PEKANBARU, GORIAU.COM - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru terus mendalami kasus perkara kredit fiktif di Bank Riau Kepri (BRK) cabang Batam. Dan hari ini, Selasa (3/12/2013) siang, kembali digelar sidang dengan agenda masih pemeriksaan saksi.

Pada sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dikcy Zaharuddin menghadirkan Syahrizal selaku Direktur Kredit BRK Batam. Walau saksi sempat menghilang namun persidangan tetap dilanjutkan karena diketahui saksi sedang menjalan ibadah shala zuhur.

Pada saat sidang dan ditanya soal asal muasal uang Bank Riau Kepri, saksi mengatakan, dana yang menjadi permasalahan ini adalah benar uang masyarakat, ''uangnya berasal dari masyarakat, dan akan dikembalikan ke masyarakat melalui kredit,'' terang saksi dihadapan hakim Krosbin LB Gaol, SH, MH.

Sebelumnya, AW terdakwa yang merupakan Direktur PT Saras Perkasa yang berencana melanjutkan pembangunan rumah toko (ruko) dan mall di Batam, mengaku tidak mempergunakan uang masyarakat tersebut dengan sepantasnya.

Dimana hal itu bermula, sekitar awal tahun 2003, terdakwa bertemu dengan FN, saat menghadiri acara di Batam Centre, Kota Batam. Selanjutnya, FN kemudian menawarkan bisnis atau usaha property kepada terdakwa. Merasa tergiur, FN kemudian pergi ke Pekanbaru dan menemui Dirut Bank Riau Kepri, ZT dan mengatakan ada kontraktor yang mau mengambil alih pembangunan di komplek Batu Aji.

Selanjutnya, terdakwa dipertemukan dengan ZT, kemudian ZT menyetujui pengambilalihan (take over) kredit bermasalah kepada PT Saras Perkasa.

Selaku Direktur, AW kemudian mengajukan kredit kepada Bank Riau-Kepri (dulunya bernama BPD Riau-red) untuk proses pengalihan kredit pembangunan tersebut. Saat itu, terdakwa AW meyakinkan akan meneruskan bangunan mal dan meminta penambahan kredit Rp 55 miliar dengan jaminan ''cash collateral'' berupa deposito di Bank BNI 46 sejumlah Rp100 miliar.

Namun, karena jaminan itu tidak diserahkan, pihak bank hanya mengucurkan kredit dengan plafon Rp35,2 miliar. Syarat ''take over'' itu menerabas aturan yang berlaku.

Setelah uang dicairkan, AW selaku Direktur PT Saras Perkasa, tidak mempergunakan uang tersebut, sebagaimana peruntukannya. Sehingga posisinya masuk kategori kredit macet.

''Atas perbuatannya, terdakwa dijerat dengan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang Undang RI no 31 tahun 1999, sebagaimana ditaur dalam Pasal 20 UU RI no 31 tahun 2001, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana,'' papar JPU. ***