SELATPANJANG, GORIAU.COM - Potret buram pendidikan nasional masih menyisakan cerita pilu. Anak-anak sekolah di pelosok pedesaan dan pulau terluar harus menghadapi kenyataan pahit. Mereka belajar di gubuk reot.

Itulah yang dialami Embun, Ana dan anak-anak Komunitas Adat Terpencil (KAT) di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Anak-anak sekolah dasar di Dusun Parit Ambai Desa Mengkikip Kecamatan Tebing Tinggi Barat ini harus rela belajar di sebuah rumah milik warga yang sudah reot.

Berbekal semangat dan mimpi untuk meraih masa depan yang lebih cerah, anak-anak sekolah di pedesaan terpencil di ceruk negeri ini bersekolah dengan fasilitas seadanya. Padahal, negeri ini sudah lebih dari setengah abad merdeka dari belenggu penjajahan.

Pakaian lusuh dan tak bersepatu mereka harus bersekolah di bangunan yang tak memadai menjadi pemandangan yang tak pernah usai. “Kita mau bersekolah, kita semua mau pandai dan menjadi guru. Di sinilah kami sekolah, belajar menulis dan membaca dari bapak guru kami yang baik” tutur Embun salah seorang siswa kelas jauh SD Negeri Penggaram Dusun Parit Ambai.

Embun dan teman-temannya merupakan potret buram dari ribuan anak-anak KAT di negeri ini yang harus belajar dengan fasilitas seadanya. Meskipun harus belajar di ruang yang sederhana, dinding berlubang, lantai yang mulai lapuk dan atap yang tak lagi mampu menahan deras air hujan yang turun, Embun dan teman-teman tak pernah surut semangat.

Bagi mereka, sekolah menjadi hari-hari yang sangat menyenangkan. Hujan yang mengguyur dan membuat becek jalan setapak yang mereka lalu setiap harinya ke sekolah seakan menjadi saksi bisu mirisnya nasib mereka memperjuangkan masa depan.

Minimnya fasilitas tak membuat anak-anak KAT di Parit Ambai ini putus asa. Bahkan, semangat anak-anak menjadi pelecut guru-guru mereka untuk terus mengabdi.

“Terkadang ada rasa jenuh. Tetapi semangat dan kemauan mereka menjadi pelecut pengabdian kami untuk terus menjadi guru mereka. Apalagi saat mereka belajar hujan turun. Anak-anak tak pernah mengeluh, malah berebutan membantu menggeser tempat duduk. Bapak guru, kita tetap belajar kan?" kata Fakhruiddn, salah seorang guru menceritakan bagaimana muridnya tetap bersemangat belajar meski harus berimpit di kelas yang bocor.

Hidup Terisolir 

Dusun Parit Ambai merupakan noktah kecil kawasan pemukiman KAT di Desa Mengkikip, Kecamatan Tebing Tinggi Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti, di daerah kawasan Air Mabuk Meranti. Dusun ini dihuni oleh sekitar 67 KK dari Komunitas Adat Terpencil yang hidupnya dalam lingkaran kemiskinan.

Rata-rata warga dusun ini hidup dari bertani, mencari ikan dan kehidupan tradisional lainnya. Selain hidup miskin, warga KAT hidup terpencar. Belum terbangunnya akses jalan lintas ke Desa Mengkikip dan kota kecamatan membuat warga hidup terisolir. Satu-satunya akses menuju Dusun Parit Ambai dan Dusun Penggaram adalah dengan menyusuri laut sekitar 1-2 jam.

''Kita berharap pada Tahun Anggaran 2014, Pemkab Meranti mau membuka dan membangun jalan akses menuju Dusun Parit Ambai. Sudah puluhan tahun mereka hidup terisolir, kasihan. Anak-anak mereka juga harus bersekolah di gubuk reot. Sulit menggambarkan beratnya perjuangan dan pengorbanan Bapak Fakhrudin untuk mau menetap dan mengajar di Parit Ambai. Terima kasih Pak Guru,'' ungkap Kepala Desa Mengkikip Tarmizi.

Menurut Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Meranti Rismawardi DJ, Kamis (2/4), gedung sekolah di Dusun Penggaram sudah ada. Gedung permanen yang dibangun Pemkab Bengkalis sebelum Meranti mekar masih layak. Yang menjadi persoalan adalah akses jalan dari Parit Ambai ke Penggaram belum terbuka, masih berupa hutan belukar. Sarana tempat tinggal para guru juga tidak tersedia.

''Persoalannya adalah akses jalan dari Parit Ambai ke Penggaram belum terbuka. Di Penggaram sudah ada gedung SD Negeri permanan dengan tiga ruang kelas belajar. Kita akan upayakan untuk membangun fasilitas perumahan dinas di SD Penggaram,'' kata Rismawardi. ***