JAKARTA - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengungkapkan adanya batasan konsekuensi hukum dari perjanjian antara pesantren dengan para wali santrinya.

"Apapun perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku pada lingkup kerugian perdata, yaitu kerugian materiil, tetapi sama sekali tidak mengikat bagi tindakan yang melanggar hukum pidana," kata Abdul Fickar kepada GoNews.co, Sabtu (24/08/2019).

Penjelasan Fickar, terkait dengan perjanjian tertulis antara pihak pesantren sebagai lembaga pendidikan dengan para wali dari santri yang 'nyantri' di pesantren tersebut. Beberapa pesantren di Indonesia, memberlakukan adanya surat penyataan yang ditandatangai oleh Wali Santri (Walsan), berisi kesediaan Walsan untuk tidak melibatkan wartawan maupun penegak hukum dalam penyelesaian permasalahan dengan pesantren.

Sumber anonim GoNews.co, pemilik salah satu pesantren di Semarang, Jawa Tengah mengatakan, perjanjian demikian memang biasa diterapkan di banyak pesantren.

Baru-baru ini, insiden tragis menimpa Santri Pondok Pesantren (Ponpes) Mambaul Ulum di Mojokerto, Ari Rivaldo (16). Ari tewas pada 20 Agustus 2019 setelah menjalani hukuman dari seniornya yang berinisial WN (17) pada 19 Agustus 2019. WN disebut memiliki kewenangan pengawasan terhadap ketertiban santri di pesantren tersebut.

Belum diketahui apakah pesantren tersebut termasuk dari pesantren yang memberlakukan 'janji tak melibatkan pihak luar' dalam penyelesaian masalah antara Walsan dengan Pesantren. Tapi bagi setiap pesantren yang menerapkan perjanjian tersebut, Fickar menegaskan bahwa perjanjian demikian "tidak mengikat bagi tindakan yang melanggar hukum pidana,".***