SELATPANJANG - Kepala Desa (Kades) Kepau, Acat yang baru saja dilantik pada 15 Oktober 2019 lalu, dilaporkan atas dugaan praktik money politics (politik uang) pada saat sebelum dilakukan pemungutan suara pada pemilihan kepala desa (pilkades) serentak pada 26 Agustus lalu.

Laporan ini berdasarkan setelah adanya temuan di lapangan, dimana terlapor diduga telah membagikan kayu olahan hasil pembalakan liar kepada beberapa orang warga agar memilih dirinya.

"Kita tidak mempermasalahkan hasil Pilkadesnya, bahkan kita sudah menandatangani surat keputusan hasil pleno. Yang kita permasalahkan adalah adanya dugaan money politik yang dilakukan dengan membagikan kayu kepada masyarakat sehingga itu mempengaruhi hasil Pilkades. Dan itu kita ketahui satu hari setelah pemungutan suara," kata pelapor, Amat alias Cung Lai, salah satu lawan politiknya.

Dikatakannya, kasus tersebut sudah dilaporkan dengan menyurati Panitia pengawas Kecamatan (PPK) Tebingtinggi Timur pada 29 Agustus 2019 lalu. Laporan itupun didukung oleh tiga orang calon kepala desa lainnya yang juga mengikuti kontesasi Pilkades.

Setelah ditanggapi, Panitia Pengawas Kecamatan (PPK) Tebingtinggi Timur mengatakan jika laporan tersebut bukan menjadi kewenangan mereka, karena tim pengawas kecamatan hanya mengawasi proses tahapan selama Pilkades berlangsung, bukan temuan yang sifatnya kejahatan pidana.

Terhadap laporan tersebut, tim pengawas kecamatan Tebingtinggi Timur mengarahkan untuk menempuh jalur lain atau berkonsultasi langsung ke Bagian Hukum Setda Kepulauan Meranti.

"Setelah diarahkan untuk berkonsultasi dengan panitia ditingkat kabupaten, maka kami pun kembali melayangkan surat dengan tembusan kepada kepala PMD," kata Amat.

Dikatakan, setelah menyurati panitia pemilihan kepala desa tingkat kabupaten dan menunggu selama hampir satu bulan, dia pun mendapat surat balasan yang berisi jika laporan itu ditolak. Dimana setelah dilakukannya rapat bersama pada 23 September, pengajuan tersebut dinilai tidak memenuhi syarat formil dan bertentangan dengan kewenangan panitia tingkat kabupaten.

"Surat yang ditandatangani asisten 1 sebagai ketua panitia menyatakan jika laporan kami tidak diterima, ketika kami melakukan koordinasi mereka mengarahkan kami untuk menempuh jalur hukum yakni dengan melaporkannya ke kepolisian," ujarnya.

Amat sangat menyesalkan terhadap kebijakan dan keputusan yang diambil panitia tingkat kabupaten. Padahal menurutnya didalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 31 Tahun 2017 pasal 41 huruf j dan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 5 pasal 49 ayat 1 huruf j sangat jelas mengatur tentang adanya larangan melakukan money politik.

"Dalam Perda dan Perbup sangat jelas diatur, kenapa mereka tidak berpedoman kesana. Sepertinya ini ada hal yang dipaksakan," kata Amat.

Karena menemui jalan buntu, akhirnya Amat melaporkan kasus ini ke Polres Kepulauan Meranti pada tanggal 16 Oktober guna meminta kepastian hukum. 

"Setelah diminta keterangan oleh penyidik terhadap kasus ini, saya menyerahkan berbagai alat bukti. Nanti terserah penyidik menjerat dari sisi mana, apakah itu money politik atau ilegal logging dan kami diminta menunggu 14 hari untuk proses penyelidikan," ujarnya.

Kapolres Kepulauan Meranti, AKBP Taufiq Lukman Nurhidayat SIk melalui Kasat Reskrim, AKP Ario Damar mengatakan pihaknya tidak bisa melakukan penyelidikan terhadap laporan money politik pada Pilkades.

Polisi tak bisa langsung tangani money politik, tapi harus Gakkumdu, itu yang tak ada dalam Pilkades

"Tidak ada kewenangan polisi dalam kasus money politik Pilkades. Polisi tak bisa langsung tangani kasus money politik, melainkan harus melalui Gakkumdu, tapi itu hanya ada pada Pilpres dan Pileg kemaren, di Pilkades tidak ada," kata Ario.

Dikatakan Ario, pihaknya sudah memanggil PMD untuk meminta keterangan terkait hal ini, namun masih dilakukan pendalaman.

"Mereka sudah komplain kepada tim pemilihan di kabupaten, namun diarahkan untuk menempuh jalur hukum, karena keterbatasan referensi makanya mereka melaporkan ke polisi," ungkapnya.***