JAKARTA - Percepatan pembangunan terus dilakukan oleh pemerintah Joko Wirodo untuk menaikan pertumbuhan Ekonomi, salah satu starategi utama dari Joko Widodo adalah pembangunan proyek infrastruktur hingga 5000 triliunan nilainya.

Pendanaan pembangunan proyek infrastructure digunakan sebagaian kecil dari APBN Dan partisipasi investor lokal maupun dari luar negeri. Tapi keadaan Ekonomi global yang masih mengalami krisis dan tidak menguntungkan bagi pemerintahan Joko Widodo dalam merealisasikan pembangunan proyek infrastruktur dan akhirnya masih hanya dalam taraf ground breaking saja, yang selanjutnya mangkrak dan berusaha mencari pendanaanya.

Lalu bagaimana dengan nasib sektor indutri manufakturing yang dalam dua tahun terakhir banyak tutup alias bangkrut ,yang berimbas pada PHK dimana mana terhadap Buruh .

"Bangkrutnya Industri manufaktur tidal lepas dari kebijakan Joko Widodo yang menaikan tariff dasar listri dan harga BBM serta kegagalan pemerintah dalam melindungi Industri nasional Indonesia terhadap serangan produk produk import dari China ,contoh saja Industri Besi Baja yang sudah banyak tutup akibat serbuan import besi dari China," ungkap Wakil Ketua Umum Gerindra, Arief Poyuona kepada GoNews.co, Senin (1/5/2017) di Jakarta.

Sementara itu kata dia, investasi yang dijanjikan dari RRC pun mengharuskan Indonesia mengizinkan pengunaan tenaga kerja dari China tanpa ada batasan jumlahnya dan job description yang diperbolehkan .

"Hari Buruh selalu menjadi sebuah Hari untuk meneriakkan tuntutan kenaikan upah Buruh dan penghapusan sistim kerja Outsourcing yang banyak merugikan tingkat kesejahteraan Buruh. Tapi sebaiknya mulai Hari ini harus kita teriakan selamatkan Industri Nasional dari kebangkrutan ,tolak TKA sebagai kompensasi investasi dari China di Indonesia," ajaknya.

Begitu juga lanjutnya, buruh tani dan nelayan yang kehudupannya makin jauh dari kesejahteraannya dinilai akibat kegagalan Presiden Joko Widodo dalam menciptakan swasembada pangan yang berakibat pada serbuan import pangan yang jumlahnya hampir ratusan triliunan. "Sehingga meyebabkan buruh tani dan melayan tidak menikmati pendapatan yang sejahtera," pungkasnya. ***