JAKARTA - Menjadi juara Olimpiade Sains Internasional ternyata tidak jaminan bisa lolos masuk perguruan tinggi negeri pavorit melalui jalur SNMPTN dan SBMPTN. Itulah yang dialami Rayhan Danendra Wiracalosa, peraih medali perunggu Olimpiade Fisika Internasional.

Kisah Rayhan ini viral di media sosial sejak diunggahnya melalui akun Twitter @wiracalosa, 28 Agustus 2020. Hingga Ahad (6/9/2020) pagi, unggahan Rayhan tersebut telah di retweet lebih dari 12.000 kali dan disukai lebih dari 52.000 kali.

''Nama gue Rayhan Danendra Wiracalosa. Biasa dipanggil ocha. Memegang predikat sebagai 'Anak Olimpiade' menjadi beban tersendiri untuk mengejar PTN. Apalagi ketika gue gagal dapet Undangan (SNMPTN). Dan ini kisah perjalanan gue,'' pic.twitter.com/dQlTKqmrGq

— Rayhan Danendra Wiracalosa (@wiracalosa) August 28, 2020.

Bercita-cita Jadi Juara OSN Sejak SD

Saat dihubungi Kompas.com secara langsung, Rayhan mengaku sejak duduk di bangku sekolah dasar (SD), ia bermimpi menjadi juara di ajang Olimpiade Sains Nasional (OSN).

Seiring berjalannya waktu, mimpi Rayhan itu pun terwujud di tahun 2019 ketika meraih medali perak bidang Fisika di OSN 2019, Manado.

Berkah dari menjuarai ajang tersebut, Rayhan mendapat kesempatan untuk mewakili daerahnya ke ajang olimpiade internasional.

''Sekaligus saya terpilih untuk mewakili DKI Jakarta di ajang International Olympiad of Metropolises 2019, Moscow,'' ucap Rayhan saat dihubungi Kompas.com, Ahad (6/9/2020).

Bukan hanya sebagai pelengkap, Rayhan membuktikan bahwa dirinya memang berprestasi dengan mendapat medali perunggu di bidang Fisika pada ajang internasional itu.

Berbekal prestasi yang ia raih di olimpiade nasional dan internasional tersebut, Rayhan sangat optimis dapat diterima pada jalur undangan saat seleksi masuk perguruan tinggi.

''Setelah semua prestasi yang saya raih, ditambah juga saya bisa menjaga nilai sekolah saya. Saya awalnya optimistis untuk diterima di jalur SNMPTN (undangan),'' kata Rayhan.

Selain itu, tambah dia, semua guru di sekolahnya juga berkata demikian kepadanya sehingga membuatnya semakin semangat.

Tak Lolos SNMPTN

Waktu yang dinanti pun tiba, tetapi takdir berkata lain, Rayhan dinyatakan tidak diterima melalui jalur SNMPTN.

Saat itu, dia memilih Sekolah Teknik Elektronika dan Informatika (STEI) ITB dan Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) ITB.

Dia pun sempat merasa semua prestasi yang pernah ia raih semasa duduk di bangku SMA menjadi sia-sia dan tak berguna.

''Seolah olah, prestasi-prestasi yang sudah saya capai selama 3 tahun di SMA menjadi sia sia. Walaupun saya yakin tidak ada yang sia-sia,'' kata Rayhan.

Karena apa yang dia impikan tidak terwujud, Rayhah membutuhkan waktu 3-4 hari untuk menenangkan diri dan mencoba bangkit.

''Lagi pula hasil juga sudah mutlak, kan?'' tanya Rayhan kepada diri sendiri.

Setelah sedikit melupakan kegagalannya di SNMPTN, Rayhan akhirnya memfokuskan diri untuk belajar lebih giat agar bisa lolos di jalur berikutnya, yakni SBMPTN.

Intensitas belajar, lanjut Rayhan, ditingkatkan hingga memakan waktu belasan jam dan berakibat kurangnya waktu istirahat.

''Saya belajar sampai 12 jam saya lakuin dengan waktu tidur hanya 4-5 jam. Saya benar benar tidak mau gagal di SBMPTN,'' jelas Rayhan.

Ayah Meninggal

Bayang-bayang gagal SNMPTN belum sepenuhnya hilang dari benak Rayhan, kini dia diberikan cobaan yang lainnya ketika sang ayah menghadap ke Sang Ilahi.

Ayah Rayhan pergi untuk selama-lamanya karena penyakit stroke yang telah lama dideritanya.

