BENGKALIS, GORIAU.COM - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menyisakan trauma mendalam bagi masyarakat, terutama pemilik kebun. Banyak kebun mereka yang luluh lantak sehingga harapan untuk memperoleh penghasilan seperti dari menoreh karet, punah akibat kebunnya ludes dilalap api.

Seperti yang dialami warga Desa Wonosari, Harris. Kini ia terpaksa menggangur, akibat kebun karet miliknya satu-satunya ludes terbakar. Ia kini tak tahu berbuat apalagi untuk menafkahi keluarganya. Ia tidak punya ketrampilan lain selain menoreh getah yang selama ini dilakoninya. Apa daya kebun yang jadi tumpuan hidupnya itu sudah ludes dilalap si jago merah.

"Sedih memang dengan kondisi sekarang. Bingung saya mau cari penghasilan. Satu-satunya kebun yang selama ini jadi tumpuan ekonomi saya dan keluarga sudah ludes terbakar," ujar Harris, Selasa (11/2).

Kejadian serupa tak hanya dialami Harris, banyak lagi masyarakat harus kehilangan kebun miliknya yang merupakan sumber mata pencaharian sehari-hari. Ketakutan kebun akan terbakar kini melanda banyak masyarakat terutama bagi kebunnya yang sudah menghasilkan, baik karet maupun kebun sawit. Ketakutan atau trauma ini sangat beralasan, dengan musim kemarau seperti sekarang dan dengan kondisi tanah gambut, kebakaran hutan dan lahan cepat sekali menjalar.

Ditambah sulitnya petugas pemadam kebakaran memasuki lokasi yang terbakar dan tak adanya sumber air, api makin leluasa meluluhlantakkan kebun masyarakat. Ronda di kebun kini dilakukan sebagian masyarakat, terutama di daerah - daerah yang karhutlanya masih membara,  sementara lokasi itu sulit dijangkau petugas pemadam kebakaran dan tak ada sumber air.

Seperti yang dilakukan pemilik kebun di Bantan. Pemilik kebun yang berdekatan, bergiliran berjaga di kebun mengawasi api yang sedang membakar lahan yang berjarak sekitar 1 km dari lahan mereka. Siang malam mereka di kebun meronda sekaligus menebas semak-semak di sekitar kebun yang berpotensi terbakar. Mereka saling komunikasi dan memberi informasi dengan pemilik kebun bersebelahan terkait sudah dekat atau masih jauhnya karhutla dari kebun mereka.

"Capek pastilah iya dengan ronda siang malam di kebun. Tapi daripada kebun kami terbakar, capek meronda tak seberapa daripada harus kehilangan kebun. Kalau kita ronda di kebun, kan tahu sudah  sejauhmana api membakar lahan yang berdekatan dengan kebun kita. Dengan begitu kita juga bisa mengambil langkah antisipasi,"ujar Tamyes warga Bantan yang saban hari berada di kebunnya waspada karhutla, karena tak jauh dari kebunnya masih ada asap bekas kebakaran karhutla yang sewaktu-waktu bisa saja nyala kembali.(jfk)