TELUKKUANTAN - Memanasnya hubungan antara eksekutif dan legislatif di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau bukanlah hal baru. Sebab, dinamika politik seperti ini juga sudah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.

Seperti pada 2015, tepatnya setelah kemenangan Mursini - Halim pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang dilaksanakan secara serentak se-Indonesia.

Saat itu, tepat pukul 09.00 Wib. Pejabat eselon II dan III serta para undangan sudah mulai berdatangan di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kuansing. Satu jam berlalu, suasana semakin ramai, tapi sidang paripurna tak kunjung dimulai.

Hari itu, Kamis, 31 Desember 2015, hari terakhir Kuansing harus mengesahkan APBD. Jika tak disahkan pada hari itu, maka Kuansing akan mendapat sanksi dari pemerintah pusat. Selain itu, juga menjadi catatan buruk Pemkab Kuansing.

Ternyata, belum dimulainya sidang paripurna dikarenakan jumlah anggota dewan tidak kuorum. Yakni, baru 23 orang. Untuk mencapai kuorum, harus 2/3 dari 35 anggota dewan atau 24 orang.

Kegusaran terlihat dari wajah H. Sukarmis, yang saat itu menjabat Bupati Kuansing. Begitu juga dengan 23 anggota dewan lainnya.

Ketika waktu menunjukkan pukul 11.00 Wib, Andi Cahyadi, anggota DPRD Kuansing, pergi meninggalkan gedung dewan. Ia kembali sekitar pukul 13.00 Wib. Ternyata, ia pergi menjemput rekannya Andhy Manzauri di Serosah Hulu Kuantan.

Saat itu, kondisi Andhy Manzauri sangat lemah. Sebab, ia baru saja menjalani perawatan di sebuah rumah sakit di Bukittinggi. Andhy tak datang sendirian, ia didampingi sang istri serta anaknya.

Sang istri bercerita bahwa Andhy tak kuat berjalan. Karena itu, beberapa anggota dewan memapahnya mulai keluar dari mobil sampai ke ruang sidang.

Setelah kuorum, Ketua DPRD Kuansing Andi Putra, SH, MH langsung membuka sidang paripurna dengan agenda pendapat akhir DPRD tentang RAPBD 2016. Pendapat akhir tersebut disampaikan Musliadi, SAg, Ketua Komisi A.

Usai Musliadi turun dari mimbar, Andi Putra yang memimpin sidang langsung bertanya kepada apakah RAPBD sah dijadikan APBD. Semua menjawab sah.

"Allahu Akbar, Allahu Akbar," takbir yang diteriakkan Jefri Antoni menggema di ruang sidang. Suara takbir berkali-kali bergema dan disambut haru.

Saat itu juga, Sukarmis menangis haru tentang perjuangan 24 anggota DPRD yang ingin mengesahkan APBD 2016 demi masyarakat. Tak hanya Sukarmis yang menangis, tapi hampir seluruh undangan yang hadir menangis haru. Terlebih, itu terakhir kalinya Sukarmis berpidato di DPRD sebagai Bupati Kuansing.

Usai paripurna, kepada GoRiau.com, Andhy menuturkan kondisinya yang lemah. Namun, untuk kelancaran pembangunan dan demi masyarakat Kuansing, dirinya berusaha kuat.

"Hari ini saya merasa bahagia sekali, saya bisa hadir dan mengesahkan APBD walau dalam kondisi sakit," ucap Andhy berlinang air mata.

Dari daftar hadir sidang, ternyata yang tak datang adalah anggota dewan dari Fraksi PPP, Gerindra, anggota dewan dari Demokrat dan Hanura serta PDIP. Partai PPP, Gerinda dan PDIP merupakan partai pemenang Pilkada 2015. Partai tersebut yang mengusung Mursini - Halim.

Tak diketahui, apa alasan anggota dewan dari partai-partai tersebut enggan datang dan mengesahkan APBD 2016.

Menurut Musliadi saat itu, ada pihak-pihak yang ingin menjegal pengesahan APBD 2016. Tapi, dia enggan menyebutkan secara detail siapa pihak-pihak yang dimaksud. "Pembahasan APBD ini menyita waktu, tenaga dan pikiran. Alhamdulillah, sore ini selesai," katanya waktu itu.

Nah, dinamika politik yang terjadi pada Senin (6/11/2017), dimana dari 35 orang anggota dewan, yang hadir hanya 13 orang. Tentunya, jumlah tersebut sangat jauh dari kata kuorum, otomatis sidang ditunda.

Perbedaan pengesahan APBD 2016 dan APBD-P 2017, anggota dewan yang hadir berasal dari PPP, Gerindra, PDIP ditambah PBB, Nasdem, PKB dan Hanura.

Perbedaan yang lain terletak pada alasan tidak hadirnya 22 anggota dewan. Dimana, pemerintah tidak mengakomodir honorer yang sudah bekerja secara sukarela. Seperti guru dan tenaga medis yang ada Puskesmas.

"Pilu hati kami, saat para guru tak ikut di-SK-kan, padahal mereka sudah bekerja. Begitu juga tenaga kesehatan," ujar Musliadi kepada GoRiau.com, Senin (6/11/2017) siang.

Senada dengan itu, Rosi Atali menyampaikan bahwa pemerintah tidak jujur dalam pengangkatan honorer. Apalagi, yang akan diangkat pemerintah hanya 357 orang. Padahal, anggaran untuk menggajinya sudah ada pada 2017 ini.***