DUNIA sedang dilanda ‘’kegamangan’’ tragedi kemanusiaan. Tragedi kemanusiaan itu lebih berbahaya dari sekadar bom nuklir antar benua, atau silang sengketa dua negara karena perang dagang dan sebagainya. Tragedi ini datang meluluhlantakkan lebih dari 180 negara di dunia.

Wabah virus Corona atau Covid-19, tak hanya mengguncang Wuhan, tetapi juga dunia. Kita bisa merasakan kepanikan melanda dunia saat ini. Kantor berita Kompas juga melaporkan jumlah kasus infeksi virus corona di seluruh dunia hari ini, Kamis (4/5), sudah 3,58 juta terinfeksi dan 1.159.422 sembuh. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah kasus virus corona di 196 kawasan dan negara mencapai 416.686 orang. Dari data yang mereka himpun, ada 18.589 orang meninggal di seluruh dunia akibat infeksi tersebut.

Virus Corona yang meruntuhkan  kehidupan kemanusiaan dan juga ekonomi. Hampir semua negara melakukan isolasi wilayah (lockdown) untuk menghindari semakin meluasnya virus corana diderita manusia. Tentunya bagaimana pun sulit dan mendebarkan, karena hampir semua lini terjangkiti wabah Covid-19, yang paling dibutuhkan saat ini  adalah upaya untuk menangani pasien yang sudah terpapar virus corona, melakukan isolasi selama 14 hari bagi pasien yang sakit, namun tidak memiliki risiko penyakit lainnya. Faktanya virus covid-19 meluas dengan cepat menjadi epidemi yang sangat mudah menjangkiti masyarakat.

Penanggulangan virus ini, tentu membutuhkan kesikapan dan ketegasan pemerintah dari pusat maupun daerah.  Pemerintah harus bertanggung jawab terhadap keselamatan dan pelayanan kesehatan masyarakat, dokter dan para medis, serta masyarakat secara umum.

Diharapkan muncul serta timbul  ‘kesadaran’’ dan perasaan bahwa ini adalah persoalan bersama sebagai sebuah bangsa, dan menggalang kekuatan bersama-sama untuk saling tolong menolong menanggulangi wabah ini. Solidaritas adalah perasaan saling percaya antara para anggota dalam suatu kelompok atau komunitas. Kalau orang saling percaya maka mereka akan menjadi satu, menjadi persahabatan, menjadi saling hormat-menghormati, menjadi terdorong untuk bertanggung jawab dan memperhatikan kepentingan sesamanya. Kita adalah satu Indonesia, jadi kondisi apapun pemerintah harus mampu menyakinkan masyarakat bahwa mereka adalah pihak yang paling penting dan utama dibela oleh pemerintah.

Tindakan yang mementingkan diri dan kelompok masing-masing, harapannya dihilangkan dan sangat tidakdiperlukan saat ini. Pemerintah harus mengutamakan keselamatan rakyat dibandingkan kepentingan lainnya, bahkan ekonomi sekalipun. Ini merupakan kekuatan moral yang harus ditumbuhkan kembali oleh pemerintah dan masyarakat. Bukankah selama ini, Indonesia dikenal sebagai bangsa dan masyarakat yang suka tolong menolong, baik hati, dan selalu mempunyai daya juang dan keikhlasan yang tinggi? Sebagaiman merujuk Emile Durkheim (Ritzer, 2003) yang melihat solidaritas sosial sebagai suatu gejala moral. Solidaritas merupakan kekuatan Indonesia sebagai bangsa yang majemuk yang mempunyai kekuatan sosial budaya beragam dengan berbagai nilai moral yang mengikat dan menjadi alasan menggerakkan perubahan, termasuk membangun solidaritas dalam menghadapi serangan virus corona.

