PEKANBARU - Tokoh masyarakat Meranti-Pekanbaru melaksanakan audiensi dengan pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepulauan Meranti, Jumat (7/1/2022), di Pekanbaru.

Saat berlangsung audiensi, Sri Yanti Razak suaranya terdengar bergetar karena menahan tangis, hatinya sedih dan lewat mickrofon dia meluahkan keluh kesah terkait kebijakan Bupati Kepulauan Meranti, Haji Muhammad Adil, tentang tenaga honorer yang ditunda kontrak kerjanya.

"Saya tak mau banyak cakap. Ya Allah, bukalah pintu H Adil agar dia menjadi pemimpin di Meranti yang adil seadilnya," kata Sri Yanti Razak dalam audensi tersebut.

Pemimpin, kata Wan Abu Bakar, seharusnya menjadi pohon besar tempat masyarakat untuk berlindung bukan sebaliknya, pemimpin meresahkan masyarakat dengan kebijakannya yang tidak berpihak kepada kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

"Kita ingin pemimpin di Meranti membawa ketenangan, bukan membawa keresahan di tengah-tengah masyarakat atas kebijakan yang dikeluarkan. Setelah kami lihat kondisi saat ini di Meranti, kebijakan yang dibuat pemimpin Meranti, akan menimbulkan masalah dan cenderung provokatif karena ada indikasi hanya untuk kepentingan partai. Ini artinya pemimpin tak paham tugas dan fungsi sebagai pemimpin," ungkap Wan Abu Bakar.

Wan Abu Bakar mengajak semua pihak untuk sama-sama berjuang untuk memajukan Meranti.

"Jadi kami minta kepada pimpinan DPRD Kepulauan Meranti tegas dan menekan kepala daerah jika kebijakannya menyalah, jangan ragu-ragu dalam berjuang kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Kita minta pemberhentian honorer di Meranti dibatalkan," ungkap Wan Abu Bakar.

Tokoh masyarakat Meranti-Pekanbaru lainnya, Efendi Ahmad, menceritakan dulu ketika perjuangan Kabupaten Kepulauan Meranti, banyak pihak sangat berharap dapat mengurangi pengangguran.

"Mungkin saja kita tidak bisa menjadi PNS, tapi dapat jadi honorer jadilah. Sekarang, kondisi pada saat ini malah niat luhur perjuangan terbentuknya malah hilang, jangankan jadi PNS menjadi honorer saja diberhentikan," ucap Efendi Ahmad.

Ketua DPRD Meranti, Ardiansyah, pada kesempatan itu mengatakan, sejak bulan Juni 2021, atau H Adil terpilih, sudah ada mencana kebijakan terkait tenaga honor dan masalah gaji tenaga honor, tapi DPRD menolaknya.

Politisi dari PAN ini menjelaskan, tahun 2021 DPRD tetap menganggarkan gaji honorer sebesar Rp 780.000 pada tahun anggaran 2022, dan dari hasil hearing dengan forum honorer Meranti, maka diminta naik menjadi Rp 1 juta.

"Tapi usulan DPRD yang diajukan pada tanggal 23 November 2021 lalu, paling kecil Rp 1 juta, sampai sekarang tidak ditanggapi," ucap Ardiansyah.

Pemberhentian honorer pada saat ini, ungkap Ardiansyah, sangat menganggu kinerja di OPD, terutama sekolah hingga proses belajar mengajar tak jalan.

"Ada satu sekolah di Meranti sangat terganggu lantaran di sekolah tersebut yang PNS hanya kepala sekolah saja, selebihnya guru honor," ungkap Ardiansyah.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Meranti dari Partai Golkar, Iskandar Budiman, mengatakan bahwa menjadi honorer adalah impian sejumlah masyarakat di Kepulauan Meranti, karena di Meranti memang tidak punya perusahaan yang besar untuk masyarakat mengadu nasib.

"Kalaupun ada perusahaan menerima karyawan di Meranti, jumlahnya sedikit dan banyak SDM kita belum mampu untuk memenuhi kebutuhan perusahaan," ungkap Iskandar.

Terkait masalah honorer ini, ucap Iskandar, DPRD sudah menyikapinya, bahkan berulang kali DPRD Meranti menyurati bupati Meranti namun terkesan tidak ditanggapi. "Karenanya DPRD Meranti secara internal nantinya menggelar rapat lagi untuk menindaklanjuti apa yang disampaikan tokoh masyarakat Meranti ini," katanya.

Terkait kebijakan bupati Meranti tentang menunda menyambung kontrak tenaga honorer ini, kata H Khalid, wakil DPRD Meranti dari Partai PDI-Perjuangan mengaku, sebelumnya DPRD sendiri sama sekali tidak tau adanya kebijakan tersebut.

"Bukan kami seperti katak dalam tempurung, tak peduli dengan masyarakat, tapi kami juga seperti kena petir di siang hari karena Pergub itu sama sekali tak ada koordinasi dengan DPRD,'' ucap H Khalid.

Khalid menyebutkan, adanya seleksi terkait honorer di satu sisi ada baiknya, karena sesuai laporan dari BKD Meranti tak sampai 2.000 tenaga honor yang terdata, namun di lapangan jumlahnya mencapai 4.000 tenaga honorer.

Ketua Perkumpulan Masyarakat Kabupaten (Permaskab) Kepulauan Meranti- Pekanbaru, Nazarudin mengatakan, pertemuan ini bukan menghukum tapi tokoh masyarakat ingin tabayun karena begitu banyak informasi terkait masalah Meranti.

"Kita tak ingin pertemuan ini disebut sebagai upaya propokator, karena pertemuan ini sudah diminta tokoh masyarakat Meranti di Pekanbaru sejak dua bulan lalu dalam upaya tabayun," ucap lelaki yang biasa sapa Bang Ipan.

Nazarudin juga menjelaskan, menurut sejarah terbentuknya Kabupaten Kepulauan Meranti pada awalnya, begitu banyak tenaga honorer yang membantu bergeraknya roda pemerintah.

"Ketika itu honorer siap tak digaji dalam upaya membangun Meranti, artinya honorer sangat berjasa dalam perkembangan Meranti saat ini. Tapi sekarang kenapa mereka tidak dipandang, malah diberhentikan. Padahal, dari tahun ke tahun APBD Meranti meningkat," ucap Bang Ipan.***