JAKARTA - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu prihatin dengan sejumlah kasus yang menjerat purnawirawan TNI terkait aksi 22 Mei. Ia menyebut para purnawirawan itu adalah senior dan juniornya di TNI.

"Terus terang saja di sana banyak purnawirawan, itu senior saya, ada adik angkatan saya juga. Sebagai sama-sama purnawirawan sebetulnya tidak baik, ini tidak boleh terjadi. Kenapa bisa begitu?" ujar Ryamizard di kantornya, Kamis (30/5).Diketahui mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayor Jenderal Purnawirawan Kivlan Zen telah ditetapkan sebagai tersangka makar dan kepemilikan senjata api. Selain Kivlan, polisi juga menetapkan mantan Danjen Kopassus Mayor Jenderal Purnawirawan Soenarko sebagai tersangka kepemilikan senjata api.Mantan Kepala Staf Angkatan Darat ini mengatakan para purnawirawan TNI itu sudah berpuluh tahun mengabdi pada bangsa dan negara. Ia mengaku sedih karena harusnya mereka tak terjerat kasus."Teman-teman kita banyak yang gugur di Aceh, Papua, Timor Timur. Ini sisa yang belum gugur kenapa begitu? Kalau dikatakan sedih ya sedih saya," katanya.Ia pun tak yakin para purnawirawan TNI ini memiliki kaitan dengan para tersangka yang berencana melakukan pembunuhan kepada empat pejabat negara. Ryamizard mengaku telah mengenal mereka selama bertahun-tahun."Saya kan sama-sama mereka bertahun-tahun. Tidak ada tuh bunuh-bunuhan. Kalau ngomong ya mungkin saja, nanti deh saya tanya ke dia bener apa enggak," ucapnya.Lihat juga: Menhan Ingatkan Ancaman Ubah Mindset Ganti PancasilaRyamizard pun mengingatkan jika memang ada pihak yang tidak puas dengan hasil Pemilu 2019 dapat melaporkan ke lembaga yang sesuai konstitusi. "Kalau kurang puas sampaikan, ada KPU atau Bawaslu. Tunjukkan tidak benarnya di mana," tutur Ryamizard.Kasus dugaan kepemilikan senjata api yang menjerat Kivlan dan Soenarko disebut berkaitan dengan penangkapan enam orang yang diduga merencanakan pembunuhan pada Menkopolhukam Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere.***