JAKARTA – Presiden Joko Widodo alias Jokowi tidak menyetujui hakim Mahkamah Konstitusi (MK) diperiksa oleh polisi terkait kasus pemalsuan putusan MK.

Dikutip dari detik.com, ketidaksetujuan Jokowi disampaikan melalui surat balasan kepada pihak pelapor kasus dugaan pemalsuan putusan MK. Surat itu ditandatangani Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.

"Jarang-jarang surat dibalas sama presiden," kata pelapor, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, saat dimintai konfirmasi, Sabtu (18/3/2023).

Zico menunjukkan surat tersebut. Surat tertanggal 15 Maret 2023 itu ditujukan kepada kuasa hukum Zico, Viktor Santoso Tandiasa. Namun, Zico merasa kurang puas atas balasan tersebut.

Zico mengirim surat kepada Jokowi sebagai permohonan agar pihak kepolisian dapat memeriksa hakim MK terkait dugaan pemalsuan putusan.

Sebab, pemeriksaan hakim MK oleh kepolisian membutuhkan izin dari Presiden. Dalam surat yang diterimanya, Presiden tak memberi izin karena kasus tersebut tengah diselidiki Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

"Tapi balasannya pun membingungkan, sebab proses pemeriksaan pidana (di polisi), dan etik (MKMK) adalah dua upaya hukum yang berbeda, sehingga presiden tidak tepat beralasan pidana tidak jalan karena etik sedang jalan," katanya.

Meski demikian, dia berharap MKMK akan mengambil putusan yang objektif terkait pemeriksaan dugaan pelanggaran etik dalam kasus tersebut.

"Saya harap MKMK objektif dalam memutus sehingga bisa memberi hasil yang dapat diterima publik," katanya.

Berikut isi surat balasan dari Mensesneg yang diterima pihak pelapor:

Presiden menerima surat Saudara Nomor 1/KA/LEO/I/2023 tanggal 7 Februari 2023 yang pada pokoknya menyampaikan upaya administratif agar Presiden mengeluarkan persetujuan tertulis kepada Jaksa Agung (dengan mendasarkan pada Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2020) atas dugaan adanya pemalsuan sehingga terdapat perubahan substansi pada Putusan Risalah Perkara Nomor 103/PUU-XX/2022.

Sehubungan hal tersebut, disampaikan bahwa permohonan Saudara tidak dapat ditindaklanjuti karena saat ini Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi sedang melakukan pemeriksaan internal terhadap Hakim Konstitusi dan Panitera berkaitan dengan perkara dimaksud.

Target 20 Maret

Untuk diketahui, MKMK telah memanggil sejumlah pihak dalam pengusutan kasus dugaan 'sulap' putusan MK yang berkenaan dengan pencopotan hakim konstitusi Aswanto. Salah satu ahli yang dimintai keterangan ialah mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan.

Sebelumnya, MKMK telah memeriksa mantan hakim Konstitusi Suhartoyo pada Senin (27/2) dan ketua MK Anwar Uswam serta mantan hakim MK Aswanto pada Selasa (28/2).

Pada Senin (13/3), MKMK juga telah memanggil sejumlah pihak. Di antaranya mantan Ketua Komisi Yudisial Aidul Fitriciada Azhari, Ketua Komisi Informasi Publik John Fresly Hutahaean, dan mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie.

MKMK menargetkan perkara 'sulap' putusan tersebut selesai sebelum 20 Maret. Diketahui pada 20 Maret merupakan pergantian Ketua MK.

Duduk Perkara

Sebagai informasi, gugatan itu diajukan oleh Zico Leonard Djagardo Simanjuntak. Zico mengajukan gugatan itu sebagai respons atas keputusan DPR RI mengganti Aswanto sebagai hakim konstitusi.

Setelah disidangkan sekitar setengah bulan, majelis hakim lalu membacakan putusannya pada 23 November 2022. MK menolak gugatan yang diajukan Zico dan kawan-kawan.

Dalam putusan tersebut, Zico menemukan perbedaan kalimat antara yang dibacakan oleh hakim saat sidang dengan salinan putusan yang diunggah di situs MK.

Dalam putusan yang dibacakan Hakim Konstitusi Saldi Isra, putusan itu berbunyi: "Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi...".

Sementara dalam salinan putusan yang diunggah ke situs MK, frasa 'dengan demikian' berubah menjadi 'ke depan'.

Perubahan itu dianggap penting karena berdampak pada sah atau tidaknya keputusan DPR RI mengganti hakim Aswanto.

Dengan adanya dugaan kasus itu, Majelis Kehormatan MK pun dibentuk pada 30 Januari 2023 dengan Ketua I Dewa Gede Palguna didampingi hakim MK Enny Nurbaningsih dan ahli pidana dari Universitas Gadjah Mada Sudjito sebagai anggotanya.***