"DENNY Trisjanto itu termasuk yang mendukung saya sehingga terpilih menjabat sebagai Ketua Umum PB Perpani periode 2020-2022. Untuk persiapan pelatnas Olimpiade Tokyo 2021, kita akan menggelar Seleksi Nasional (Seleknas) dalam upaya mencari yang terbaik." Kalimat itu yang diucapkan Illiza Sa'aduddin Djamal saat ditemui di Sekretariat PB Perpani beberapa bulan lalu.

Pelaksanaan seleknas dalam upaya menjaring atlet panahan dan pelatih terbaik yang terlaksana 30 Juli itu merupakan langkah awal yang manis. Namun, belakangan muncul kemelut pencoretan tiga atlet elit yang sudah lolos dari seleknas dengan alasan indisipliner dan memaksakan kehendak harus ditangani pelatih nasional Denny Trisjanto yang disebut menduduki peringkat kelima dalam seleknas tersebut.

Kemelut pencoretan Riau Ega Agata Salsabila, Diananda Choirunisa dan Asiefa Nur Haensa mestinya tidak membuat gaduh jika kepengurusan PB Perpani pimpinan Illiza Sa'aduddin yang resmi dikukuhkan Ketua Umum KONI Pusat, Marciano Norman secara virtual, Rabu, 5 Mei 2020 menyadari perjuangan ketiga atlet elit tersebut.

Dalam kemelut ini, kita memang tidak bisa sepenuhnya menyalahkan mantan Walikota Banda Aceh itu. Bisa saja Anggota Komisi X DPR-RI ini mendapat masukan yang keliru sehingga mengambil keputusan blunder dengan menandatangani Surat Keputusan PB Perpani bernomor 220/KU/PB Perpani/VIII/2020 tertanggal 8 Agustus 2020.

Nasi sudah menjadi bubur. Turunnya SK itu terlihat menggambarkan arogansi. Apalagi, KONI Jawa Timur sudah mengirimkan surat balasan PB Perpani Nomor 166/KU/PB Perpani/VII/2020 tanggal 16 Juli 2020 tentang permohonan izin dan nomor : 198/KU/PB Perpani/VII/2020 tanggal 2 Agustus 2020 tentang konfirmasi keizinan atlet.

Dalam surat tertanggal 5 Agutus 2020 yang ditandatangani Ketua KONI Jatim, Erlangga Satriagung menyebutkan KONI Jawa Timur siap mendukung pelaksanaan Pelatnas Panahan Olimpiade. Demi suksesnya misi Merah Putih, Erlangga Satriagung mengusulkan pelatnas cabor panahan Olimpiade 2021 mengikutsertakan pelatih yang selama ini menangani ketiga atlet untuk menangani pelatihannya secara khusus.

Alasannya, keberadaan pelatih tersebut sangat penting mengingat pelatih inilah yang menjadikan atlet tersebut berprestasi hingga ajang internasional. Bahkan, dia menjelaskan kualifikasi pelatih yang menangani ketiga atlet dimaksud selama belasan tahun tidak perlu diragukan lagi. Dan, dia juga mengusulkan Pelatnas diterapkan dengan sistem desentralisasi dengan pola monitoring dilakukan Tim Pelatnas. 

Dalam surat itu, KONI Provinsi Jatim menegaskan akan mengizinkan para atlet dan pelatih bergabung pada program pelatnas dengan usulan alternatif tersebut jika kondisi wabah Covid 19 sudah mereda dan aman untuk menjalankan pelatihan New Normal demi keselamatan jiwa atlet dan pelatih. 

Dukungan KONI Jatim terhadap olahraga panahan ini selayaknya mendapakan apresiasi. Apalagi, KONI Jatim sudah menjalankan program pembinaan latihan daerah (pelatda) ketiga atlet panahan elit itu di tengah pandemi Covid 19 sebelum PB Perpani memulai pelatnas Olimpiade.

Praktis dengan berjalannya prograam pelatda panahan yang dimulai usai SEA Games Manila 2019 dengan mengikuti protokol kesehatan secara ketat sesuai ketentuan pemerintah itu sangat membantu dalam upaya mempertahankan prestasi ketiga atlet tersebut. Dengan adanya pelatda itu, peran KONI Jatim tidak boleh dilupakan begitu saja. Sebab, kepengurusan PB Perpani sempat vakum selama delapan bulan sebelum Illiza Sa'aduddin terpilih.

