PEKANBARU - Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Septa Dinata dalam pernyataannya kepada wartawan, Selasa (11/1/2022), bicara soal wacana pengunduran pemilihan umum (Pemilu). Independensi penyelenggara Pemilu hingga kepentingan eksekutif dan legislatif jadi sorotannya.

Soal independensi penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU (Komisi Pemilihan Umum), Septa menyorot soal penetapan jadwal Pemilu. Menurutnya, kewenangan delegatif dari Undang-Undang ada pada KPU sehingga konsultasi jangan sampai menjadi titik sandera.

"Meski wajib berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah seperti Pasal 75 ayat (4) UU Pemilu, konsultasi tersebut sudah tidak lagi mengikat sebagaimana putusan MK Nomor 92/PUU-XIV/2016," kata Septa dikutip GoRiau.com.

Jika dilihat gelagat soal wacana Pemilu mundur, sambunh Septa, "Pemerintah dan DPR bisa dilihat sebagai pihak yang berkepentingan agar Pemilu mundur."

"Ini sudah tidak sehat," tukasnya.

Septa berpandangan, salah satu tujuan konsultasi tersebut adalah untuk menemukan kata sepakat terkait anggaran. "Jangan sampai hal yang bersifat teknis mengalahkan yang lebih prinsipil."

"Jadwal pemilu dan anggaran adalah teknis. Pergantian kekuasaan dalam demokrasi adalah prinsip," tegas Septa.

Maka dari itu, Septa menghimbau agar KPU segera menggunakan kewenangannya dalam menetapkan jadwal pemilu. Ia mengajak semua pihak untuk menghormati kewenangan tersebut.

"Ini perlu dikunci agar tidak liar ke mana-mana dengan segera mentapkan jadwal pemilu. Jika tidak, wacana ini akan semakin tak menentu dan KPU akan semakin terseret dengan agenda politik kelompok tertentu," ujarnya.***