JAKARTA - Sebuah rumah mewah di RT 06/RW 02 Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, terlihat terlantar. Meski ada penghuninya, namun sejak belasan tahun lalu, air dan listrik tidak lagi mengalir ke rumah tersebut.

Penghuni rumah itu adalah Eny Sukaesih dan putranya, Tiko (23). Tiko dan ibunya berdua saja tinggal di rumah tersebut sejak 12 tahun lalu, setelah ayahnya pergi entah ke mana.

Dikutip dari Merdeka.com, Ketua RT 06/RW 02 Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, Noves Haristedja menceritakan, Tiko sudah menetap di rumah itu sejak usianya dua tahun. Kira-kira saat itu tahun 2002. Ibu dan ayahnya pun masih bersama.

Keluarga itu, kata Noves, bisa dikatakan cukup mampu. Tak hanya terlihat dari rumahnya yang sangat besar dibandingkan warga lainnya. Suami ibu Eny juga berpenampilan sangat necis.

"Kalau dilihat rumahnya, pasti ya orang mampu. Apalagi kalau lihat penampilan bapaknya waktu masih ada, memang berbeda dengan kita. Terlihat dari rumahnya juga paling bagus di sini dahulu," kata Noves kepada merdeka.com, Kamis (5/1).

Entah apa yang terjadi kala itu, pada 2010 silam, suami ibu Eny pergi dari rumah itu. Meninggalkan sang istri serta buah hatinya. Informasi beredar kala itu, tuan rumah kembali ke kampung halamannya.

"Jadi tinggal Tiko dan ibunya. Entah itu bercerai, entah itu apa, saya kurang tahu pasti," tambah Noves.

Sejak tinggal berdua, ekonomi keluarga tersebut mulai merosot. Eny sempat membuat kue dan gorengan untuk dijual. Tiko bagian menjajakan pada tetangga. Tapi usaha itu tak berlangsung lama.

Makin hari, ekonomi mereka kian terpuruk. Tak punya duit bayar listrik dan air. Hingga akhirnya diputus. Tiko pun ikut terdampak putus sekolah saat kelas 1 SMP atau sekitar 2012.

Tak ada lagi pemasukan, Tiko terpaksa menjual barang-barang yang ada di rumahnya. Seperti piring, sendok, microwave, ikat pinggang, loyang kue, dan lain sebagainya. Tiko juga berkeliling kepada tetangga untuk meminta bantuan.

"Banyak tuh warga yang nyumbang. Warga sebelah juga kasih air ke sini. Lilin juga ada dikasih," ujar Noves.

Di 2015, saat Noves menjabat, Noves mengajak Tiko untuk menjadi petugas pengamanan di kompleks tersebut. Namun, Tiko menolak karena ibunya tak memberi izin.

"Sepanjang waktu, mungkin karena kebutuhan ekonomi, sekitar 2016 ibunya Tiko kirim surat ke saya. 'Pak Noves, saya pinjam uang. Jaminannya Tiko jadi keamanan' ya Alhamdulilah jadi keamanan sampai saat ini," kata Noves.

Saat Tiko berusia 17 tahun, Noves membantu membuatkannya KTP, begitu juga Eny. Kemudian, Tiko juga dibuatkan SIM.

"Saya tawarkan Tiko saat ada pembuatan SIM kolektif. Supaya dia aman ke mana-mana. Kalau mungkin ada pekerjaan di tempat lain jadi sopir kan bisa," ujar Noves.

Setelah mendapatkan SIM, banyak warga yang meminta bantuan Tiko untuk mengantar mereka. Tidak berhenti di situ, Noves juga membantu Tiko melanjutkan pendidikannya. Kini, Noves sudah kelas 3 SMP.

"Ada penawaran sekolah paket C dari pemerintah ya. Alhamdulillah Tiko dan ada dua keamanan lain yang ikut sekolah," kata Noves.

Soal kondisi Eny, Noves merasa warganya tersebut tak tepat disebut mengalami gangguan jiwa. Karena, masih bisa berinteraksi dengan warga.

"Kalau dibilang gangguan jiwa, nggak seperti anggapan lainnya karena ibunya Tiko interaktif juga. Kadang sama saya juga kalau ketemu saya tegur dia nyapa juga. Dia juga masih suka keluar beli makanan, ambil air," kata Noves.

Kerap Tolak Bansos

Terpisah, Lurah Jatinegara Slamet Sihabudin memastikan Tiko dan ibunya masuk daftar penerima bantuan sosial, namun mereka kerap menolaknya.

"Kalau dikasih bantuan sosial enggak mau," ujar Slamet.

Warga setempat selalu memikirkan cara agar tetap menyalurkan bantuan itu.

"Tapi kita namanya lingkungan supaya bantuan bisa nyampe ke Ibu Eny gimana, yaitu si Tiko kan diberdayakan sebagai petugas keamanan lingkungan," tambah Slamet.

Ibu Tiko menolak karena ia masih merasa orang yang berkecukupan.

"Iya begitu (tidak menerima bansos). Karena kan dia itu kan awalnya orang berada. jadi enggak mau dibantu," tambah Slamet.***