PEKANBARU - Wakil Ketua DPRD Kota Pekanbaru, Nofrizal mengakui bahwa sistem pengelolaan sampah di era kepemimpinan Walikota Pekanbaru, Firdaus tidak sebaik di masa kepemimpinan Herman Abdullah.

Nofrizal sendiri sudah pernah menjadi Anggota DPRD Pekanbaru di masa kepemimpinan dua orang tersebut, sehingga dia bisa membandingkan bagaimana sistem dahulu dan sistem sekarang.

Pengelolaan sampah pada zaman kepemimpinan Herman Abdullah, kata Nofrizal, diserahkan kepada Camat, sementara Dinas Kebersihan dan Pertamanan kala itu hanya fokus mengelola kebersihan, menyapu jalan dan taman yang ada di jalan protokol.

"Untuk pengambilan sampah serta retribusi sampah dikelola oleh pihak kecamatan, dan pihak kecamatan mendelegasikan ke kelurahan dan kemudian bekerjasama dengan LPM serta RT dan RW," kata Ketua DPD PAN Pekanbaru ini, Jumat (8/1/2021).

Dengan cara pengelolaan sampah yang seperti itu, Nofrizal mengatakan Kota Pekanbaru berhasil mendapatkan piala Adipura sampai tujuh kali berturut-turut sebagai bukti bahwa pengelolaan sampah di Pekanbaru berhasil dikelola dengan baik.

Sementara di masa kepemimpinan Firdaus, pengelolaan sampah dilakukan dengan sistem swastanisasi, setidaknya masyarakat 'dihantui' oleh tumpukan sampah sebanyak tiga kali, yakni tahun 2016, 2017 dan sekarang 2021.

Pada pertengahan tahun 2016, persoalan sampah terjadi akibat kontraktor distributor sampah, PT Multi Inti Guna (MIG) menunggak gaji para pekerja, sehingga ratusan pekerjanya memutuskan mogok. 

Saat itu, Kadis yang berwenang adalah Edwin Supradana. Edwin sendiri akhirnya dicopot bersamaan dengan kepala bidang terkait, dan kontrak PT MIG juga akhirnya diputuskan.

Setelah itu, persoalan sampah di bawah kewenangan DLHK juga terjadi, tepatnya pada awal tahun 2017. Saat itu, armada yang kurang menjadi alasan tidak beresnya penanganan sampah di Kota Pekanbaru.

Dan persoalan sampah yang ketiga kalinya terjadi di awal tahun 2021, dimana penyebabnya adalah habisnya kontrak dengan dua kontraktor pengangkut sampah, yakni PT Godang Jaya dan PT Samhana.

Habisnya kontrak kerja dengan dua kontraktor ini, membuat pengelolaan sampah menjadi tidak berjalan. Karena, lelang jasa pekerjaan ini belum ditunjuk.

Nofrizal mengakui, swastanisasi sampah sebenarnya menjadi perdebatan di kalangan DPRD Pekanbaru dengan Pemko Pekanbaru, karena swatanisasi sampah ini baru pertama kali dilakukan.

Pengelolaan sampah menggunakan pihak ketiga ini, lanjut ga, ada plus dan minus, nilai plusnya sampah terangkat namun minusnya dipenghujung dan awal tahun sampah kembali menumpuk. Dan lagi, adanya proses lelang yang tidak berjalan dengan baik.

"Terkait dengan pelelangan sudah diatur dalam undang-undang, sehingga tidak ada jeda waktu kosong. Masalah penganggaran Pemko dan DPRD selalu tepat waktu dalam pengesahan anggaran, bahkan APBD 2021 disahkan akhir bulan November. Kalau proses lelang dikaitkan dengan anggaran saya kira ini adalah masalah manajemen yang membuat sistem persampahan tidak berjalan dengan baik," bebernya.

Lebih jauh, Nofrizal menyarankan agar Pemko Pekanbaru kembali mengadopsi sistem pengelolaan sampah seperti zaman kepemimpinan Herman Abdullah, karena ketika sampah dikelolah oleh pihak kecamatan sistem persampahan berjalan denga baik.

"Masalah sampah harus dikaji lebih dalam lagi, kalau memang sistem itu bisa diadopsi kembali kenapa tidak. Atau tidak sistem yang lama diadopsi dengan pihak swasta, jadi ada kerjasama," pungkasnya. ***