PEKANBARU - Dinamika perpolitikan dua minggu menjelang pendaftaran Bakal Calon Pilkada Serentak di Riau cukup menarik perhatian, pasalnya hal yang tak diprediksi sebelumnya.

Salah satu yang paling menarik adalah adanya calon yang menentang keputusan partai dan maju di Pilkada menggunakan perahu partai lain. Sebut saja ada nama Supriati di Indragiri Hulu, Nasarudin di Pelalawan, Sujarwo di Siak, dan. Indra Putra di Kuansing

Sebenarnya masih ada nama-nama lain yang juga akan menjadi 'penentang' partainya, seperti nama Samsu Dalimunthe di Bengkalis dan Gumpita di Kuansing. Namun, keduanya sampai hari ini belum ada kepastian untuk maju di Pilkada.

Menanggapi fenomena ini, Pengamat Politik Riau, Tito Handoko S IP, M Si, menilai aksi 'comot-comotan' dalam kontestasi politik Indonesia merupakan bukti tidak mengakarnya ideologi partai dalam diri kadernya.

"Akibatnya, para kader tidak memiliki beban moral ketika bertentangan dengan kebijakan partai dan ini juga menandakan pemikiran pragmatis elit politik di Indonesia umumnya dan daerah khususnya," kata Tito kepada GoRiau.com, Minggu (16/8/2020).

Banyaknya kader Parpol yang nekat 'bermain di luar pagar' ini, lanjut Tito, juga menandakan bahwa tidak sehatnya pola kaderisasi di dalam tubuh Parpol, seolah fakta ini memperkuat argumen lahirnya new patrimonial atau dinasti politik gaya baru.

Pasalnya, di beberapa daerah yang terjadi fenomena lompat pagar ini, Parpol mendukung kader yang masih ada kaitan erat dengan kekuatan kekerabatan sebelumnya, contohnya istri Bupati Inhu, Yopi Arianto, Rezyta Meylani di Pilkada Inhu.

Kemudian ada nama Adi Sukemi di Pilkada Pelalawan yang merupakan anak dari Bupati Pelalawan HM Harris, dan di Kuansing ada nama Andi Putra yang merupakan Putra dari Mantan Bupati Kuansing dua periode, Sukarmis.

Disinggung mengenai Parpol tak memberi sanksi tegas kepada kadernya yang 'lompat pagar' ini, dinilai Tito merupakan strategi 'double track' dan Parpol yang kader dicomot akan diuntungkan. ***