BANGKINANG, GORIAU.COM - Presenter yang sering tampil di Trans TV dalam acara Bukan Empat Mata Tukul Arwana, Jumat, 28 September 2012, malam, sekitar pukul 21:30, mampir di Mesjid Jami', Pasar Usang, Desa Tanjung Berulak, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.

Salah seorang warga Desa Tanjung Berulak, Budi yang di hubungi lewat telepon genggamnya, Sabtu (29/9/2012) sore dari Bangkinang, membenarkan ada kunjungan presenter Tukul Arwana ke Mesjid Jami' Air Tiris.

''Tukul berkunjung sekitar 30 menit bersama kru Trans Tv,'' ungkap Budi.

Menurut Budi, kunjungan Tukul dan kru Trans TV dalam rangka syuting acara Tukul Jalan-Jalan yang ditayangkan khusus oleh Stasiun Televisi Trans TV.

''Tim kreatif Tukul Jalan-Jalan ini, sebelum ke Mesjid Jami' sebelumnya juga melihat Candi Muara Takus, Makam Pejuang Kampar Datuk Tabano lalu ke Mesjid Jami','' ujarnya lagi.

Di Mesjid Jami', Tukul dan kru mengambil gambar, di sekitar mesjid, lalu masuk ke dalam melihat secara langsung bagaimana bentuk bangunan yang buat sejak tahun 1901 ini yang terbuat dari kayu dan tidak mengunakan paku sama sekali.

''Informasi dari tim kreatif saat saya tanya, mereka melihat dari website yang ada, dari situlah mereka lalu turun langsung melakukan liputan ke masjid Jami','' kata bapak dari tiga orang putri ini.

Diceritakan, selain melihat kondisi bangunan, Tukul juga mengambil air wudhu di tempat dimana ada batu yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat yaitu batu mirip kepala kerbau yang terletak ditempat mengambil air wudhu.

Seperti diketahui Mesjid Jami' Air Tiris merupakan salah satu objek wisata di Provinsi Riau yang jangan sampai terlewatkan jika datang ke negeri Lancang Kuning. Mesjid antik ini terletak di Pasar Usang, Desa Tanjung Berulak, Air Tiris, Kabupaten Kampar, sekitar 52 km dari kota Pekanbaru.

Meskipun terletak agak ke dalam dari jalan raya Pekanbaru - Bangkinang namun mesjid yang mempunyai keunikan tersendiri ini bisa dicapai langsung dengan kendaraan darat melalui jalan aspal yang mulus.

Mesjid ini didirikan tahun 1901 atas prakarsa Engku Mudo Sangkal, seorang ulama yang mengonsolidasikan potensi ninik-mamak dan cerdik-pandai dari 20 kampung di kenegerian Air Tiris.

Saat pembangunan, panitia pembangunannya adalah ninik mamak Nan Dua Belas yaitu para ninik-mamak dari berbagai suku yang ada dalam seluruh kampung. Mereka mengerjakannya bersama anak kemenakan, termasuk tukang dari Trengganu, Malaysia, yang membuat mimbar yang dikerjakannya di Singapura.

Tahun 1904 mesjid ini selesai dibangun dan diresmikan dengan meriah oleh seluruh masyarakat Air Tiris. Pada peresmiannya juga disembelih 10 ekor kerbau.

Bentuk mesjid ini konon merupakan campuran arsitektur Rumah Lentik Melayu Kampar dan Cina. Mesjid dengan bahan konstruksi utama kayu ini terdiri dari bangunan induk yang ukuran aslinya 30 x 40 m, mihrab 7 x 5 m, menara, dengan tinggi bangunan 24 m, serta dilengkapi dengan 2 mimbar, 1 buah telaga, dan 3 buah kulah air. Atapnya berupa limas tiga tingkat yang meruncing ke atas dengan tiang dan konstruksi kayu yang masih asli.

Sedangkan dindingnya yang miring, penuh dengan ornamen atau ukiran yang mirip dengan ukiran yang terdapat di dalam sebuah mesjid di Pahang, Malaysia.

Engku Mudo Sangkal juga menukilkan ukiran di depan mimbar dan pada dua tonggak panjang dalam mesjid masing-masing basmallah dan dua kalimah syahadat.

Keunikan lainnya, pemasangan komponen bangunannya tidak menggunakan paku dari besi tapi dengan teknik lidah dan pasak yang juga dari kayu. Pada keadaan aslinya dulu, atapnya pun berupa kepingan-kepingan papan kayu tetangu yang tahan berhujan panas dengan panjang 1 meter.

Pada tahun 1971, telah dilakukan rehabilitasi pada bagian-bagian mesjid yang sudah lapuk sehingga hari ini masih berdiri dengan megahnya dan banyak dikunjungi penziarah.

Selain kisah tentang arsitektur, juga tentang properti mesjid ini. Di dalam salah satu kulah air itu terdapat sebuah batu alam yang besar dan bentuknya seperti kepala kerbau tanpa tanduk dan telinga.

Konon batu itu bisa berpindah posisi dalam kulah dengan sendirinya sehingga dikeramatkan oleh yang mempercayainya. Akibatnya, para penziarah yang banyak datang pada hari raya puasa enam, bukannya mengagumi keindahan bangunan kayu hasil karya arsitektur yang sudah berumur 108 tahun itu atau mengambil kesempatan untuk sholat sunnah di dalam mesjid itu, namun sebagian lebih mementingkan untuk menziarahi kepala kerbau itu.

Penziarah mencuci muka atau tangan dengan air dari kulah yang dipercaya dapat memberi berkah. Tidak heran jika pihak Departemen Agama tidak memasukkan kepala kerbau ini dalam info tentang mesjid ini. (rif)