PEKANBARU - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Riau, Prof Dr Nazir Karim menghimbau masyarakat yang akan menghadapi Pilkada serentak harus betul-betul memilih pemimpin yang terbaik.

Hal itu dia sampaikan menanggapi banyaknya kasus korupsi yang menjerat para kepala daerah, terutama di Bengkalis, yang mana dua bupatinya saat ini menjadi pesakitan karena kasus korupsi.

Sebut saja, Bupati Bengkalis periode 2010-2015, Herliyan Saleh yang menjadi terpidana kasus korupsi dana hibah, kemudian baru-baru ini Amril Mukminin 2015-2020 juga dipidana kasus pembangunan jalan.

Selain kepala daerah, Mantan Ketua DPRD Bengkalis, Jamal Abdillah juga terseret kasus korupsi, dan saat ini sudah mendekam di penjara mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Pilkada itu kan disebut pesta demokrasi, tapi malah mencederai demokrasi, demokrasi itu harusnya ajang menyampaikan gagasan, bagaimana sebaiknya membangun negeri, tapi malah sekarang banyak politik uang," kata Nazir kepada GoRiau.com, Minggu (22/11/2020).

Politik uang, ujar Nazir, adalah akar dari maraknya kasus korupsi yang terus terjadi di Riau, terutama Bengkalis. Jika ini terus terjadi rakyat akan kesulitan mendapatkan pemimpin yang betul-betul bersih, memiliki ketenangan jiwa, ikhlas dalam bekerja, setidaknya itulah pemimpin yang diharapkan oleh Islam.

Sayangnya, mahalnya ongkos politik membuat tokoh-tokoh yang memiliki kemampuan memimpin ini tidak bisa muncul dalam ajang Pilkada. Ini seharusnya menjadi tugas negara untuk mencarikan solusinya, sehingga perilaku-perilaku koruptif tidak terjadi lagi.

Korupsi, lanjut Nazir, tidak bisa diselesaikan secara instan, namun harus ada regulasi-regulasi yang memang betul-betul bisa mengantisipasi lahirnya perilaku ini. 

"Serangan fajar, pagi, subuh, malam dan lainnya, itu sangat luar biasa. Jadi, kalau soal pencoblosan saya rasa tak ada masalah, dibelakangnya itu yang jadi masalah," tuturnya.

Islam, jelasnya, mengharapkan pemimpin yang bisa memenuhi kriteria Islam, diantarnyal bertaqwa, dia harus teruji kemampuannya untuk tidak tergoda oleh apapun, memenuhi kapasitas, sisi keilmuan dan wawasannya mumpuni.

Kriteria-kriteria seperti itu, tegas Nazir, tidak bisa muncul begitu saja, dia harus terlahir dari masyarakat dan pasti aktif dalam setiap kegiatan masyarakat. 

Lebih jauh, Nazir tak memungkiri faktor latar belakang keluarga menjadi hal yang paling utama, karena itu barometer melihat keikhlasan seorang pemimpin dalam menjalankan pemerintahan.

"Makanya, saya kira siapa sosok ini harus diketahui oleh masyarakat, sehingga masyarakat bisa melihat bagaimana moralitas mereka atau akhlak bahasa agamanya, harmonis rumah tangganya. Kalau anggota keluarganya sudah jadi pesakitan, ya itu harus diketahui masyarakat juga. Tapi itulah, kadang masyarakat tak peduli pula," tutupnya.***