JAKARTA -- Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, menegaskan, tidak ada lembaga negara dihadiahkan kepada kelompok tertentu.

Dikutip dari Republika.co.id, Haedar mengingatkan, Indonesia, termasuk lembaga-lembaga negara, merupakan milik bersama seluruh rakyat Indonesia. Sehingga, tidak boleh dikuasai satu kelompok tertentu.

''Semisal elite negeri yang menyatakan suatu kementerian negara lahir diperuntukkan golongan tertentu dan karenanya layak dikuasai oleh kelompoknya. Suatu narasi radikal yang menunjukkan rendahnya penghayatan keindonesiaan,'' ujar Haedar dikutip dalam laman resmi Muhammadiyah, Ahad (25/10/2021).

Haedar mengatakan, bahwa Indonesia sudah 76 tahun merdeka. Mestinya, segenap warga dan elite negeri semakin dewasa dalam berbangsa dan bernegara. Namun, kata dia, masih ada saja yang belum beranjak ''akil-balig'' dalam berbangsa dan bernegara. 

Buktinya, Negara Republik Indonesia yang susah payah diperjuangkan kemerdekaannya oleh seluruh rakyat dengan segenap jiwa raga, direngkuh menjadi miliknya.

''Inilah ironi ke-Indonesiaan. Suatu ironi bernegara yang sejatinya berlawanan arus dengan gempita Aku Pancasila, Aku Indonesia, Aku Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI harga mati. Ironi sebagai bukti, Indonesia ternyata belum menjadi milik semua,'' katanya.

Ia menjelaskan Indonesia lahir dan hidup untuk seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali. Haedar mengutip pidato Soekarno pada 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI yang menyatakan bahwa pendirian negara Indonesia adalah untuk semua. ''Kita hendak mendirikan suatu negara buat semua. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan maupun golongan yang kaya, tetapi semua buat semua,'' katanya mengutip pidato Presiden pertama Republik Indonesia itu.

Menurutnya, ketika ada warga atau elite bangsa atau golongan yang mengklaim Indonesia seolah miliknya dan diperuntukkan bagi diri sendiri atau kelompoknya, maka telah keluar dari fondasi yang telah dibangun oleh para pendiri bangsa.

''Sama halnya bila muncul asumsi bahwa Negara Indonesia yang tidak dikelola olehnya, maka salah semua. Pandangan, sikap, dan orientasi tindakan yang ironi seperti itu merupakan bentuk disorientasi berbangsa dan bernegara,'' ujarnya.

Maka dari itu, ia mengajak semua orang untuk memunculkan jiwa kenegarawanan dalam berbangsa dan bernegara dengan meruntuhkan segala kesombongan diri di atas otoritas Sang Pencipta.

''Sebaliknya, mesti dieliminasi segala wujud nafsu duniawi yang melampaui batas. Nabi mengingatkan, jika manusia diberi satu gunung emas, dia akan meminta gunung yang kedua, setelah diberi yang kedua, dia minta gunung emas ketiga. Hanya kematian yang memutus nafsu keserakahan itu,'' katanya.

Hadiah untuk NU

Sebelumnya diberitakan, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, Kementerian Agama (Kemenag) merupakan hadiah negara untuk Nahdlatul Ulama (NU), bukan untuk umat Islam Indonesia. Sehingga, wajar bila NU memanfaatkan banyak peluang di Kemenag untuk NU.

Dikutip dari Kompas.com, Yaqut menyampaikan pendapatnya itu saat memberikan sambutan di webinar bertajuk Santri Membangun Negeri dalam Sudut Pandang Politik, Ekonomi, Budaya, dan Revolusi Teknologi yang ditayangkan di kanal YouTube TVNU, Rabu (20/10/2021).

Yaqut awalnya menceritakan perbincangannya dengan sejumlah staf Kemenag tentang tagline Kemenag yang berbunyi ''Ikhlas Beramal''. Menurut Yaqut tagline tersebut kurang cocok.

Perbincangan tentang tagline tersebut dengan para stafnya lantas berujung pada perdebatan asal-usul Kemenag.

Yaqut mengatakan, salah satu stafnya berpendapat bahwa Kemenag merupakan hadiah dari negara untuk Umat Islam di Indonesia.

''Karena waktu itu kan perdebatannya bergeser ke kementerian ini adalah kementerian semua agama, melindungi semua umat beragama. Ada yang tidak setuju, kementerian ini harus kementerian Agama Islam, karena kementerian agama adalah hadiah negara untuk umat Islam,'' kata Yaqut.

''Saya bilang bukan. Kementerian Agama adalah hadiah negara untuk NU. bukan untuk umat Islam secara umum, spesifik NU. Jadi wajar kalo sekarang NU memanfaatkan banyak peluang di Kemenag untuk NU,'' lanjut politisi PKB itu.

Yaqut menuturkan, Kemenag muncul setelah KH Wahab Chasbullah menjembatani kelompok Islam dan nasionalis dalam perdebatan tujuh kata dalam Piagam Jakarta.

Kelompok Islam menginginkan tujuh kata yang berbunyi ''dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya'' dipertahankan. Sedangkan kelompok nasionalis meminta tujuh kata tersebut dihilangkan.

''Kemudian lahir Kemeterian Agama karena itu. Wajar sekarang kalau kita sekarang minta Dirjen Pesantren kemudian kita banyak mengafirmasi pesantren dan santri juga. Wajar saja. Tidak ada yang salah,'' kata Yaqut.

''Ada lagi yang mempermasalahkan kenapa mengafirmasi Kristen, Katolik, Hindu, Budha. Saya bilang NU itu banyak dan besar. Banyak umatnya dan besar secara fisik badannya. Orang yang besar itu cenderung selalu melindungi yang lemah, yang kecil dan itu sifat NU,'' tutur Yaqut.

Karena itu, Yaqut mengatakan sikap Kemenag yang mengayomi semua agama justru menegaskan semangat NU yang sesungguhnya.

''Kalau sekarang Kemenag menjadi kementerian semua agama, itu bukan menghilangkan NU-nya tapi justru menegaskan ke-NU-annya. NU itu terkenal paling toleran, moderat. Saya kira tidak ada yang salah. Saya kira itu menjadi landasan cara berpikir kami di Kemenag sekarang,'' lanjut dia.***