LONDON -- Seorang perwira senior kepolisian Metropolitan London, Inggris, Inspektur Detektif Neil Corbel (40), divonis pengadilan 3 tahun kurungan penjara, Jumat (21/1/2022).

Pengadilan menyatakan Neil Corbel terbukti bersalah telah merekam 51 wanita dalam kondisi bugil (telanjang) menggunakan kamera mata-mata.

Dikutip dari Sindonews.com, kepada polisi, Neil Corbel (40) mengaku dirinya kecanduan pornografi. Pengakuan itu muncul setelah dalam hard drive-nya ditemukan gambar 51 korban, 19 di antaranya telah bersaksi melawannya.

Corbel, mantan perwira kontra-terorisme itu, mengambil berbagai identitas palsu dalam memikat para model untuk pemotretan sebelum memasang kamera mata-mata di kamar hotel dan flat.

Perwira yang sudah menikah dan memiliki dua anak itu menyembunyikan kamera di kotak tisu, pengisi daya telepon, penyegar udara, kacamata, kunci, dan headphone. Demikian keterangan Pengadilan Isleworth Crown di London barat.

Seorang model, yang setuju berpose telanjang untuk pemotretan, menjadi curiga terhadap jam digital dan menemukan secara online bahwa itu adalah perangkat spyware yang dikendalikan oleh ponsel pintar.

Corbel sebelumnya mengaku bersalah atas 19 pelanggaran voyeurisme.

Hakim Martin Edmunds memenjarakan Corbel dengan total tiga tahun untuk pelanggaran, yang terjadi di London, Manchester dan Brighton antara Januari 2017 hingga Februari 2020.

''Anda menggunakan berbagai tipu daya untuk membujuk wanita melepas pakaian mereka di hadapan Anda sehingga Anda dapat merekam video untuk kepuasan seksual Anda,'' kata Edmunds kepada Corbel.

''Anda melakukannya dengan menggunakan beberapa kamera rahasia yang ditempatkan secara strategis, terkadang hingga sembilan,'' ujar hakim, seperti dikutip AFP, Sabtu (22/1/2022). Seorang model memberi tahu Corbel di pengadilan bahwa tindakannya telah memengaruhi setiap aspek hidupnya, dan dia mengalami kebotakan karena mencabut rambutnya karena stres.

Kasus ini muncul setelah petugas polisi Metropolitan lainnya dipenjara seumur hidup karena penculikan, pemerkosaan, dan pembunuhan terhadap Sarah Everard di London selatan pada Maret 2021.

Hilangnya Everard memicu protes nasional yang menyerukan keamanan yang lebih baik bagi perempuan dan anak perempuan di tempat umum.

Keyakinan bahwa pembunuh Everard adalah polisi telah merusak kepercayaan publik pada kepolisian karena pelaku telah menggunakan surat perintah untuk melakukan penangkapan palsu.***