Olimpiade itu tidak sama dengan SEA Games dan Asian Games. Atlet yang tampil di pesta olahraga akbar empat tahunan dunia itu adalah atlet terbaik yang harus melalui babak kualifikasii Olimpiade. Nah....Riau Ega dan Diananda lah yang berjuang mendapatkan tiket ke Olimpiade itu setelah mengukir prestasi pada Asian Games Jakarta 2018. Riau Ega yang akrab dipanggil Sinchan meraih medali perunggu nomor recurve putra dan Diananda Choirunisa yang panggilan akrabnya Anis mendapatkan perak nomor recurve putri.

Tidak bisa dipungkiri bahwa perjuangan Riau Ega dan Diananda itu telah melahirkan terbentuknya pelatnas panahan Olimpiade. Dan, prestasi yang dicatat keduanya sekaligus memastikan cabang olahraga (cabor) panahan yang disebut cabor prirotas karena tak pernah absen tampil sejak Olimpiade 1984. Bahkan, berkat prestasi mereka juga dana pelatnas Olimpiade sebesar Rp3,6 miliar dikucurkan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

Memang PB Perpani berhak menggantikan posisi ketiganya dalam pelatnas Olimpiade mengingat aturan kouta tiket Olimpiade Tokyo 2021 itu bukan menunjukkan nama atlet panahan seperti pada cabang angkat besi. Namun, soal pemilihan atlet dan pelatih pelatnas itu sudah diatur dalam pasal 8 ayat 2 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 tahun 2017 tentang Percepatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON). Dalam pasal itu diatur mengenai pelaksanaan seleksi harus dilakukan secara terbuka, objektif, jujur, adil, dan tidak diskriminatif.

Rasanya terlalu riskan jika dalam pertanggung jawaban anggaran dana pelatnas tidak mencantumkan ketiga atlet elit tersebut. Faktanya, mereka masih yang terbaik. Apalagi, Kemenpora berulangkali menyebutkan hanya atlet terbaik yang berhak mewakili Indonesia pada ajang Olimpiade.

Suatu hal yang wajar jika Riau Ega mempertanyakan keputusan PB Perpani yang telah mencoretnya karena meminta diizinkan berlatih dengan suami mantan legenda panahan Lilis Handayani itu. Dan, Riau Ega beralasan memilih Denny yang sebelumnya mendampingi di Olimpiade Rio de Janeiro 2016 agar program latihan yang telah dijalankannya selama ini terus berjalan demi memperbaiki penampilan di Olimpiade Tokyo 2021.

Yang lebih miris lagi mendengar pengakuan Riau Ega seperti dilansir Antara menyebutkan dirinya rela dipotong gaji seandainya PB Perpani mengizinkan Denny Trisjanto melatihnya selama pelatnas Olimpiade. Dan, dia menilai permohonan yang diajukannya itu tidak melanggar aturan maupun UU PPON No 95 Tahun 2017.

Di Olimpiade Tokyo 2021, cabang olahraga panahan mempertandingan lima nomor. Yakni, recurve putra, recurve putri, mix recurve, beregu putra dan beregu putri. Saat ini, Indonesia sudah memastikan tiket nomor recurve putra, recurve putri dan nomor Mix Recurve yang baru pertama kali dipertandingkan di Olimpiade.

Di World Cup Paris, Juni 2021 yang merupakan babak kualifikasi terakhir Olimpiade ada keinginan PB Perpani menambah jatah dari nomor beregu putra dan putri. Rasanya sulit untuk bersaing tanpa kehadiran ketiga pemanah terbaik itu. Kekuatan Indonesia di nomor tersebut dipastikan pincang apalagi jurang prestasi ketiga atlet tersebut dengan yang lainnya cukup tajam.

Dampak lain yang perlu dipikirkan yakni kasus ini menimbulkan preseden buruk yang berdampak terhadap pembinaan olahraga panahan di Indonesia. Daya juang atlet maupun pelatih untuk tampil di Olimpiade akan semakin pudar karena tanpa ada kepastian mereka yang mendapatkan tiket itu bergabung dalam Kontingen Indonesia. Semoga saja semua bisa menyadari.

Penulis : Azhari Nasution, wartawan Gonews.co Group dan Wakil Ketua SIWO Pusat