JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan Republik Indonesia menambah besaran tunjangan cuti tahunan bagi anggota dewan pengawas dan anggota direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

"Untuk meningkatkan kinerja anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi BPJS, perlu melakukan perubahan atas peraturan tentang manfaat tambahan lainnya dan insentif bagi anggota dewan pengawas dan anggota direksi BPJS," dikutip dari pertimbangan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.112/PMK.02/2019, Senin (12/8/2019).

Beleid yang diundangkan pada 2 Agustus 2019 itu, merupakan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 34/PMK.02/2015 tentang Manfaat Tambahan Lainnya dan Insentif Bagi Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang menggantikan PMK sebelumnya, PMK No.34/PMK.02/2015.

Pasal yang diubah dari PMK No.34/PMK.02/2015 itu adalah ketentuan dalam pasal 12 terkait tunjangan cuti tahunan kepada anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi.

"(a). paling banyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun; dan (b). paling banyak 2 (dua) kali Gaji atau Upah," demikian ketentuan hasil perubahannya.

Seperti diketahui, BPJS (dalam alinea ini) adalah BPJS Kesehatan, sempat diproyeksikan defisit hingga triliun pada tahun 2019. Tahun 2018, BPJS Kesehatan dicatat defisit sebesar Rp9,1 triliun oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Audit yang dilakukan BPKP terhadap BPJS Kesehatan itu, mencakup semua fungsi dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), termasuk seluruh Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

Oleh karena itu, BPKP menyarangkan agar BPJS Kesehatan melaksanakan perbaikan pada aspek kepesertaan dan penerimaan iuran, biaya manfaat jaminan kesehatan, dan strategic purchasing.

Difisit BPJS Kesehatan juga dicatat oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Nilainya memang tak sampai triliunan karena DJSN lebih berfokus pada defisit dana jaminan sosialnya (DJS). Namun demikian, pembenahan BPJS Kesehatan juga direkomendasikan, bahkan pada level restrukturisasi holistik.***