SIAK SRI INDRAPURA, GORIAU.COM - Keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Siak yang menvonis Direktur Utama PT Karya Dayun, Dasrin Nasution 18 bulan penjara denda Rp2 miliar, membuat ayah tiga anak ini kecewa. Meskipun sudah menyatakan banding, keputusan PN Siak itu dinilai tidak adil dan ditunganggi kepentingan kelompok tertentu. Dia juga mempertanyakan vonis hakim melebihi rentetan tuntutan yang direkomendasikan Kejaksaan Agung kepada Kejaksaan Negeri Siak, dimana menuntutnya satu tahun penjara.

"Amar putusan majelis hakim tidak jelas, saya merasa dizalami. Fakta persidangan melalui sejumlah saksi dan saksi ahli tak ada memberatkan saya selaku Direktur PT Karya Dayun. Karena selama ini PT Karya Dayun tak pernah punya lahan perkebunan. Lahan seluas 1.300 hektare itu milik warga yang tergabung dalam kelompok koperasi maredan sejahtera yang dipecah menjadi 643 surat hak milik (SHM) yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN)," ujar Dasril kepada GoRiau.com, Selasa (14/10/14).

Dasril juga mempertanyakan Izin Usaha Perkebunan (IUP) yang diterbitkan Bupati Siak tahun 2008 untuk PT Duta Swara Indah. Padahal lahan itu sudah menjadi milik 643 kepala keluarga yang dikuatkan dengan SHM tahun 2006-2007 atas nama masing-masing anggota kelompok koperasi maredan sejahtera.

"Sedangkan PT Karya Dayun hanya mengelola saja, pemilikan lahan tetap punya warga. Tapi dipersidangan saya dituduh memiliki perusahaan perkebunan ilegal, namun tak ada bukti tertulis untuk menguatkan tudingan itu," jelasnya.

Lahan sengketa yang berada di KM 65 Kelurahan Dayun, Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak itu, lanjut Dasril, saat dikeluarkannya IUP untuk PT DSI tahap awal seluas 8 ribu hektare. Anehnya, tidak tapal batas IUP yang diberikan kepada PT DSI itu."Semua keputusan majelis hakim juga memberatkan saya. Tidak ada satupun yang meringankan saya dalam kasus IUP ini," keluhnya.

Keanehan juga terlihat saat PN Siak memerintahkan pengembalian barang bukti berupa lahan seluas 1.300 Ha yang dikelola PT Karya Dayun kepada PT DSI. Pasalnya, PT DSI selama ini hanya mengantongi IUP bukan Hak Guna Usaha (HGU).

"Saya semakin binggung saat majelis hakim menvonis saya lebih berat dari tuntutan JPU. Ini sungguh aneh, padahal vonis itu seakan telah masuk ke dalam ranah perdata, bukan pidana," ujarnya.

"Saya sudah mendaftarkan banding di Pengadilan Tinggi Riau atas vonis dari majelis hakim PN Siak itu, kalau dinyatakan bersalah juga, saya akan kasasi ke mahkamah agung. Mudah-mudahan keadilan itu dapat saya temukan," harapnya.

Seperti diberitakan, sebagai Direktur PT Karya Dayun, Dasril dinyatakan bersalah oleh majelis hakim karena melanggar pasal 46 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang izin perkebunan. Dia dijatuhi pidana 18 bulan penjara denda Rp2 miliar.

Sebelumnya, lahan seluas 1.300 Ha telah menjadi objek sengketa gugatan secara perdata antara PT DSI dan PT Karya Dayun. Proses gugatan perdata, pada tingkat pertama di PN Siak, dan juga Pengadilan Tinggi Riau, majelis hakim memenanggkan PT DSI. Namun, pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung, memutuskan lahan seluas 1.300 Ha yang dikelola PT Karya Dayun merupakan lahan yang sah dengan bukti kepemilikan 643 SHM.

"Permohonan kasasi dari PT. Karya Dayun dikabulkan oleh Mahkamah Agung, melalui putusan nomor 2848 /K/PDT/2014, tanggal 19 Maret 2014, dan mementahkan vonis Pengadilan Tinggi," pungkasnya.(nal)