JAKARTA - Hasil pemodelan yang dilakukan para pakar dari sembilan universitas, kematian di Indonesia akibat terinfeksi virus corona bisa mencapai 2,6 juta orang. Kecuali, pemerintah melakukan intervensi untuk mencegah penyebaran virus corona tersebut.

Kemudian, bila setengah dari masyarakat Indonesia tidak mengisolasi diri, angka kematian tetap berpotensi menembus angka 1 juta orang.

Dikutip dari detikcom, pemodelan terkait wabah Covid-19 di Indonesia, dibuat oleh pakar dari berbagai universitas dan tim SimcovID. Ilmuwan yang terlibat dalam penelitian ini berasal dari ITB, Unpad, UGM, Essex and Khalifa University, University of Southern Denmark, Oxford University, ITS, Universitas Brawijaya dan Universitas Nusa Cendana.

Peneliti membagi prediksi berdasarkan tiga level intervensi sebagai berikut:

1. Tanpa intervensi: Penyebaran virus dibiarkan tanpa penanganan.

2. Mitigasi (mulai 15 Maret 2020): Memperlambat penyebaran. 50% Populasi diam di dalam tempatnya, 50% populasi bisa bepergian.

3. Supresi (jika mulai 12 April 2020): Menekan laju penyebaran. Karantina wilayah. Hanya mengizinkan 10% populasi yang bisa bepergian.

Sebagaimana diketahui, saat ini Indonesia telah menyatakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), sudah ada imbauan pembatasan jarak fisik, peliburan tempat-tempat kerja, hingga peniadaan acara berkumpulnya orang.

Bagaimana dengan Indonesia saat ini? Apakah masuk kondisi COVID-19 tanpa intervensi, mitigasi, atau supresi?

''Indonesia cenderung mitigasi keras, belum supresi,'' kata Nuning Nuraini, peneliti matematika epidemiologi ITB yang ikut serta dalam riset ini, menjawab pertanyaan detikcom, Kamis (9/4/2020).

Berikut ini prediksinya:

Perbandingan strategi tanpa intervensi, mitigasi, dan supresi

1. Tanpa intervensi

- Jumlah kematian: 2,6 juta

- Durasi epidemi sejak intervensi: 4-5 bulan

- Puncak kasus aktif: 55 juta (tengah Mei 2020)

- puncak kebutuhan ICU: 6 juta

2. Mitigasi (mulai 15 Maret 2020)

- Jumlah kematian: 1,2 juta

- Durasi epidemi sejak intervensi: 10-13 bulan

- Puncak kasus aktif: 5,5 juga (awal Juli 2020)

- Puncak kebutuhan ICU: 600 ribu

3. Supresi (jika mulai 12 April 2020)

- Jumlah kematian: 120 ribu

- Durasi epidemi sejak intervensi: 6-7 bulan

- Puncak kasus aktif: 1,6 juta (akhir April-awal Mei 2020)

- Puncak kebutuhan ICU: 180 ribu

Bagaimana dengan kondisi intervensi yang diterapkan saat ini? Apakah angka kematiannya bakal 1,2 juta orang sebagaimana prediksi dengan kategori intervensi mitigasi, atau jumlah kematian 120 ribu orang sebagaimana prediksi dengan kategori supresi?

''Jumlah kematian bisa lebih rendah dari 1,2 juta orang, kita sedang berada di antara mitigasi dan supresi. Ini tergantung pilihan yang dibuat individu dan juga pemerintah. Kalau masing-masing individu sadar disiplin mengisolasi diri dan keluarga, atau apabila pemerintah bertindak keras, maka harapannya bisa dekat ke supresi,'' kata Nuning Nuraini.

''Tapi kalau masih mudik, ya, bisa dibayangkan penyebarannya,'' imbuhnya.

Riset ini menggunakan permodelan SEIRQD, yakni Susceptible (rentan)-Exposed (terpapar)-Infected (tertular)-Quarantine (karantina)-Recovery (sembuh)-Death (kematian).

Tujuannya, pertama, untuk menganalisis perkiraan kepadatan kasus Covid-19 per 100 ribu jumlah penduduk. Kedua, menunjukkan seberapa besar perkiraan kasus yang tidak terdeteksi dari provinsi-provinsi di Indonesia.

Riset ini juga menggunakan metode Extended Kalman Filter. Tujuan penggunaan metode ini untuk memberi nilai angka reproduksi penularan COVID-19 dengan tepat, dan memproyeksikan waktu puncak serta jumlah kasus kematian dari beberapa skenario kebijakan pemerintah.

Penelitian dengan draf bertanggal 6 April 2020 ini didasarkan pada data sampai 31 Maret 2020. Hasil permodelan ini belum melalui penelaahan sejawat (peer review). ***