JAKARTA - Pemindahan Ibukota dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur bukan jaminan menyelesaikan masalah. Bahkan rencana ini berpotensi menimbulkan masalah baru.

"Jika tidak dilakukan dengan tertib, Ibukota baru menjadi olahan pebisnis dan pemilik modal. Apalagi jika pemindahan tidak dipersiapkan dengan matang, baik dari segi konsep dan pengelolaannya," kata pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago dalam keterangan tertulisnya kepada redaksi, Rabu (28/8).

Kekhawatiran tersebut diakui Pangi sudah tercium dari kajian yang dilakukan pemerintah. Meski Presiden Joko Widodo menyebut sudah melakukan kajian mendalam, namun hingga kini publik masih bertanya-tanya kajian seperti apa yang dilakukan Pemerintah.

Pemerintah juga terkesan tertutup soal kajian yang diklaim sudah dilakukan selama tiga tahun belakangan yang ujungnya memilih Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara sebagai lokasi Ibukota baru.

"Indikasi masalah baru mulai terbaca dengan ketiadaan kajian yang komprehensif dan mendalam terkait alasan pemindahan, pemilihan lokasi, kesiapan regulasi, koordinasi antarkelembagaan (terutama pemerintah dengan DPR) dan mengabaikan peran partisipatif masyarakat luas," jelas Pangi.

"Jika rencana pemindahan Ibukota ini terburu-buru dan tanpa kehati-hatian (deleberatif), percayalah, kita hakul yakin problem baru akan muncul di Ibukota baru," demikian Pangi.***