PEKANBARU - Ternyata masih banyak warga yang belum menerima bantuan dari Pemerintah Kota Pekanbaru, padahal masyarakat tersebut sudah didata dan merupakan warga Pekanbaru.

Seperti yang ditemukan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau di Jalan Riau Baru RT 06/03, Kelurahan Air Hitam, Kecamatan Payung Sekaki, Kota Pekanbaru, pada hari Senin (1/6/2020) pagi tadi, saat memberikan bantuan Covid-19 kepada beberapa masyarakat di wilayah tersebut.

Tiga diantaranya warga mengaku belum pernah menerima bantuan dari pemerintah, namun telah didata, ialah keluarga Syafril Nasution memiliki 5 orang anak, yang tinggal di rumah kayu sederhana. Lalu Renni Boru Marbun, seorang janda dengan 7 orang anak yang masih kecil dengan profesi pencari kara-kara atau barang bekas.

Kemudian, Karben Tumanggor dengan tiga anak, tinggal di rumah papan yang didirikan di atas tanah orang lain, sembari bercocok tanam di tanah tersebut, untuk bertahan hidup.

Tidak satupun dari tiga warga tersebut mengaku pernah menerima bantuan dari Pemko Pekanbaru. Seperti yang disampaikan oleh Karben Tumanggor saat ditemui GoRiau.com, Senin siang. Ia mengaku sudah pernah didata, tapi tidak pernah menerima yang namanya bantuan, baik sembako maupun uang tunai.

"Ya baru inilah bantuan pertama kali dari ibu Jaksa, dan teman-teman lainnya, ini terimakasilah. Kalau dari RT memang pernah didata sudah lama juga, tapi mungkin kita menunggu kalau ada bantuan dari pemerintah, ya kita sangat berterimakasih sekali, karna kita butuh. Corona ini memang susah kita, jualan pun sudah tidak bisa, tapi ya tetap bersyukur lah masi bisa sehat," tutur Karben kepada GoRiau.com.

Terpisah, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Mia Amiati ketika diwawancarai wartawan terkait hal tersebut, ia mengatakan informasi yang diperoleh pihak Kejati Riau, timbulnya permasalahan pendistribusian sembako di Pekanbaru dikarenakan adanya ketidaksesuaian data antara yang diajukan RT/RW dengan yang dimiliki Dinas Sosial (Dinsos) setempat. Sementara untuk dugaan kebocoran anggaran bansos, pihaknya belum melakukan pengusutan mendalam.

"Keluhan dari masyarakat adanya disclaimer data yang tidak sesuai antara yang diajukan masyarakat dengan yang ada di dinas sosial. Kalau mengenai itu (dugaan kebocoran bansos) belum kami teliti. Tapi kami juga harus punya kewaspadaan, karena bagaimanapun kami melakukan pendampingan itu mencari kebenaran, bukan kesalahan," kata orang nomor satu di Kejati Riau itu, usai memberikan sembako kepada warga.

Sebagaimana temuan anggota Komisi I DPRD Kota Pekanbaru kala melakukan inspeksi mendadak ke gudang PT SPM di Jalan Pattimura, dan Gudang Badan Urusan Logistik (Bulog) Provinsi Riau, beberapa hari lalu. Dimana saat itu, legislator menyatakan adanya dugaan kebocoran bansos senilai Rp2,3 miliar.

Lebih lanjut, terkait penegakan hukum terhadap oknum yang melakukan penyimpangan bansos, terutama saat pandemi Covid-19. Mia mengatakan, jika terbukti maka pihaknya tidak segan menuntut dengan penerapan pidana mati.

"Bisa. Dalam keadaan khusus sesuai ketentuan dalam undang-undang tindak pidana korupsi, kalau dianggap sudah memenuhi unsur tindak pidana korupsi, ancaman pidananya, pidana mati. Karena ada kekhususan," lanjut Mia.

Kemudian Mia menutup dengan memberikan contoh, seperti pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah, jika terjadi penyelewengan pada saat penyaluran, seberapapun jumblahnya, maka dapat diancam dengan hukuman pidana mati.

"Misalnya BLT yang disalurkan kepada yang sudah ditentukan dari dinas sosial, tapi ternyata di salah satu oknum RT, dia mengambil alih sendiri. Disampaikannya lah itu kepada keluarganya, misalnya. Lalu terbukti. Meskipun nilainya tak seberapa, itu ada indikasi bahwa ada perbuatan, ada mainstreanya, dia ada niat jahatnya. Memanipulasi data menurut dia sendiri., Kalau betul-betul ada unsur melawan hukum, kerugian negaranya ada, itu bisa diancam pidana mati," tandas Mia. ***