JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengungkap banyak pihak, terutama jajaran Polri yang mempertanyakan kenapa Presiden Jokowi belum juga mengirimkan Surpres (Surat Presiden) ke DPR tentang Kapolri baru pengganti Jenderal Idham Azis.

"Sehingga situasi ini memunculkan berbagai spekulasi adanya tarik menarik di elite kekuasaan tentang penunjukan Kapolri baru," kata Neta, Senin (11/1/2021).

Ia menjelaskan IPW mendapat informasi surpres yang berisikan nama Kapolri baru itu akan dikirimkan Jokowi ke DPR pada Rabu 13 Januari 2021.

Menurut Neta, alasan dipilihnya hari Rabu, karena hal ini berkaitan dengan kebiasaan Jokowi yang kerap menunjuk atau merombak kabinetnya pada Rabu pahing atau legi. "Dan Rabu (13/1) lusa adalah wage," tegasnya.

Neta mendapat informasi bahwa surpres soal Kapolri baru itu akan dibawa Mensesneg Pratikno. "Diserahkan langsung kepada Ketua DPR Puan Maharani pada Rabu 13 Januari 2021 pukul 11.00," ungkap Neta.

Lantas, siapa yang bakal menjadi Kapolri? Neta menegaskan bahwa yang tahu persis hanya Jokowi karena soal kapolri adalah hak prerogatif Presiden.

Namun, kata dia, sejak beberapa pekan lalu, ada gagasan dari lingkungan Istana Kepresidenan untuk membuat satu paket pergantian Kapolri dan Wakapolri.

Yakni menaikkan Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono menjadi Kapolri pengganti Idham Azis. Kemudian mendorong Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Pramono menjadi Wakapolri menggantikan Gatot Eddy Pramono.

Dari pantauan IPW, Neta mengungkap bahwa gagasan ini makin serius dibahas kalangan Istana atau kalangan dekat Presiden Jokowi menjelang penyerahan nama Kapolri baru ke DPR pada Rabu lusa.

Apalagi, ungkap dia, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) sudah menyampaikan usulan lima nama calon Kapolri kepada Presiden Jokowi, yang di antaranya mencalonkan Gatot dan Sigit.

Setelah Kompolnas menyerahkan lima nama calon Kapolri pada Jumat 8 Januari 2021, Presiden Jokowi memilih satu nama yang pada Rabu 13 Januari 2021 akan diserahkan kepada DPR agar Komisi III DPR bisa melakukan uji kepatutan.

"Sebelum Kapolri Idham Azis pensiun pada 25 Januari 2021," ungkap Neta.

Menurutnya, sejak beberapa hari lalu di lingkungan Istana Kepresidenan memang sudah mengkristal dua nama calon Kapolri, yakni dari senior Akademi Kepolisian (Akpol 1988 dan junior Akpol 1991.

Sementara itu dari kalangan internal Polri berharap Presiden Jokowi memilih jenderal senior sebagai Kapolri pengganti Idham Azis.

Dengan demikian, pada priode 2021 sampai 2024, Presiden Jokowi masih bisa mengangkat dua kapolri lagi.

Pertama, figur yang diangkat menjadi Kapolri adalah jenderal senior dengan nomor register pokok (NRP) 65 yang berakhir masa tugasnya di tahun 2023.

Kedua, Kapolri NRP 65 yang pensiun di tahun 2023 itu selanjutnya akan digantikan oleh jenderal dengan NRP 67 atau 68 yang berakhir masa dinasnya di  2025 atau 2026.

"Dengan demikian proses suksesi di Polri berjalan tanpa gejolak dan tanpa keresahan," ujarnya.

IPW melihat proses suksesi di Polri kali ini sangat berbeda dengan sebelumnya.

Saat ini, Neta menegaskan, suksesi Polri diwarnai situasi sosial politik yang penuh dengan dinamika munculnya kelompok kelompok garis keras keagamaan.

Bagaimanapun, kata dia, Presiden Jokowi patut mencermati situasi dan dinamika yang berkembang.

Sehingga Kapolri yang dipilih tidak rentan terhadap masalah dari dinamika sosial politik yang berkembang tersebut.

Presiden harus memilih figur Kapolri yang tidak hanya loyal, tetapi juga mampu mengonsolidasikan institusinya dengan kapabilitasnya yang disegani senior maupun juniornya.

Selain itu figur yang dekat dengan tokoh-tokoh masyarakat dan memiliki jam terbang yang tinggi dalam menjaga keamanan rakyat.

"Sehingga keberadaan Kapolri tersebut tidak menjadi beban sosial bagi Presiden hingga usainya masa jabatan Jokowi di 2024," ungkapnya.

Namun, Neta menyebut yang menarik suksesi Kapolri kali ini akan diikuti dengan pergeseran posisi Wakapolri dan Kabareskrim.

"Sebab Kabareskrim Sigit akan naik menjadi Wakapolri. Sementara posisi Kabareskrim akan diperebutkan Wakabareskrim Irjen Wahyu, Kapolda Metro Jaya Irjen M Fadil, dan Kapolda Jawa Barat Irjen Dofiri," katanya.***