PEKANBARU - Yan Prana Jaya, mantan Sekertaris Daerah (Sekda) Provinsi Riau, dituntut 7,6 tahun, lantaran diduga melakukan korupsi anggaran di Bappeda Siak, pada tahun 2013-2017, dengan kerugian mencapai Rp 1,8 miliar.

Tuntutan itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Riau, pada sidang tuntutan di Pengadilan Negri (PN) Pekanbaru, Jumat (9/6/2021).

JPU menilai Yan Prana terbukti bersalah melanggar pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi junto pasal 55 ayat (1) ke 1 junto pasal 64 ayat (1) KUHP.

"Menyatakan terdakwa Yan Prana Jaya telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Kedua menyatakan Yan Prana terbukti bersalah menurut hukum sebagaimana diatur dalam UU tentang Tindak Pidana Korupsi," ucap JPU Himawan Syahputra, didepan Hakim Ketua, Lilin Herlina.

Jaksa juga menuntut terdakwa Yan Prana dengan denda sebesar Rp300 juta. Jika tidak dibayar, maka dapat diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Tidak hanya itu, Yan Prana juga harus membayar uang pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp2.896.349.844. Apabila uang itu tidak dikembalikan ke negara maka dapat diganti dengan pidana kurungan 3 tahun.

Mendengar tuntutan JPU, Yan Prana yang mengikuti sidang secara online dari Rutan Kelas I Sialang Bungkuk, langsung menyatakan akan mengajukan pembelaan atau pledoi.

Kemudian Majelis Hakim menunda sidang, yang akan dilanjutkan pada hari Senin 19 Juli 2021, dengan agenda pledoi dari terdakwa Yan Prana.

"Silahkan untuk memberikan pembelaan pada Senin 19 Juli," kata majelis Hakim.

Dalam dakwaan JPU sebelumnya, menyebutkan dugaan korupsi terjadi di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda), Komplek Perkantoran Tanjung Agung, Mempura Kabupaten Siak, Kabupaten Siak sekitar Januari 2013-2017.

Dugaan korupsi dilakukan Yan Prana Jaya pada saat menjabat sebagai Kepala Bappeda Kabupaten Siak bersama-sama Donna Fitria (perkaranya diajukan dalam berkas perkara terpisah), bersama-sama pula dengan Ade Kusendang dan Erita.

Ada tiga anggaran kegiatan yang diduga dikelola secara melawan hukum. Diantaranya anggaran perjalanan dinas, anggaran pengadaan alat tulis kantor (ATK) dan pengelolaan anggaran makan minum.

Terdakwa didakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Memperkaya terdakwa sebesar Rp2.896.349.844,37 sebagaimana laporan hasil audit Inspektorat.

Atas anggaran perjalanan dinas 2013-2017, terdakwa melakukan pemotongan sebesar 10 persen. Adapun rincian realisasinya, anggaran 2013, sebesar Rp2.757.426.500, anggaran 2014 sebesar Rp4.860.007.800, anggaran 2015 Rp3.518.677.750, anggaran 2016 Rp1.958.718.000, dan anggaran 2017 Rp 2.473.280.300.

Berdasarkan DPPA SKPD Nomor 1.06.1.06.01 Tahun 2013 - 2017 itu, total realisasi anggaran perjalanan dinas yakni sebesar Rp15.658.110.350.

Pada bulan Januari Tahun 2013 saat terjadi pergantian bendahara pengeluaran dari Rio Arta kepada Donna Fitria, terdakwa mengarahkan untuk melakukan pemotongan biaya sebesar 10 persen dari setiap pelaksanaan kegiatan perjalanan dinas. ***