PEKANBARU - Zona merah dan hutan lindung diharapkan bisa dipisahkan dari objek wisata andalan di Provinsi Riau. Sebab, ini berpotensi menjadi penghalang untuk membangun infrastruktur di kawasan wisata tersebut.

Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Rencana Induk Kepariwisataan Provinsi (Riparprov) Riau 2021-2035, Mardianto Manan.

"Kalau ini jadi Riparprov tentu nanti ada beban penganggaran. Sementara, jika lokasi itu ada di zona merah, otomatis pembangunan tak bisa dilakukan di zona merah itu," ujarnya, Kamis (30/9/2021).

Dikatakannya, semua pembangunan yang bersumber dari APBD harus mempertimbangkan apakah lokasi tersebut berada di zona merah atau tengah bersengketa. Makanya, status objek wisata harus jadi pertimbangan utama.

"Sebelum ini menjadi masalah, harus di-clear-kan terlebih dahulu, jangan nanti setelah Perda jadi baru dicarikan solusinya," tambahnya.

Disampaikan Politisi PAN ini, kalaupun ada objek wisata potensial yang saat ini berada di zona merah, dia menyarankan supaya ditetapkan pola pinjam pakai terbatas yang diatur di kementerian kehutanan.

"Itu bisa saja difungsikan dengan model pinjam pakai. Ada aturan jumlah dan masa pakainya di Kementerian Kehutanan. Ini perlu langkah kedua ketiga yang dilakukan, memang tidak mudah tapi bisa," jelasnya.

Riparprov Riau, sambungnya, merupakan upaya DPRD Riau dalam meningkatkan perekonomian masyarakat di bidang pariwisata. Namun, jika tak dijalankan secara serius, ia khawatir akan merusak fungsi hutan lindung.

"Ibaratnya kita letakkan setitik gula pasti semut akan berkumpul. Begitupun tempat wisata, pasti ada yang jual makanan, buka penginapan dan lainnya. Maka untuk mengatur itu perlu aturan lagi. Jangan sampai hal ini malah merusak kawasan lindung," tutupnya. ***