PEKANBARU - Kelompok mahasiswa kukerta Universitas Riau (Unri) berkesempatan untuk mengeksplore keindahan objek wisata Tasik Putri Puyu yang berada di Pulau Padang, Kecamatan Tasik Putri Puyu, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, pada Minggu (4/8/2019).

Pulau ini dapat ditempuh tiga jam perjalanan menggunakan speed boat dari Pelabuhan Selatpanjang yang berada di ibukota kabupaten berjuluk Kota Sagu tersebut.

Selanjutnya, perjalanan dari Desa Putri Puyu menuju Tasik Putri Puyu pun ditempuh menggunakan sepeda motor. Lalu, dilanjutkan dengan berjalan kaki sepanjang lima kilometer memasuki hutan alam yang merupakan hutan lindung pemerintah. Beruntungnya, rombongan kukerta Unri ini ditemani langsung oleh Ketua Dusun II Desa Putri Puyu, Syukur. Sehingga mereka tidak perlu khawatir takut tersesat.

Meski harus berjalan kaki selama dua jam, lelah mereka pun langsung terbayarkan oleh hamparan danau yang airnya berwarna merah khas gambut dan dikelilingi pohon yang asri. Bahkan, sepanjang perjalanan menuju Tasik pun mereka sudah terpesona dengan melihat beraneka ragam tumbuhan endemik dan pohon yang menjulang tinggi seperti punak, meranti, dan mentangor. Serta berbagai jenis tumbuhan liar lainnya seperti bunga bakung, mengkuang atau pandan berduri, kantong semar dan masih banyak lagi.

"Wah, nyaman dan damai sekali tempat ini. Namun sayang, belum banyak masyarakat luar yang tahu tentang keindahan Tasik," ujar Anton Algrinov, salah seorang mahasiswa kukerta Unri yang berdecak kagum menyaksikan keindahan alam di tempat tersebut.

Dengan memanfaatkan sampan masyarakat, rombongan Kukerta Unri ini pun dipandu menyusuri keindahan Tasik Putri Puyu yang masih perawan tersebut.

"Air Tasik ini juga bisa langsung diminum, bahkan warga lokal menjadikannya sebagai air minum," kata Koordinator Desa Kukerta Unri di Desa Putri Puyu, Ryanda Hutapea.

Berdasarkan penuturan masyarakat setempat, Tasik Putri Puyu juga menyimpan cerita legenda. Yang dahulu kala, ada Raja Terubuk di Gunung Ledang yang jatuh hati kepada Putri Puyu karena kecantikannya. Sang raja pun memerintahkan pasukannya untuk membawa sang putri yang mendiami Tasik di pedalaman hutan Pulau Padang agar menjadi permaisuri dari raja tersebut.

Pasukan yang diperintahkan sang raja itu ternyata adalah sekumpulan ikan terubuk. Yang pada akhirnya, pasukan tersebut tidak berhasil membawa sang putri dikarenakan kondisi alam yang berbeda. Sebab, ikan terubuk hidup di laut, sedangkan Putri Puyu tinggal di Tasik air tawar. Sebab itulah, di laut sekitar Pulau Padang banyak terdapat ikan terubuknya.

Adapun beberapa keunikan lain yang ada di Tasik ini, diantaranya seperti tidak adanya sampah maupun daun gugur yang mengapung dan mengotori perairan Tasik tersebut, padahal di sekelilingnya terdapat banyak pohon. Kemudian, Tasik tidak bermuara dari perairan laut sekitar, namun uniknya keadaan air Tasik ini mengikuti pasang surutnya air laut.

Lalu di tengah Tasik ini, ada dataran kecil yang oleh warga sekitar disebut Pulai Beranyut. Di sana ada tumbuh sebatang pohon di pulau yang diyakini sebagai Tuan Putri Puyu. Kononnya, pulau ini selalu berpindah tempat.

"Pulau itu dulunya selalu berpindah posisi, terkadang ada di sini, besoknya sudah pindah ke sana. Tapi sejak 15 tahun terakhir ini, Pulai Beranyut sudah tidak pernah pindah lagi," kata Ketua Dusun II Desa Putri Puyu, Syukur.

​Di samping itu, Tasik juga memiliki beberapa pantangan seperti dilarang menangkap ikan menggunakan jaring, jala ataupun sejenis alat tangkap. Warga hanya diperbolehkan menggunakan pancing. Hal ini semacam bentuk kearifan lokal yang berkembang secara turun temurun untuk menjaga populasi ikan-ikan yang mendiami Tasik ini.

Usai mengeksplore keindahan Tasik Putri Puyu, humas dalam kelompok Kukerta Unri di Desa Putri Puyu, Devita Rahmadhani pun berpendapat, bahwa Tasik Putri Puyu sangat cocok dijadikan sebagai destinasi wisata alam yang menarik di Kepulauan Meranti. Ia pun menyarankan agar Pemkab Kepulauan Meranti lebih serius dan memprioritaskan pengembangan kawasan wisata di Tasik Putri Puyu ini. Jika dimanfaatkan dengan maksimal, objek wisata ini pun berpotensi dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

"Akses jalan menuju lokasi ini harus dibangun terlebih dulu. Namun sebaiknya dalam pembangunan tidak menghilangkan kesan alami yang ada. Jika akses ini sudah dibangun, maka fasilitas penunjang lainnya dapat disusul tanpa harus merusak keasrian alam yang ada di sekitar," kata Devita.

Menurutnya, berbagai potensi wisata juga dapat dikembangkan di Tasik, seperti membuat spot pancing, budidaya ikan, lokasi hiburan warga, pengadaan kendaraan wisata air dan berpotensi sebagai wisata edukasi alam bagi pengunjung. ***