PEKANBARU - Seakan tak pernah habis-habisnya masalah korupsi di Riau, kasus demi kasus terus terungkap. Jika beberapa waktu terakhir yang digarap aparat penegak hukum masih sebatas kegiatan Pemda, kini dugaan korupsi juga terjadi di Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Dugaan korupsi yang sedang disidik Kejaksaan Tinggi Riau adalah proyek pembangunan Saluran Kabel Tekanan Tinggi (SKTT) Bawah Tanah 150 kV Gas Insulated Substation (GIS) Kota Pekanbaru, Gardu Induk Garuda Sakti tahun anggaran 2019.

Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Bidang Pidsus Kejati Riau, Rizky Rahmatullah mengatakan bahwa saat ini pihaknya tengah mengusut dugaan korupsi di Unit Induk Pembangunan (UIP) PLN Sumatera Bagian Tengah, Unit Pelaksana Proyek Jaringan (UPTJ) Riau-Kepri.

Dugaan korupsi itu terkait pembangunan SKTT Bawah Tanah 150 kV GIS Kota Pekanbaru, Gardu Induk Garuda Sakti tahun anggaran 2019.

Berdasarkan hasil gelar perkara yang telah dilakukan oleh Tim Pidsus Kejati Riau pada Selasa (10/1), kasus ini statusnya sudah ditingkatkan dari tahap penyelidikan ke penyidikan.

''Penyelidikan sudah dimulai sejak Oktober 2022 lalu. Saat ini sudah pada tahap penyidikan,” kata Rizky Rabu (12/1/2023).

Bahkan, penyidik sudah menemukan indikasi atau dugaan adanya perbuatan melawan hukum dalam pengerjaan proyek itu. “Ada perbuatan yang berpotensi atau diduga dapat menimbulkan kerugian keuangan negara," lanjut Rizky.

Rizky menjelaskan bahwa tahun anggaran 2019 UIP PLN Sumatera Bagian Tengah, UPTJ Riau-Kepri, melaksanakan pembangunan SKTT bawah tanah.

Nilai pagu pekerjaan pembangunan proyek ini sebesar Rp320 miliar lebih. Dana ini bersumber dari anggaran PLN.

Dari nilai pagu itu, berdasarkan hasil proses pelelangan terbatas, proyek dimenangkan oleh perusahaan dengan inisial PT T.

"Kemudian dilaksanakan kontrak dengan nilai Rp276 miliar lebih. Lalu dilakukan adendum pertama terkait perubahan dengan nilai kontrak sebesar Rp306 miliar lebih. Dilakukan pula adendum kedua terkait perubahan nilai kontrak menjadi Rp309 miliar lebih," jelasnya.

Dalam proses itu diduga terdapat beberapa dugaan perbuatan melawan hukum yang terindikasi menimbulkan kerugian keuangan negara.

"Karena sampai saat ini pekerjaan tersebut belum selesai dan belum fungsional. Artinya, dalam proses penyidikan ini kita masih mengumpulkan alat bukti. Sehingga nanti kita bisa menemukan siapa yang bertanggungjawab," paparnya.

Lebih lanjut kata mantan Kasi Intel Kejari Tanjung Pinang itu bahwa proyek ini bukan multiyears. Harusnya proyek selesai pada Januari tahun 2021.

Sampai berakhirnya waktu kontrak, pekerjaan tidak dilakukan pemutusan, hingga tidak ada amandemen terhadap waktu.

"Setelah dilakukan pemanggilan oleh tim penyelidik, kami menduga ada pembuatan dokumen tanggal mundur. Dokumen khusus untuk perpanjangan waktu. Amandemen ketiga sampai kelima. Pertama dan kedua terkait perubahan nilai kontrak, tiga empat dan lima itu terkait perpanjangan waktu," imbuhnya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Tim Pidsus pengerjaan proyek ini sudah mencapai 96 persen.

"Tapi, berdasarkan hasil BAP yang mereka sampaikan, itu jaringan pernah berfungsi. Ada dua line, dua jalur. Line satu dan dua. Keduanya sampai saat ini itu belum difungsikan," terang Rizky.

Sejauh ini Tim Pidsus Kejati Riau sudah memeriksa belasan orang saksi. Khususnya dari pihak PLN.

Mulai dari pejabat UIP PLN, pelaksana, termasuk dari produsen material juga dimintai keterangan.

"Pencairannya belum 100 persen. Karena ada pekerjaan untuk termin ketiga, itu belum dibayarkan pihak PT PLN. Dari 96 persen pekerjaan itu, yang baru dibayarkan sekitar 86 persen. Termasuk ada juga retensi yang untuk pemeliharaan yang juga belum diproses," urainya.

Ia menambahkan, kerugian keuangan negara berdasarkan hitungan penyidik saat ini berkisar belasan miliar. Untuk lebih validnya, nanti jaksa akan melibatkan ahli dalam perhitungannya.

"Untuk persisnya kami nanti akan lihat, apakah tidak fungsionalnya jaringan itu karena tidak sesuai spek. Kalau ada fakta yang demikian tentu akan menimbulkan nilai kerugian negara yang lebih besar lagi," pungkasnya. (kl5)