Indonesia mempunyai kekuatan solidaritas mekanik yang diikat oleh “kesamaan” dalam bentuk kesadaran kolektif. Artinya sebagai sebuah bangsa yang sedang menghadapi wabah, Indonesia harus menyadari bahwa kita mempunyai kekuatan dalam bekerja sama. Kekuatan tersebut timbul oleh ideologi yang sama yaitu Pancasila dan UUD 1945.   Ini merupakan sebuah momentum nilai  tambah dengan 270 juta lebih peenduduk Indonesia yang menyatu dalam persatuan dan kesatuan Indoensia yang merupakan energi dahsyat, yang seharusnya dalam menjadi kekuatan dalam menghadapi apapun bentuk musibah, termasuk kasus covid19.

Virus korona atau Covid-19  yang menyebar secara cepat ke seluruh belahan dunia, tak terkecuali di negeri kita, Indonesia, sudah dapat dikategorikan sebagai bencana global. Para ahli sepakat bahwa bencana tidak hanya persoalan seperti banjir, gempa, karhutla, tanah longsor atau tsunami, tapi wabah penyakit pun masuk kategori bencana. Karenanya bencana korona memerlukan mitigasi atau penanganan matang terkait langkah dan upaya pencegahannya.

Secara bahasa, mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Hal ini sebetulnya telah diatur, misalnya, pada Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Penyelenggaraan mitigasi bencana dapat dilakukan dengan beberapa langkah teknis yang perlu disampaikan ke masyarakat agar fenomena ini teratasi secara tepat dan tidak menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Tidak hanya sekadar mitigasi bencana, namun adanya mitigasi kepemimpinan, tujuannya agar masyarakat dapat tenang dan tidak gusar dalam menghadapi situasi ketidakpastian.

Masalah fundamental dalam upaya pencegahan terhadap persoalan bencana ialah bagaimana pemerintah memperkuat kelembagaan relawan nasional. Tugasnya seperti juga yang dikembangkan di negara-negara maju, tak hanya pada masalah-masalah praktis, seperti evakuasi atau restrukturasi bangunan. Namun diperluas dalam bentuk memberi bantuan bidang pendidikan, masalah medis, informasi, keterampilan, dan sebagainya. Pada titik inilah kepemimpinan yang solid dan terpadu dalam mitigasi yang terukur dapat melaksanakan penanganan yang sesuai, sebab komando dan arah perintah yang simpang siur justru akan menjadi terbukanya pintu ketidakpastian kondisi sebuah kepemimpinan, utamanya di negara kita yang sedang dilanda musibah.

Harapan besar seluruh masyarakat, bahwa kerja sama akan melahirkan rasa solidaritas di relung hati masyarakat Indonesia yang akan melahirkan perilaku saling tolong menolong, karena pada dasarnya Pemerintah tidak akan mungkin menyelesaikan sendiri masalah wabah covid19 ini.  Ketika solidaritas Bersama muncul, maka akan muncul perilaku-perilaku dan aktivitas yang menggerakkan ‘spirit’ masyarakat sehingga ‘epidemi’ yang sangat erat ini dapat dipikul bersama dan mampu meringankan semua pihak, termasuk pemerintah. Bagaimana pun juga pemerintah baik pusat dan daerah adalah pihak yang diberikan kewenangan oleh rakyat oleh karenanya mereka mempunyai kekuasaan untuk membuat kebijakan dan mengambil langkah-langkah yang lebih membela kepentingan masyarakat yaitu kesehatan dan keselamatan mereka.

Akhirnya, dalam menghadapi sebuah tragedi kemanusiaan ini, kita semakin sadar bahwa manusia hanyalah makhluk lemah yang tidak ada kekuasaan sedikitpun bila sebuah tragedi menimpa kita semua. Hanya kepada Sang Penciptalah semua kegamangan, kecemasan, serta harapan agar umat manusia dapat kembali pulih menghadapi tragedi ini. Dalam kelemahan manusia, sudah saatnya kesombongan yang kadang kala melekat akhirnya harus diruntuhkan di hadapan Yang Maha Segalanya. ***

* Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Riau.