MAKASSAR - Meski bukan beragama Islam, Ananda Ayu Masnathasari sudah lebih 5 tahun mengenakan hijab atau busana Muslimah. Bahkan saat diwisuda sebagai Sarjana Kedokteran, Ayu tetap menggunakan hijab.

Dikutip dari Suara.com, Ananda Ayu Masnathasari, tercatat sebagai mahasiswi kedokteran pertama beragama Hindu yang diwisuda di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Sulawesi Selatan.

Meski beragama Hindu, Ayu bisa mengikuti semua aturan yang berlaku di UMI. Seperti wajib memakai jilbab dan mengikuti sejumlah orientasi mahasiswa di kampus Islam itu.

Ayu yang lahir di Kabupaten Takalar, kuliah dan mengikuti pendidikan profesi sekitar 5,8 tahun.

Setiap hari penampilan Ayu di dalam kampus seperti mahasiswi lainnya. Memakai jilbab dan pakaian tertutup. Pakaian Muslimah.

''Awalnya tidak mudah pak, tapi jadinya saya setiap hari banyak belajar. Lebih siap diri saja. Setiap hari ada tantangan baru. Apa lagi besok,'' kata Ayu dalam video wawancara dengan Dekan Fakultas Teknologi Industri UMI Zakir Sabhara, Kamis (17/9/2020).

Selama kuliah di kampus dengan aturan Islam itu, Ayu mengaku tidak merasa dipaksa memakai jilbab. Karena memang aturan di UMI sudah lama seperti itu.

Saat mahasiswa baru UMI mengikuti pendidikan pesantren selama satu bulan, Ayu diberikan dispensasi tidak ikut pesantrean. Tapi harus belajar di pura, sesuai keyakinan Ayu.

''Semakin lama semakin terbiasa,'' kata Ayu.

Orang tua Ayu berasal dari Tabanan, Bali. Ayahnya beprofesi sebagai guru olahraga SMP di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.

''Bisa lulus tanpa hambatan,'' kata Ayu.

Sebagai bentuk penghargaan UMI terhadap prestasi dan kerja kerasnya, Ayu diberikan kesempatan memberikan pidato di depan dosen, sarjana, dan mahasiswa UMI.

Dekan Fakultas Teknologi Industri (FTI) UMI Zakir Sabhara yang bertemu dengan Ayu mengaku bangga. Meski beragama Hindu, Ayu tetap nyaman belajar sampai lulus menjadi dokter di UMI.

''Ini anak kerennya kedokteran. Pertama kalinya di kedokteran mahasiswa beragama Hindu,'' kata Zakir.

''Menetes tadi air mata ku,'' tambah Zakir.

Zakir mengatakan, kejadian ini harus menjadi pelajaran. Meski berbeda agama, suku, ras, dan golongan, rasa ke-Indonesia-an harus tetap dijaga.

''Semua satu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,'' sambung Zakir.***