SEBELUM mempelajari Islam, Jenny Meolendyk Divleli memiliki prasangka buruk terhadap agama yang diridhai Allah SWT tersebut. Jenny memutuskan bersyahadat pada 14 Mei 2006, setelah berdiskusi dengan pastor dan penceramah Muslim. Berikut kisahnya.

Dikutip dari Okezone.com, Rabu (24/11/2021), yang melansir dari kanal YouTube Ape Astronaut, Kamis (18/11/2021), Jenny Meolendyk lahir dan dibesarkan di British Columbia bagian barat. Ayahnya seorang perwira Royal Canadian Mounted Police (RCMP), sementara sang ibu seorang perawat.

Setelah lulus dari Universitas Winnipeg, Jenny sempat menjadi penerjemah bahasa isyarat untuk para tunarungu. Ia bahkan sudah mendapat sertifikat legal sebagai pengajar. Kini, ia beraktivitas sebagai guru bahasa Inggris.

Jenny nyaris tidak mengetahui tentang Islam menjelang menjadi mualaf. Sebab, dia tidak memiliki banyak teman beragama Islam.

''Sebelum saya menjadi seorang Muslimah, bisa dikatakan saya hanya tahu sedikit tentang Islam. Seingat saya, Muslim pertama yang saya kenal adalah rekan saya saat masih SMA. Saya tidak tahu dia seorang Muslimah ketika itu dan baru mengetahuinya bertahun-tahun kemudian setelah saya masuk menjadi Islam,'' kata Jenny dalam video tersebut.

Informasi tentang Islam diperoleh Jenny melalui media, terutama saat peristiwa 11 September 2001, di mana beberapa Muslim dituduh bertanggung jawab atas serangan teror yang terjadi. Jenny pun berpikir bahwa para wanita akan selalu tertindas dalam Islam.

Jenny mengetahui fakta-fakta tentang Islam setelah berkenalan dan berdiskusi panjang dengan seorang Muslim. Penjelasan temannya itu sangat berbeda dengan citra Islam yang beredar di media.

Jenny juga dikejutkan fakta bahwa umat Islam mempercayai nabi yang ada di agama Kristen. Menemukan banyak persamaan antara Islam dan Kristen, Jenny pun mulai belajar dan melakukan penelitian lebih dalam tentang agama Islam.

Saat bekerja, Jenny bertemu dengan satu keluarga Muslim Suriah yang begitu ramah kepadanya. Mereka membawakan sebuah buku dan membimbing Jenny dengan tulus untuk mempelajari agama Islam. Bahkan, Jenny juga diajak pergi ke masjid bersama. Melihat niat baik itu, dia pun sangat senang dan antusias untuk belajar agama Islam.

Saat ke masjid, Jenny bertemu beberapa perempuan Muslim yang seusia dengannya. Seiring berjalannya waktu, Jenny merasakan hal yang berbeda dalam hidupnya. Ia merasa menjadi pribadi yang lebih baik dan tenang dalam menjalani kehidupan.

''Saya mulai bertanya pada diri sendiri beberapa pertanyaan serius seperti, 'Apakah ini sesuatu yang benar-benar saya yakini?'' ujar Jenny.

Suatu malam, Jenny berdoa kepada Tuhan untuk meminta keyakinan akan suatu hal yang benar. Entah Tuhan dalam Islam maupun Kristen, Jenny hanya memohon untuk diberikan petunjuk yang jelas. Setelah malam itu, Jenny merasa bahwa Islam adalah jawabannya.

Pasalnya, Jenny sempat berdiskusi dengan seorang pastor komunitas Kristen di kampus universitasnya. Ia bertanya banyak tentang keraguannya selama ini, namun tidak mendapat jawaban yang jelas. Sang pastor hanya menegaskan bahwa hal yang terpenting dalam kepercayaan adalah iman.

''Jadi saya duduk dengan pastor, mengajukan pertanyaan ini dan dia tak bisa memberikan jawaban apa pun kepada saya. Dia berkata, 'Pada akhirnya Anda hanya perlu percaya. Itulah iman, Anda harus percaya','' ucapnya.

Pada akhir pekan yang sama, Jenny mengikuti konferensi yang diadakan oleh Asosiasi Mahasiswa Muslim setempat. Mereka mengundang seorang penceramah yang populer dari Inggris. Mendapat kesempatan untuk berbincang dengannya, Jenny pun mengajukan pertanyaan yang sama dengan yang diajukan kepada pastor.

Berbeda dengan sang pastor, pembicara asal Inggris itu dengan jelas menjawab semua pertanyaan Jenny. Bukan hanya dari perspektif Islam, pembicara Muslim itu memberikan penjelasan dari berbagai sudut pandang.

Jenny mengatakan, ''Ini bagian yang sangat unik. Saya mengajukan pertanyaan yang sama dengan yang saya ajukan kepada pastor. Saya menanyakan tentang Bible dan saudara dari Inggris ini memberi saya sejarah bukan dari perspektif Muslim. Dia adalah seorang sarjana perbandingan agama. Dia memberi saya perspektif dari agama Kristen, gereja, serta buku-buku sejarah Kristen.''

''Saya ingin kebenaran, sesuatu yang konkret. Itulah tujuan mengapa saya pergi ke pastor dan pada saat itu saya merasa sangat lega sehingga saya berpikir, 'Itu dia! Itu faktanya','' sambungnya.

Setelah perbincangan itu, Jenny merenung dan menemukan jawaban yang mantap untuk masuk Islam. Keesokan harinya, Jenny pun langsung memakai hijab dan menghindari segala larangan yang diajarkan dalam agama Islam, seperti minum alkohol, makan daging babi, dan lainnya.

Meski demikian, ia masih ragu untuk mengucapkan syahadat. Ia merasa masih membutuhkan waktu satu pekan lagi untuk yakin akan keputusannya ini.

Hingga akhirnya pada tanggal 14 Mei 2006, Jenny pun resmi menjadi mualaf dengan bersyahadat di hadapan semua orang di konferensi tersebut. Namun, perpindahan agamanya ini sempat ditentang oleh keluarga dan para sahabatnya. Banyak yang merasa takut dan langsung menjauh dari Jenny. Sebab, kini gaya hidupnya jauh berbeda dengan yang dulu.

Meski demikian, Jenny tidak goyah. Ia tetap teguh menjadi seorang Muslimah yang taat dan kerap menyebarkan ajaran agama Islam. Menurutnya, Islam adalah agama yang sempurna.

''Yang paling saya sukai tentang Islam adalah saya mendapatkankeseimbangan secara iman, spiritual, dan intelektual. Itu adalah keseimbangan yang sempurna. Semua memiliki bukti dan juga fakta bahwa Alquran memang terpelihara. Semua hal yang diperintahkan sangat masuk akal bagi saya,'' pungkasnya.***