JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian membantah tudingan bahwa Kemendagri memberikan kewenangan penuh terhadap penjabat (Pj) kepala daerah memberhentikan dan memutasi aparatur sipil negara (ASN).

Dikutip dari Tempo.co, Tito menegaskan, Surat Edaran (SE) yang diterbitkannya pada Rabu, 14 September 2022 lalu merupakan bentuk efisiensi agar pelayanan lebih fleksibe dan lincah. Menurutnya, SE ini tidak bertentangan dengan Undang-Undang.

Dijelaskannya, dalam surat keputusan (SK) penunjukan Pj kepala daerah, disebutkan masa jabatannya hanya satu tahun dan diperpanjang bisa dengan orang yang sama atau berbeda.

''Kalau ada Pj yang sewenang-wenang, kami perketat. Tiga bulan sekali mereka berikan pertanggungjawaban. Kemudian sistem pengawasan juga, ini surat keputusan (SK) mereka hanya satu tahun, bisa diperpanjang dengan orang yang sama atau beda. Kalau sewenang-wenang bisa diganti,'' tegas Tito dalam Rapat Kerja bersama Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (21/9/2022).

Dikatakannya, masyarakat tidak perlu khawatir terhadap potensi politisasi karena kewenangan Pj diatur dalam SE. Sebab, kata dia, kewenangan Pj hanya sebatas memberhentikan ASN yang terjerat masalah hukum.

''Kewenangannya hanya menandatangani yang sudah berhadapan dengan masalah hukum dan harus diberhentikan,'' ujarnya.

Tito Karnavian menjelaskan, SE yang diberikan kepada Pj kepala daerah dipantik keluhan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah yang mulai kewalahan. Pasalnya, dalam beberapa hal kepegawaian, penjabat memerlukan persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri.

Melalui SE tersebut Kemendagri membolehkan Pj kepala daerah memutasi maupun memberhentikan pejabat atau aparatur sipil negara (ASN) tanpa persetujuan Kemendagri.

“Semenjak adanya 6 kepala daerah gubernur dan 68 Pj bupati-wali kota, jadi 76 sekarang. Ini Otda mulai teriak-teriak, mengeluh, karena banyak sekali. Kan (Pj) tidak boleh mutasi pegawai, ada beberapa persetujuan yang perlu diminta ke Mendagri,'' kata Tito dalam Rapat Kerja bersama Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu, 21 September 2022.

Menurutnya, birokrasi tersebut bisa disederhanakan. Dia menyebut Pj dapat menandatangani surat pemberhentian sementara pada pejabat ASN yang terkena pidana dan diputuskan dalam sidang pelanggaran disiplin. ''Itu pun 7 hari kemudian harus lapor ke Kemendagri dan saya bisa meralat,'' kata dia.

Adapun ihwal kewenangan mutasi, Tito menjelaskan, ketika pejabat ASN sudah terkena masalah hukum dan sudah ditahan mestinya segera diberhentikan. Aturan sebelumnya yang menyebut perlu izin tertulis dari Kemendagri, kata Tito, bakal membuat proses lebih panjang.

''Nanti kalau 270 daerah yang numpuk di Otda, akan jauh lebih banyak lagi. Ini baru 74, kalau 270 berarti berarti 3 kali lipat numpuknya. Sehingga yang bisa disimpelkan, disimpelkan. Jadi masalah teknis saja,'' ujarnya.

Minta Dicabut

Sementara Wakil Ketua Komisi II DPR, Saan Mustopa, meminta Tito segera mencabut SE tersebut. Sebab, ia menilai ada potensi penyalahgunaan dari Pj kepala daerah dengan kewenangan yang tertuang dalam SE. Menurutnya, birokrasi yang dinilai ribet bertujuan untuk menghindari tindakan sewenang-wenang.

'"Nah kalau diberikan ruang melalui SE ini, sama juga memberikan legitimasi ke dia (Pj) untuk hal-hal yang berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan politiknya, akan bertindak sewenang-wenang juga terhadap ASN karena tidak perlu izin tertulis. Dan surat edaran ini banyak bertentangan dengan Undang-Undang,'' kata Saan.

Ia menilai Kemendagri perlu berdiskusi dengan DPR apakah SE akan dicabut atau direvisi. Namun, secara pribadi Saan meminta agar SE Kemendagri itu dicabut.

''Saya mengusulkan SE dicabut. Karena nanti rawan interpretasi, bukan hanya oleh Pj, tapi juga rawan interpretasi di publik. Ini penting,'' tegasnya.***