanya sebesar 69,35 persen.

Komponen lain pembentuk modal sosial yang yang tidak kalah menarik adalah budaya tolong menolong sesama masyarakat. Masyarakat di Riau yang bersedia membantu tetangga yang membutuhkan pertolongan karena tertimpa musibah sebesar 81,60 persen.

Mewaspadai isu-isu negatif yang menyebabkan adanya konflik di masyarakat dan pada akhirnya akan menghancurkan kondisi sosial yang telah terbangun bukanlah tanpa alasan.

Pertama, rasa percaya masyarakat Riau terhadap aparatur negara dari tingkat lingkungan setempat sampai dengan aparatur desa/kelurahan, pemerintah daerah baik kabupaten/kota dan provinsi serta pemerintah pusat tergolong tinggi, yaitu sebesar 70 persen.

Tingginya rasa percaya ini adalah suatu anugerah, akan tetapi akan menjadi suatu petaka apabila aparatur lalai memberi contoh yang baik kepada masyarakat.

Kedua, isu toleransi agama dan suku merupakan isu yang sangat berbahaya. BPS mencatat persepsi masyarakat riau terhadap pembatasan pelaksanaan ajaran agama orang lain yang minoritas hanya sebesar 59,08 persen.

Kondisi ini diperparah dengan persepsi masyarakat Riau yang cenderung hanya berteman baik dengan orang yang satu suku hanya sebesar 69,35 persen.

Tanggung Jawab Bersama

Upaya menjaga Riau agar tetap menjadi wilayah yang damai dan nyaman harus menjadi tujuan utama serta menjadi tanggung jawab kita bersama.

Sebagai masyarakat kita harus mampu memilah informasi dengan benar serta bijak dalam menyikapinya. Menelusuri informasi dengan menyaring informasi yang benar sangat diperlukan mengingat banyaknya berita bohong/hoaks yang beredar.

Selain itu, mengingat besarnya harapan masyarakat Riau yang ditandai dengan tingginya rasa percaya masyarakat terhadap aparatur negara, tokoh masyarakat dan tokoh agama, maka sudah seharusnya aparatur negara serta tokoh masyarakkat maupun tokoh agama menjadi teladan dimasyarakat.

Aparatur negara serta tokoh masyarakat maupun tokoh agama adalah cermin bagi masyarakat, sehingga segala ucapan dan tingkah laku mereka akan selalu dilihat. Disinilah pentingnya mereka untuk terus berupaya menjaga persatuan dimasyarakat.

Mengingat suasana politik yang semakin memanas, sekali saja aparatur negara/tokoh masyarakat atau tokoh agama memberikan statemen yang negatif, maka pengaruhnya akan sangat besar di masyarakat.

Meningkatkan kewaspadaan terhadap isu agama sangatlah penting mengingat isu ini merupakan isu sensitif dan mampu memecah belah persatuan kita.

Pemerintah harus menjamin bahwa proses perhelatan akbar pesta demokrasi berjalan lancar, jujur dan damai sehingga tidak menimbulkan kekacauan dimasyarakat.

Kita harus bersinergi bersama menjaga agar isu-isu negatif/hoaks tidak beredar di masyarakat. Isu-isu akan menyebabkan konflik yang pada akhirnya akan menghancurkan modal sosial yang telah terbangun. Kita harus sepakat bahwa kita tidak akan mampu membangun riau yang makmur tanpa didukung dengan kehidupan yang rukun, aman dan damai.***

Mujiono adalah Statistisi Ahli BPS Provinsi Riau.