''Papa saya meninggal akibat serangan stroke yang dideritanya. Papa bukan hanya seorang ayah buat saya, tapi beliau seorang teman,'' ungkap Rayhan.

Rayhan menambahkan, setiap kali dirinya merasa lelah semasa berjuang di ajang OSN lalu, orang pertama yang selalu mendukung dan memotivasinya untuk lebih semangat adalah sang ayah.

Sang ayah, Rayhan melanjutkan, walau tidak memiliki latar belakang pendidikan Fisika, tetapi selalu membantunya untuk menjadi lebih baik.

Rayhan benar-benar kehilangan semuanya.

''Saya benar benar kehilangan semuanya. Mungkin kehilangan PTN tidak jadi masalah, karena PTN bisa dicari dengan banyak jalur. Tapi kehilangan Papa? Apakah bisa diganti? Enggak,'' papar dia.

Tak Lolos SBMPTN

Sepeninggal sang ayah, Rayhan tetap melanjutkan belajarnya meskipun di bawah tekanan mental.

Rayhan mengaku life must go on, hidup terus berjalan, dan akan menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

''Waktu tidur akhirnya saya kurangi menjadi 2-3 jam per hari,'' ucap Rayhan.

Pada mulanya, impian Rayhan adalah ingin melanjutkan studi di jurusan teknik mesin, tetapi keinginannya itu berubah setelah ayahnya meninggal dunia.

Ia berubah pikiran untuk menjadi dokter karena merasa penasaran dan ingin mengetahui lebih dalam tentang penyakit yang dialami ayahnya.

Kali ini, dia mencoba memilih jurusan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) dan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS).

Hari yang ditunggu pun tiba, di mana hari diumumkannya hasil SBMPTN.

''Pengumuman SBMPTN pun berlangsung, dan akhirnya saya dinyatakan gagal lolos seleksi. Three times strikes out. Gagal SNMPTN, papa meninggal dan gagal SBMPTN,'' sesal Rayhan.

Dapat Banyak Ganti

Seolah-olah, kata Rayhan, kebahagiaan yang ia peroleh pada 2019 digantikan menjadi sebuah ujian pada 2020 ini.

Ia sempat berpikir bahwa Sang Kuasa sangat mudah membalikkan keadaan manusia dari titik tertinggi (kebahagiaan) menjadi titik terendah (ujian dari Tuhan).

Namun, Rayhan juga berpikir bahwa Sang Pencipta juga akan mudah membalikkan kondisi seseorang dari titik terendah, menjadi titik tertinggi.

''Alhamdulillah, saya diberi ujian. Berarti Tuhan masih memperhatikan saya. Saya percaya pasti akan ada kebahagiaan yang datang ke saya,'' jelas Rayhan.

Setelah semua ujian berhasil ia lewati, Rayhan pun mendapat kebahagiaan setelahnya.

Agustus 2020 ini, seolah menjadi bulan baik baginya karena Rayhan berhasil diterima di banyak universitas ternama.

''18 Agustus saya diterima di Teknik Mesin UI (Jalur Simak) dan Teknik Mesin UNS (Jalur Prestasi), 23 Agustus diterima di Fakultas Kedokteran UNPAD (jalur Prestasi). Diterima juga di Universitas Bina Nusantara (BINUS) dengan beasiswa full, diterima melalui jalur prestasi untuk kuliah di Ilmu Biomedis Universitas Andalas, Padang,'' terang Rayhan.

Pilih Dekat Keluarga

Dengan banyaknya universitas yang menerimanya itu, Rayhan sempat kebingungan untuk memilih mana yang terbaik bagi dirinya.

Akhirnya, Rayhan memilih kuliah di jurusan Teknik Mesin, Universitas Indonesia (UI).

Terdapat alasan utama mengapa Rayhan memilih UI sebagai tempat berikutnya menimba ilmu.

''Papa saya baru meninggal 4 bulan yang lalu. Tanggung jawab keluarga sekarang ada di saya. Walaupun saya anak bungsu, tetapi saya satu-satunya laki-laki di keluarga. Jadi saya mikirin juga untuk enggak mau merantau dan sebisa mungkin kuliah di tempat yang terdekat,'' jelas Rayhan.

''Apalagi sekarang peran Papa harus saya gantikan,'' imbuh dia.

Rayhan berharap, kisahnya yang ramai di media sosial ini bisa memotivasi para siswa yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi.***