PEKANBARU Wakil Ketua Komisi II DPRD Riau, Muhammad Arpah menyesalkan ketidakhadiran PT Duta Palma Nusantara dalam rapat dengar pendapat komisi II yang juga dihadiri oleh Bupati Kuansing, Mursini.

Adapun rapat tersebut digelar kemarin Selasa (14/7/2020) di ruang medium DPRD Riau yang mencoba mencari solusi atas konflik lahan antara PT Duta Palma dengan masyarakat adat Desa Siberakun.

"Duta Palma ini perusahaan besar, hampir di semua kabupaten ada. Kita mengundang bukan dua tiga hari tapi sudah hampir setengah bulan yang lalu. Tolong ini dijadikan catatan buat kita. Pak bupati juga sudah tahu kan," kata Politisi PPP ini melirik Bupati Kuansing, Mursini, Senin (13/7/2020).

Arpah mengingatkan semua instansi mulai dari kecamatan, dinas perkebunan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten dan provinsi dan semua instrumen lainnya untuk tidak tutup mata terhadap persoalan ini.

Dijelaskan Legislator asal Inhil ini, kehadiran Duta Palma di Bumi Melayu pastinya berawal dari keinginan pemerintah yang ingin melibatkan investor dalam menunjang kesejahteraan masyarakat Riau.

"Kita tidak sesalkan kalau dia (PT Duta Palma) hadir seperti yang diharapkan, yaitu untuk kesejahteraan. Kalau menimbulkan masalah seperti ini harus kita tinjau dimana persoalannya. Ini sejak tahun 1990an, sudah begitu larut," ujar Arpah.

Arpah juga mempertanyakan siapa pihak yang memperpanjang izin dari PT Duta Palma, karena izin Hak Guna Usaha (HGU) tidak mungkin datang dari kementerian tanpa ada rekomendasi dari bawah.

Lebih jauh, Arpah menegaskan, dirinya meyakini tidak ada satupun perusahaan di Indonesia yang tidak bisa dicabut izinnya, termasuk PT Duta Palma. Minimal ini bisa dilakukan jika PT Duta Palma belum juga ada itikad baik dalam menyelesaikan persoalan ini.

"Karena ini sudah dilakukan berbagai upaya, kita bisa tinjau ulang izinnya. Kalau memungkinkan, kenapa tidak dihentikan sementara saja aktivitasnya? Kalau pemerintah meminta masyarakat ke pengadilan, panjang ceritanya pak," tutur Arpah.

Diberitakan sebelumnya, Komisi II DPRD Riau memfasilitasi pertemuan antara PT Duta Palma, Pemkab Kuansing, BPN, dan masyarakat Adat Siberakun di kantor DPRD Riau, Senin (13/7/2020).

Namun dalam rapat yang dihadiri langsung oleh Bupati Kuansing, Mursini ini, pihak PT Duta Palma tidak menunjukkan tanda-tanda kehadiran, bahkan sepucuk surat pun tidak sampai ke kantor DPRD Riau.

Sementara pihak Pemkab melalui Asisten 1 Pemerintah Kabupaten Kuansing, Muhjelan Anwar menjelaskan, pihaknya tidak pernah menyerah dalam membantu masyarakat dalam merebut haknya di lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT Duta Palma.

Dikatakan Muhjelan, pihaknya baru mengetahui adanya perjanjian antara PT Duta Palma dengan masyarakat adat setelah dilakukan pertemuan pada tahun 2019 silam.

"Tahun 2019 itu diadakan pertemuan di kantor Camat, saya hadir diminta Kapolres. Kami baru tahu ada perjanjian tahun 1998, disana ada tiga item, salah satunya dalam bentuk bangunan dan ada juga rencana pembangunan kebun untuk masyarakat," kata Muhjelan mewakil Bupati Kuansing, Mursini di ruang medium DPRD Riau, Senin (13/7/2020).

Setelah itu, Pemda mengundang PT Duta Palma sebanyak dua kali yakni pada tanggal 13 November 2019. Saat itu, PT Duta Palma tidak hadir yang kemudian mereka baru hadir dalam panggilan kedua tepatnya tanggal 20 November.

"Masyarakat meminta ditunaikan kewajiban yang tertuang dalam perjanjian tahun 1998 itu. Duta Palma bersedia membangun kebun, tapi harus diluar HGU. Nah ini yang membuat panjang persoalannya sampai hari ini," ujar Muhjelan.

Terkait isu yang menyebut Pemda lemah dalam perjuangan masyarakat, Muhjelan membantah. Menurutnya, perusahaan selalu berlindung dibalik hukum ketika Pemda mengambil sikap tegas.

"Duta Palma bilang tidak ada kewenangan Pemda melarang aktivitas mereka diatas HGU yang legal di mata hukum. Yang bisa melarang hanya pengadilan saja," tambahnya.

Dari sana lah Pemda kemudian mengajak masyarakat untuk menempuh jalur hukum. Yang jelas, Bupati Mursini sama sekali tidak pernah lepas tangan terhadap persoalan ini

"Bupati tidak pernah menyerah, tapi ketika upaya-upaya yang kita lakukan tidak berjumpa hasilnya. Mari kita siapkan dokumen kalau jalur hukum dipandang lebih baik," tuturnya.

Sementara itu, salah seorang perwakilan masyarakat adat, Aci, menyampaikan hal yang serupa, PT Duta Palma sudah membuat perjanjian di tahun 1998 setelah memilih damai bersama masyarakat pada tahun 1997.

"Duta Palma janji bangunkan kebun, waktu itu ditandatangani orang penting, Pak Mursini (Bupati) pasti tahu itu. Tapi sampai hari ini janji itu belum juga diwujudkan, pembangunan kebun dilakukan tapi memakai dana kas desa, kalau kita gugat perdata Duta Palma pasti sudah kalah ini," tegasnya.

"Kami ini masyarakat adat Siberakun, Siberakun ini memang tak terlihat di peta, tapi jangan salah, kami juga membaca UU. Bahkan di tahun 1991, berdasarkan peta wilayah, tanah kami sudah habis, tapi belum juga ada penyelesaian," tuturnya.

Akibat konflik yang berkepanjangan ini, sebagian masyarakat yang tidak bisa mengontrol emosi akhirnya mengambil sikap pelanggaran hukum, terakhir adanya warga yang diduga membakar alat berat milik Duta Palma.

"Sekarang ini ada lima orang yang dipenjara di tahanan Mapolres, terlepas dari salah atau tidak. Kalau sudah begini, kami bukan minta pengembalian tanah lagi, tapi kami minta Duta Palma angkat kaki dari negeri ini," ulasnya.

Luka yang dialami oleh masyarakat sebenarnya sudah sangat lama, bahkan boleh dibilang sudah bertukak, dan tidak bisa lagi diobati dengan penicillin.

"Kepada siapa kami mengadu? Tolong ini diselesaikan. Berikan keadilan. Jangan diblame dari salahnya saja. Alat berat mereka mungkin hanya Rp. 1,2 M. Tapi tanah kami yang diambil perusahaan selama puluhan tahun berapa triliun kerugiannya? please beri kami keadilan," tutupnya.

PT Duta Palma sendiri sampai rapat ditutup belum juga menunjukkan kehadirannya meski sudah diundang oleh DPRD Riau sejak dua Minggu yang lalu.***