JAKARTA -- Video yang memperlihatkan para santri tengah menutup telinga saat mendengar musik di lokasi vaksinasi viral di media sosial.

Video itu viral setelah diunggah politisi Diaz Hendropriyono di akun Instagramnya. Dalam unggahannya, Diaz menuliskan, ''Kasihan, dari kecil sudah diberikan pendidikan yang salah. There's nothing wrong to have a bit of fun!"

Pertanyaannya, apakah Nabi Muhammad Rasulullah SAW pernah mencontohkan menutup telinganya saat mendengarkan suara musik?

Dikutip dari Republika.co.id, dalam suatu riwayat, Rasulullah SAW pernah menutup telinganya saat mendengar alat musik. Rasulullah disebutkan menutup telinganya saat mendengar seruling yang dimainkan penggembala.

Dari Nafi', mantan hamba sahaya Ibnu Umar, beliau berkata, ''Ibnu Umar pernah mendengar suara seruling dari seorang pengembala, lalu beliau menyumbat kedua telinganya dengan kedua jarinya. Kemudian beliau pindah ke jalan yang lain. Lalu Ibnu Umar berkata, 'Wahai Nafi, apakah kamu masih mendengar suara tadi?' Aku (Nafi) berkata, 'Iya, aku masih mendengarnya.'''

Kemudian, Ibnu Umar terus berjalan. Lalu, aku berkata, ''Aku tidak mendengarnya lagi.''

Barulah setelah itu Ibnu Umar melepaskan tangannya dari telinganya dan kembali ke jalan itu lalu berkata, ''Beginilah aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mendengar suara seruling dari seorang pengembala. Beliau melakukannya seperti tadi.' (HR. Ahmad).

Menjaga Hapalan

Sementara Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis), Ustadz Jeje Zainuddin, mengatakan, tindakan santri menutup telinga saat mendengar musik di tempat vaksinasi, merupakan hal yang wajar. 

''Menurut saya, sikap yang diambil para santri tersebut hal yang biasa dan wajar. Terutama bagi para santri yang sedang konsentrasi menargetkan hafalan Alquran,'' kata Ustaz Jeje, Rabu (15/9/2021). 

Sama wajarnya dengan orang-orang yang sudah memiliki tingkat kebersihan hati yang tinggi. Yang tentu saja lanjut Ustaz Jeje, tidak akan terpengaruh dengan suara musik di sekitarnya. 

''Sebagaimana wajar juga bagi orang yang sudah memiliki tingkat kebersihan qolbu yang mapan tidak terpengaruh dengan suara musik dan nyanyian yang berisik di sekelilingnya dari konsentrasi zikir atau menghafal Alquran,'' sambung Ustaz Jeje. 

Yang aneh dan tidak wajar, lanjut dia adalah ketika mengeksploitasi kasus tersebut untuk kepentingan politik kebencian. Yaitu untuk mendiskreditkan para santri yang sedang belajar wara (menerapkan kehati-hatian yang ketat dari perkara yang menimbulkan keburukan) sebagai korban pendidikan kelompok ekstremis radikal. Kemudian membangun narasi dan opini bahwa itu adalah ciri-ciri kaum ekstremis. 

Jeje berpendapat bahwa apa yang dilakukan para santri tersebut tidak merugikan pihak manapun. Para santri, kata dia, hanya ingin berkonsentrasi dan menjaga hafalannya dengan menjauhi musik tersebut. Jeje bahkan menyinggung perilaku buruk anak-anak muda yang kecanduan musik tetapi tidak diusik dan justru dibiarkan. 

''Lalu apa salahnya dan siapa yang merasa terancam atau dirugikan jika sekelompok anak-anak muda lebih memilih berkonsentrasi kepada menghafal Alquran dan menjauhi musik-musik yang menjijikan? Sebaliknya banyak anak-anak muda yang rusak perilakunya karena kecanduan musik dan nyayian yang tidak mendidik malah dibiarkan,'' singgung Jeje. 

''Lain halnya apabila sikap menjauhi musik dan nyanyian itu diiringi dengan sikap kebencian dan permusuhan kepada pihak lain, dan menganggap mereka yang berbeda paham sebagai perbuatan kafir dan murtad,'' tambahnya.***