PANGKALAN KERINCI, GORIAU.COM - Perusahaan pulp dan kertas PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP) menyatakan memiliki tekad bulat untuk menciptakan hutan lestari di wilayah terdegradasi atau wilayah yang produktifitas tanahnya sudah menurun. Hal ini akan dilakukan melalui Sustainable Forest Management Policy (SFMP) atau Kebijakan Pengelolaan Hutan Lestari yang sudah diadopsi sejak Januari 2014 lalu. 

''Sejak setahun lalu, APRIL atau PT RAPP sudah menyatakan kepada seluruh dunia akan mengulang tekad mengenai hutan lestari dimana kita akan tetap mengembalikan fungsi hutan tersebut seperti semula melalui kebijakan SFMP,'' ujar Sustainability Director, Petrus Gunarso, Kamis (22/1/2015) di Pangkalan Kerinci.

Petrus menerangkan, tujuan akhir dari kebijakan SFMP ini yakni bisa menggantikan satu pohon yang ditebang dengan satu pohon baru dan ditanam ditempat yang sama agar hutan lestari ini bisa terwujud.

''SFMP mempunyai visi one to one. Artinya satu hektar tanaman yang ditebang akan kita lakukan konservasi satu hektar tanaman juga. Ini jawaban atas kritikan dunia atau mono culture mengenai istilah pembabatan hutan oleh RAPP,'' tegasnya.

Bahkan, lanjut Petrus, sejak 2005, PT RAPP telah melakukan kajian untuk tetap menjaga biodiversiti lingkungan  sehingga keanekaragaman tetap ada.

''Hutan lestari melalui HTI itu merubah hutan yang sudah terdegadasi, tapi biodiversitynya masih tinggi misalnya dengan menumbuhkan Eucalyptus dan Akasia. Namun, untuk mengatasi kritik yang timbul, kita lakukan kajian di wilayah dengan nilai konservasi tinggi. Jadi sebelum ditebang, kita asses dulu apa ada wilayah masyarakat atau wilayah yang memiliki nilai konservasi tinggi,'' ujarnya.

Dampaknya, kata Petrus, perusahaan pun tidak akan bisa sembarangan menebang atau membuka lahan karena adanya komitmen SFMP yang sudah dideklarasikan.

''Gara-gara komitmen itu, kita sendiri tidak bisa menannam diseluruh wilayah yang dimiliki perusahaan. Tetapi kita sudah memiliki 250.000 hektar lahan yang sudah kita konservasi dan 40.000 hektar untuk ekorestorasi,'' ungkapnya.

Petrus sendiri membeberkan, untuk berproduksi, PT RAPP bisa menebang hutan di kawasan yang memiliki hutan seluas negara Singapura. Namun penebangan ini tidak lantas ditinggalkan.

''Kita sekali tebang itu 80 ribu hektar lahan per tahun. Itu seluas negara Singapura. Kita tebang tapi kita akan kembali menanami lahan tersebut per 6 minggu. Jadi kita tidak hanya menebang tapi kita lestarikan kembali,'' bebernya.

Petrus juga mencatat, PT RAPP telah menyumbangkan 70.000 hektar tanaman kehidupan yang ditanam bersama masyarakat diseluruh wilayah operasional.

''Kita juga menyadari pentingnya hutan tanaman kehidupan. Jadi kita juga sudah menanam tanaman kehidupan seluas 70.000 hektar yang kita tanam bersama masyarakat,'' paparnya.

Petrus menambahkan, instruksi dunia untuk industri kehutanan agar menciptakan hutan lestari sudah dibunyikan. Namun memang hingga tahun 2000, masih banyak hutan yang tidak memiliki pengelola sehingga sulit untuk mewujudkan hutan lestari secara penuh.

''Kalau mengikuti perjalanan industri kehutanan, sudah cukup lama instruksi mengenai seluruh jenis hutan harus dikelola secara lestari. Namun hingga tahun 2000, masih belum karena di wilayah Indonesia banyak hutan yang tidak memiliki pengelolanya,'' ujarnya.

Disampaikan Petrus, selain diantara para pelaku industri, perlu juga ada koordinasi yang baik diantara pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar visi hutan lestari bisa terwujud dan tidak menimbulkan kritik yang berlarut.

''PT RAPP tidak membunuh tanaman, tapi kita manfaatkan. Penebangan hutan yang kita lakukan pun kita ganti sesuai komitmen one to one tadi. Perlu ada konservasi di wilayah produksi. Di Indonesia itu konservasi hanya urusan pemerintah pusat, biaya dari pusat, bukan masuk dalam alokasi biaya konservasi kabupaten atau wilayah. Padahal itu investasi masa depan,'' tutupnya. (rls)