SETIAP awal bulan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau selalu merilis beberapa indikator penting dalam perekonomian, salah satunya adalah infasi. Inflasi merupakan salah satu indikator yang digunakan pemerintah dalam menentukan kebijakan untuk menjaga kestabilan perekonomian.

Tingginya angka inflasi pada suatu wilayah menggambarkan tingginya kenaikan harga barang dan jasa. Salah satu akibat dari tingginya angka inflasi adalah menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan hasil pemantauan BPS Provinsi Riau di Kota Pekanbaru, Dumai dan Tembilahan, pada Juli 2022 Riau kembali terjadi inflasi sebesar 0,83 persen setelah sebelumnya di bulan Juni juga mengalami inflasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 1,86 persen. Sedangkan untuk inflasi tahun kalender Januari-Juli 2022 sebesar 6,17 persen.

Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi yang terjadi selama tahun 2022 (Januari-Desember 2022) yaitu hanya sebesar 1,54 persen. Inflasi yang terjadi pada Juni 2022 merupakan nilai inflasi tertinggi yang terjadi di Riau sejak kurun waktu 2015-2022.

Cabai Pemicu Utama Inflasi

Penyebab utama tingginya inflasi di Riau pada Juni 2022 disebabkan karena terjadinya kenaikan harga pada kelompok makanan, minuman dan tembakau serta kelompok kesehatan. Beberapa komoitas yang memberikan andil peningkatan harga pada Juni 2022, antara lain: cabai merah, bawang merah, telur ayam ras, cabai rawit, ikan serai, angkutan udara, cabai hijau, tarif rumah sakit, dll. Komoditas yang memberikan andil/sumbangan inflasi terbesar adalah cabai merah yaitu sebesar 1,34 persen.

Cabai merah merupakan salah satu komoditas yang banyak diminati dan dibutuhkan oleh masyarakat Riau. Tingginya kebutuhan dan ketergantungan masyarakat akan cabai, menyebabkan harga komoditas ini menjadi sangat fluktuatif. Melonjaknya permintaan yang sangat drastis saat hari-hari besar keagamaan, atau terjadinya penurunan produksi akibat dari kondisi iklim yang tidak menentu, dapat menyebabkan terjadinya perubahan harga cabai yang meningkat tinggi.

Jika kita bandingkan antara bulan Juli, Juni, Mei dan April, harga cabai justru meningkat tinggi saat bulan Juni padahal bulan April dan Mei merupakan bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Tingginya permintaan cabai merah disertai dengan jumlah produksi yang tinggi tidak akan menyebabkan terjadinya peningkatan harga sehingga inflasi yang terjadi pada bulan April dan Mei masih lebih rendah dari bulan Juni 2022.

Ini juga dapat dilihat dalam andil/sumbangan inflasi, cabai merah justru merupakan komoditas yang memberikan andil deflasi yaitu sebesar -0,08 persen pada bulan Mei 2022 dan -0,39 persen pada bulan April 2022.

Inflasi Juga zterjadi pada Provinsi Sentra Cabai Merah

Riau bukanlah provinsi yang dapat memenuhi kebutuhan pangan sendiri. Sebagian besar kebutuhan komoditas pangan termasuk cabai merah ditopang dari provinsi tetangga, antara lain Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Melimpahnya produksi pada provinsi sentra cabai merah akan berpengaruh terhadap harga cabai merah di Riau.

Pada Juni 2022, ternyata tidak hanya Riau yang mengalami inflasi yang tinggi. Hal yang sama juga terjadi di Sumatera Barat dengan inflasi sebesar 1,18 persen. Komoditas utama penyumbang inflasi adalah cabai merah dengan andil sebesar 1,18 persen. Ini semakin memperjelas bahwa kurangnya produksi atau ketersediaan komoditas cabai merah menyebabkan terjadinya kenaikan harga meskipun pada wilayah sentra cabai merah itu sendiri.

Cuaca Ekstrem Ganggu Produksi di Sentra Cabai Merah

Berdasarkan laporan para petani cabai, kondisi kenaikan harga cabai merupakan buntut dari serangan penyakit antraknosa atau patek yang merusak tanaman dan menyebabkan petani gagal panen. Tingginya curah hujan semakin menambah parah kondisi para petani cabai merah.

Ketua Umum Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) Abdul Hamid menyampaikan, penyakit patek tersebut muncul akibat tanah yang saat ini tidak subur dan hujan yang menambah parah kondisinya (ekonomi.bisnis.com/07062022).

Penyakit Patek kerap terjadi saat musim hujan tiba. Umumnya, dengan tanah yang subur, petani dapat panen hingga 15 kali, namun kali ini hanya dapat 8 kali panen, bahkan beberapa petani ada yang tidak dapat melakukan panen sama sekali. Inilah yang menyebabkan pasokan cabai merah otomatis menurun dan stok cabai di pasaran menjadi sangat sedikit. Ditambah dengan permintaan yang relatif tetap bahkan sedikit meningkat, menyebabkan harga xabai merah melonjak drastis, terutama di Riau.

Pengurangan Kuota BBM Menghambat Jalur Distribusi Cabai Merah ke Riau

Dilansir dari media republika.co.id (16 Juni 2022), Asisten Pembangunan dan Perekonomian, Pemprov Sumatra Barat, Wadarusmen, mengatakan, kuota bahan bakar minyak (BBM) jenis solar untuk Sumbar sudah mengalami penurunan sebanyak 3 persen tahun ini. Tahun 2021 lalu menurut Wadarusmen, jatah solar untuk Sumbar sebanyak 414.606 kilo liter. Sedangkan untuk 2022 ini hanya 411.029 kilo liter. Berkurang sebanyak 3.577 kilo liter.

Penurunan mengakibatkan terjadinya antrian di SPBU Sumbar. Hal ini menyebabkan kendaraan pengangkut berbagai komoditas pangan dari Sumbar menuju Riau harus mengantre lama untuk mendapat bahan bakar solar sehingga pengiriman bahan pangan ke Riau menjadi tersendat dan lama.

Karena permintaan akan cabai merah tidak bisa distop atau ditunda, sedangkan stok ketersedian cabai merah sangat sedikit di Riau, maka kenaikan harga cabai merah yang semakin tinggi tidak dapat dihindari.

TPID Harus Bertindak

Setelah dua bulan berturut-turut (Juni-Juli 2022), inflasi disebabkan oleh komoditas cabe merah ini menandakan masih belum efektifnya tindakan atau langkah-langkah yang diambil oleh Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau untuk mengendalikan kenaikan harga cabai merah.

Jika hal ini terus dibiarkan, maka bukan tidak mungkin harga komoditas ini akan terus meningkat. Butuh komitmen, kerja sama dan kerja nyata dari seluruh tim yang tergabung dalam TPID untuk membuktikan bahwa tim ini bisa mengendalikan kenaikan harga penyebab inflasi dan kembali menerima penghargaan TPID Award seperti yang diterima di tahun 2021 lalu karena berhasil mengendalikan inflasi daerah. Semoga.***

Fitri Hariyanti adalah statistisi BPS Provinsi Riau.