PEKANBARU - Kepala Kepolisian Daerah Riau, Irjen (Pol) Agung Setya Imam Efendi menegaskan proses penanganan kasus yang menerpa pria bernama Rudianto Sianturi di Desa Air Hitam, Pujud, Rokan Hilir telah berjalan sesuai dengan ketentuan dan prosedur hukum yang berlaku.

Agung menegaskan, kalau proses hukum berjalan berdasarkan alat bukti yang cukup serta menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap.

"Kepolisian bertindak profesional dalam melakukan tugas penegakan hukum. Kita selalu terbuka. Soal kasus itu (Rudianto) berjalan sesuai prosedur hukum dan alat bukti yang cukup," kata Irjen (Pol) Agung, saat pertemuan dengan Komisi II DPR RI di Balai Serindit, Jalan Diponegoro, Pekanbaru, Senin (13/9/2021).

Kapolda menjelaskan, bahwa kasus ini berawal dari tersangka pertama yakni mantan Kepala Desa Air Hitam, Zamzami yang telah berkekuatan hukum tetap dari Mahkamah Agung. Kasusnya sebenarnya berada dalam berkas perkara yang sama, namun Zamzami lebih dulu diadili. Atas putusan berkekuatan hukum tetap terhadap Zamzami tersebut, kasus yang menjerat Rudianto diproses oleh Polres Rokan Hilir.

"Tersangka (Rudianto) juga sudah mengajukan gugatan praperadilan. Namun gugatan praperadilannya ditolak pengadilan, sehingga perkara tersebut sesuai perintah pengadilan dilanjutkan," jelas Kapolda.

Kasus ini merupakan pengembangan dari putusan hukum terhadap Zamzami, mantan Penghulu Air Hitam, Pujud, Rokan Hilir yang telah dihukum oleh Mahkamah Agung (MA) bersalah dalam kasus pemalsuan surat tanah atas nama Rudianto. Ia dihukum 6 bulan penjara dipotong masa tahanan. Kasus ini pun telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) dan Zamzami telah dieksekusi.

Di Pengadilan Negeri (PN) Rokan Hilir pada 20 Agustus 2020 lalu, Zamzami memang sempat divonis bebas. Namun, jaksa penuntut umum mengajukan kasasi ke MA. Hingga akhirnya MA pada 3 Februari 2021 mengabulkan permohonan kasasi jaksa.

MA dalam putusan kasasi nomor 62.K/PID/2021 menyatakan Zamzami telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana.

“Dengan sengaja membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan hak, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari pada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu yang dapat menimbulkan kerugian karena pemalsuan surat".

Putusan MA berkekuatan hukum tetap tersebut menjadi pintu masuk bagi Polres Rohil untuk menindaklanjuti pihak terkait, sebagaimana juga disampaikan oleh kejaksaan. Hasil penyidikan Satreskrim Polres Rohil kemudian menetapkan Rudianto sebagai tersangka penggunaan surat palsu dan penggelapan hak atas tanah seluas 100 hektar.

Rudianto pun sudah ditahan

Langkah hukum untuk melawan penetapan tersangka dan penahanan sudah ditempuh oleh Rudianto. Ia mengajukan gugatan praperadilan. Namun gugatan praperadilannya ditolak oleh hakim tunggal PN Rohil, Aldar Valeri SH pada 25 Agustus 2021 lalu.

Hakim Aldar dalam putusannya menyatakan bukti-bukti dan keterangan saksi yang diajukan pemohon tidak dapat diterima dan dikesampingkan.

"Dengan ditolaknya gugatan pemohon praperadilan ini, maka termohon yakni penyidik Polres Rohil secara sah dapat melanjutkan proses pemeriksaan pokok perkara tersangka Rudianto Sianturi atas dugaan melakukan tindak pidana pemalsuan surat dan penggelapan hak atas tanah," demikian petikan putusan praperadilan yang dibaca oleh hakim Aldar.

Dalam pertemuan tersebut, sejumlah anggota Komisi II DPR RI menekankan pada upaya pengukuran ulang hak guna usaha perusahaan (HGU). Wakil Ketua Komisi II, Junimart meminta agar seluruh HGU di Provindi Riau diukur ulang karena diyakininya perusahaan banyak mengelola lahan di luar HGU yang dimiliki.

"BPN harus ukur ulang semua HGU perusaan. Soal biaya, itu kami DPR yang mengesahkannya. Yang penting, BPN mau mengukut ulang semua. Banyak perusahaan yang kelola di luar HGU," kata politisi PDI Perjuangan tersebut. ***